Brilio.net - Nyamuk menjadi salah satu hewan yang tak disukai oleh hampir semua orang. Gigitannya tak cuma bikin gatal, tapi juga bisa membawa penyakit. Padahal, nyamuk gampang sekali berkembang biak dan bisa bertahan hidup di berbagai tempat.
Faktanya, nyamuk merupakanhewan paling mematikandi dunia. Sekitar 700 juta orang di dunia terjangkit penyakit oleh nyamuk dan lebih dari 1 juta orang meninggal setiap tahun karenanya.
BACA JUGA :
Berada dekat ayam bisa hindarkan kamu dari penyakit malaria
Hal itulah yang mendorong lima anak muda membuat perangkat yang bisa mendeteksi intensitas dan frekuensi nyamuk di tempat tertentu. Mereka adalah Gisneo Pratala Putra, Bintang Satria Gautama, Muhamad Andung Muntaha, Farandi Kusumo, Achadi Dahlan, dan Aang Dyaksa yang tergabung dalam Tim B201.
Hardware yang diberi nama Molo (Mosquito Locator) itu dibuat dalam kompetisi Sci-Fi Hardware Hackathon pada akhir Agustus lalu. Pada kompetisi itu, setiap kelompok ditantang menciptakan teknologi perangkat keras (hardware) selama 24 jam. Kompetisi level nasional ini diikuti oleh 375 peserta yang tergabung dalam 62 tim.
BACA JUGA :
12 Karya kocak dari nyamuk mati ini bikin ketawa ngakak!
Gisneo Pratala Putra menerangkan, hardware Molo yang mereka buat adalah perangkat keras berbasis Internet of Things (IoT) yang menggabungkan raspberry, smartphone, dan PC. Mereka memanfaatkan sensor suara dan gelombang ultrasonik untuk mendeteksi intensitas atau frekuensi nyamuk pada daerah tertentu.
"Kami berusaha mendeteksi dan mempelajari persebaran nyamuk ini dengan perangkat yang kami ciptakan. Harapannya, dengan analisis data yang tepat sistem ini ke depannya dapat juga memprediksikan di mana secara riil nyamuk menyebar," ungkap Gisneo kepada brilio.net, Jumat (7/10).
Alat tersebut, lanjut Gisneo, terinspirasi dari film Statship Troopers yang rilis tahun 1997. Film itu menceritakan tentang manusia yang berperang dengan monster serangga di masa depan, termasuk ada juga yang berbentuk nyamuk yang mengerikan. Mereka menyerang dan mencoba menghabisi umat manusia.
"Melihat permasalahan saat ini, sepertinya pas sekali karena kita saat ini pun juga berperang dengan serangga khususnya nyamuk sebagai pembunuh nomor 1 di dunia," lanjutnya.
Cara kerja perangkat ini tak begitu sulit. Pertama, alat dipasang pada daerah tertentu, lalu sensor suara dan ultrasoniknya akan menangkap frekuensi suara nyamuk setiap kali nyamuk lewat di sekitar perangkat. Lalu sistem akan menangkap dan membaca jumlah dan intensitas frekuensinya.
Data itu lalu diintepretasikan ke dalam bentuk tampilan pada smartphone dan desktop application untuk PC. Sebagai contoh, misalnya daerah A pada saat X terdapat frekuensi nyamuk yang tertangkap dengan jumlah Y maka daerah tersebut berstatus bahaya. Karena konteksnya bahaya maka alat ini akan memberi peringatan pada pengguna aplikasi dan mengirimkan datanya ke pemangku kebijakan atau pemerintah. dengan begitu, secara cepat masalah dapat segera ditanggulangi untuk meminimalisasi korban jiwa lebih dini.
Hardware prototipe ini pun mendapatkan penghargaan sebagai 10 besar perangkat keras berbasis IoT. Pada kompetisi itu, hasil setiap kelompok dinilai dari konsep, teknologi, dan desain.
Gisneo sendiri berharap hardware ini dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai platform di ranah kesehatan bersama pihak pemerintah yang terkait.
Sebelumnya, Gisneo bersama timnya juga menciptakan aplikasi Drops yang digunakan untuk memetakan pencemaran air. Aplikasi itu pun akhirnya dilirik oleh PBB dan Kementerian Bappenas untuk dikembangkan lebih lanjut.
Wah...keren ya!