Brilio.net - Kabar duka datang dari dunia penerbangan. Pada Minggu (10/3) pagi, pesawat Ethiopian Airlines dengan jenis Boeing 737-800MAX (Boeing 737 MAX 8), jatuh di Bishoftu, sebelah tenggara Addis Ababa. Dipastikan tidak ada korban selamat dalam peristiwa nahas tersebut. Dilansir dari Liputan6, pihak berwenang mengatakan sebanyak 157 orang di dalamnya tewas.
Pesawat dengan nomor penerbangan ET 302 itu rencananya akan terbang menuju Nairobi (Kenya). Sayangnya, burung besi ini kehilangan kontak pada pukul 08.44 waktu setempat setelah lepas landas pukul 08.38 dari Bandara Internasional Bole di ibu kota Ethiopia.
BACA JUGA :
6 Potret evakuasi jenazah Emiliano Sala dari dasar laut
Tragedi ini langsung menyedot perhatian dunia, termasuk Indonesia. Khalayak Tanah Air mengaitkannya dengan tragedi Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT 610, yang jatuh di Karawang, Jawa Barat pada Oktober 2018 lantaran pesawat dari pabrikan dan jenis yang sama.
Atas tragedi ini, pemerintah Ethiopia menyampaikan rasa belasungkawa terdalamnya kepada keluarga korban yang kehilangan orang tercinta, menurut keterangan dari kantor Perdana Menteri Ethiopia, Abiy Ahmed, di Twitter.
Lalu, seperti apa fakta-fakta tragedi pesawat Ethiopian Airlines Boeing 737-800MAX kali ini? Berikut ulasannya seperti dihimpun Brilio.net dari berbagai sumber, Senin (11/3).
BACA JUGA :
Foto haru anjing tunggu Emiliano Sala, pemain bola jasadnya hilang
1. Pilot senior melaporkan ada gangguan teknis.
Dilansir dari Liputan6, CEO Ethiopian Airlines Tewolde GebreMariam mengatakan pilot penerbangan ET 302 sempat melaporkan kendala teknis. Pilot tanggap meminta izin kembali ke Addis Ababa. Izin pun diberikan.
Menurut GebreMariam, pilot senior yang menerbangkan Ethiopian Airlines Boeing 737-800MAX ET 302 telah memiliki 8.000 jam terbang. Ini menandakan rekornya sangat baik.
Dikonfirmasi kelayakan pesawat, GebreMariam menyatakan bahwa pesawat baru tersebut tanpa gangguan teknis. Ethiopian Airlines sendiri memiliki 6 pesawat 737 Max 8 lainnya yang sedang beroperasi.
Ditanya tentang apakah perusahaan akan menghentikan operasional seluruh pesawat jenis terkait, GebreMariam menjelaskan, pihaknya belum memikirkan hal itu sebelum penyebab kecelakaan Ethiopian Airlines Boeing 737-800MAX ET 302 diketahui. Sampai berita ini dibuat, penyebab kecelakaan masih dalam penyelidikan.
"Kami belum bisa menyimpulkan, meski benar bahwa pilot sempat meminta izin untuk kembali ke Addis Ababa, sebelum kemudian jatuh," ujar GebreMariam.
2. Anggota yang berafiliasi dengan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) ikut menjadi korban.
Kecelakaan tragis ini menewaskan 157 orang yang terdiri dari 149 penumpang dan 8 awak kabin. Di antara penumpang, ada anggota staf organisasi afiliasi PBB.
"Indikasi awal adalah bahwa 19 anggota staf organisasi afiliasi PBB tewas," kata kepala Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), Antonio Vitorino, sebagaimana laporan Channel News Asia, yang dilansir Brilio.net dari Liputan6.
Setidaknya ada lima organisasi PBB dan yang berafiliasi, yang kehilangan anggotanya.
