Brilio.net - Pulang kampung selalu menjadi momen yang menyenangkan. Apalagi jika sudah lama merantau di negeri orang. Jelas, kembali ke tanah kelahiran kerap memunculkan kenangan masa lalu.
Tapi apa jadinya jika perjalanan pulang kampung justru menjadi situasi yang mencekam hingga bertaruh nyawa. Kisah inilah yang terungkap dalam film thriller Night Bus.
BACA JUGA :
9 Film Indonesia ini bakal tayang bulan April, mana yang kamu tunggu?
Film garapan sutradara Emil Heradi dan Rahabi Mandra sebagai penulis skenario ini sejatinya menyajikan kisah sederhana. Hanya soal perjalanan pulang kampung.
Tapi film yang diproduseri Darius Sinathrya ini menjadi luar biasa kompleks dan mencekam karena alur ceritanya sangat menegangkan.
BACA JUGA :
8 Film pendek horor Indonesia ini seramnya bikin bulu kuduk merinding
Ingat, kisah sederhana ini bisa dialami siapa saja lho. Oh ya, ini debut Darius memproduseri film.
Cerita berawal dari perjalanan sebuah bus malam dari terminal keberangkatan Kota Rampak menuju Kota Sampar.
Yang membuat kisah ini menarik, Kota Sampar adalah sebuah tempat yang sudah porak-poranda akibat konflik separatis berkepanjangan. Sebagian masyarakat menginginkan Sampar merdeka.
Beberapa hari jalur transportasi harus ditutup karena terjadi kontak senjata antara pasukan Sampar Merdeka (Samerka) dengan aparat pemerintah.
Tak pelak, para penumpang yang ingin kembali kampung halaman harus menunggu berhari-hari sampai jalur dibuka. Mereka punya tujuan masing-masing.
Ada yang sekadar ingin bertemu keluarga, berziarah ke makam anak yang baru meninggal, menyelesaikan urusan pribadi, atau mencari kehidupan yang lebih baik.
Namun perjalanan mereka berubah menjadi teror yang menakutkan. Para penumpang terjebak konflik. Terlebih, bus dibajak seorang pembawa pesan.
Ia harus tiba di Sampar untuk menyampaikan sebuah pesan rahasia kepada Panglima Perang Samerka.
Cilakanya, si pembawa pesan adalah orang yang paling dicari semua pihak dalam konflik ini. Dari sinilah ketegangan dimulai.
Para penumpang harus menghadapi tekanan teror di pos pemeriksaan dan sepanjang sisa perjalanan. Mereka berusaha bertahan hidup di bawah desingan peluru.
Teror semakin mencekam dan situasi begitu menegangkan saat bus diberhentikan selompok bandit perang yang sadis dan bengis.
Nyawa dipertaruhkan, tidak ada yang tahu siapa akan bertahan hidup atau mati menjadi korban? Ingat, konflik nggak pernah memilih korbannya.
Uniknya, alur cerita dalam film ini menampilkan gabungan dari beberapa karakter utama (ensemble character).
Antara aktor senior seperti Yayu Unru, Toro Margens, Tio Pakusadewo, Rifnu Wikana, Lukman Sardi dan Donny Alamsyah, dengan wajah baru seperti Arya Saloka, Edward Akbar, Hanna Prinantina, Laksmi, Agus Nuramal, Messi Gusti, Arief Nilman, dan masih banyak lagi.
Nggak heran jika film yang akan dirilis serentak di bioskop Indonesia mulai 6 April ini benar-benar menawarkan warna baru dalam industri film Indonesia.
Mereka bukan bikin film. Tapi mereka bikin sejarah dalam film, kata ahli visual effect Indonesia, Amrin Nugraha.
Film yang rampung proses syutingnya pada Oktober 2015 ini meyiratkan pesan penting. Menjaga persatuan dan keutuhan berbangsa agar tak terjadi konflik horizontal di masyarakat.
Sebab, konflik hanya akan menimbulkan korban, kehancuran dan kerugian besar bagi Indonesia.
Yang jelas, adegan demi adegan dalam film ini bisa bikin kamu mencekam. Siap-siap deh.