Brilio.net - Negara Sri Lanka bangkrut secara ekonomi dan masyarakatnya menerima dampak memprihatinkan. Negara di Asia Selatan tersebut dinyatakan bangrut setelah terkonfirmasi ekonomi mereka jatuh dalam titik terendah.
Perdana Menteri Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe menyatakan negaranya telah ada pada tanda-tanda kejatuhan pada titik terendah. Berbagai permasalahan yang dialami negara tersebut turut menjadi penyebab bangkrutnya yang berbentuk negara republik sejak 1972 tersebut.
BACA JUGA :
Pengertian resesi ekonomi dan dampaknya pada masyarakat
Dirangkum oleh brilio.net dari berbagai sumber, berikut 5 penyebab Sri Lanka bangkrut, Jumat (24/6).
1. Perekonomian Runtuh
BACA JUGA :
20 Negara terbaik untuk mulai investasi tahun 2019, ada Indonesia
foto: Freepik.com
Perekonomian mereka dinyatakan runtuh setelah kondisi keuangan negara ini berada dalam kesulitan berupa cadangan devisa yang turun menjadi kurang dari USD 50 juta.
Dilansir dari The Diplomat pada Rabu (23/6), Menteri Keuangan Sri Lanka Ali Sabry berbicara kepada parlemen menyoal Dana Moneter Internasional. Dia mengatakan bahwa hendaknya negara segera kepada IMF untuk memberikan dan bantuan.
2. Krisis Energi, bikin warganya ramai-ramai keluar negeri cari bantuan
foto: Freepik.com
Sri Lanka diketahui mengalami krisis energi dalam tingkat yang kronis. Dari mulai bahan bakar, makanan, hingga kebutuhan pokok lainnya. Menurut laporan Antaranews, krisis tersebut akibat Sri Lanka tak punya kemampuan untuk mengimpor bahan bakar, pangan, obat-obatan. Kegagalan dalam program impor ini disinyalir karena kekuatan devisa Negara Sri Lanka sangat lemah.
Hal ini menimbulkan warganya berbondong-bondong meninggalkan negara tersebut untuk mencari suaka di negara lain. Mereka bahkan rela bermalam di depan kantor Departemen Imigrasi dan Emigrasi Sri Lanka untuk menunggu paspor di Kolombo, Ibu kota Sri Lanka. Berdasarkan data pemerintah dalam lima bulan pertama pada 2022, Sri Lanka sudah mengeluarkan sekitar 288.645 paspor. Angka ini jauh melebihi jumlah 91.331 pada periode tahun lalu.
Reporter:Muhamad Ikhlas Alfaridzi