Bersama IOM, menurut keterangan Vitorino, ada pula korban tewas dari Program Pangan Dunia (WFP), UNHCR, Bank Dunia, Badan Lingkungan PBB dan rekan-rekan lainnya yang hilang.
Di antara staf IOM yang tewas dalam tragedi jatuhnya Ethiopian Airlines adalah Anne Feigl, yang bekerja untuk misi perdamaian di Sudan.
Kepala misi Catherine Northing mengingat Feigl sebagai "seorang kolega yang sangat dihargai dan anggota staf yang populer, berkomitmen dan profesional."
Di sisi lain, direktur Program Pangan Dunia David Beasley mengonfirmasi tujuh stafnya telah meninggal.
3. Satu orang WNI menjadi korban.
CEO Ethiopian Airlines mengungkapkan bahwa 157 korban tewas berasal dari sedikitnya 30 negara, termasuk Indonesia.
Kabar tewasnya Warga Negara Indonesia (WNI) dalam kecelakaan Ethiopian Airlines Boeing 737-800MAX ET 302 dikonfirmasi pihak Kementerian Luar Negeri RI.
Lewat Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir, diungkapkan bahwa WNI tersebut seorang perempuan tinggal di Roma, Italia, yang bekerja untuk World Food Program (WFP) PBB, seperti dikutip dari Antara.
Pemerintah Indonesia menyampaikan duka cita mendalam kepada keluarga korban. Duta Besar di Roma, Esti Andayani telah menemui keluarga WNI yang menjadi korban kecelakaan serta menyampaikan belasungkawa.
Sementara itu, Kedutaan Besar RI (KBRI) di Roma akan terus berkoordinasi dengan keluarga korban, KBRI Addis Ababa, dan Kantor WFP di Roma guna pengurusan jenazah dan memberikan dukungan pada keluarga korban.
Selain WNI, daftar kewarganegaraan penumpang yang menjadi korban antara lain Kenya 32 orang, Kanada 18 orang, Ethiopia 9 orang, China 8 orang, Italia 8 orang, Amerika Serikat 8 orang, Prancis 7 orang, Inggris 7 orang, Mesir 6 orang, Jerman 5 orang, India 4 orang, Slovakia 4 orang; dan Austria, Rusia, Swedia masing-masing 3 orang; dan warga Spanyol, Israel, Maroko, Polandia masing-masing 2 orang.
Selanjutnya, Belgia, Djibouti, Irlandia, Mozambik, Norwegia, Arab Saudi, Rwanda, Sudan, Somalia, Serbia, Togo, Uganda, Yemeni, Nepal, Nigeria, dan satu orang pemegang paspor PBB masing-masing 1 orang.
4. Kesamaan dengan tragedi Lion Air PK-LQP JT 610.
Tragedi pesawat Ethiopian Airlines ini mirip dengan yang menimpa Lion Air beberapa waktu lalu. Pertama, jenis pesawat yang digunakan sama yakni Boeing 737 Max 8. Oleh pabrikannya, pesawat jenis ini diperkenalkan ke publik pada 2017 lalu.
Kedua, waktu hilang kontak yang tak berselang lama setelah lepas landas. Seperti diketahui Boeing 737-800MAX kehilangan kontak pada pukul 08.44 waktu setempat setelah lepas landas pukul 08.38 dari Bandara Internasional Bole di ibu kota Ethiopia. Ini sekitar 6 menit setelah lepas landas menuju Nairobi (Kenya). Hampir sama seperti Lion Air PK-LQP JT 610 yang jatuh di Karawang setelah sekitar 13 menit meninggalkan Bandara Soekarno-Hatta menuju Pangkalpinang.
Ketiga, baik penumpang tragedi Ethiopian Airlines maupun Lion Air dikonfirmasi menjadi korban meninggal. Sebanyak 157 penumpang Ethiopian Airlines ET 302 maupun 189 penumpang Lion Air JT 610 tidak ada satu pun yang selamat.