Brilio.net - Presiden Joko Widodo menghadiri rangkaian acara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) COP 26 di Glasgow, Skotlandia. Presiden berbicara di urutan ke 4 setelah pidato dari perwakilan Spanyol, Mauritania, dan Amerika Serikat. Konferensi ini digelar sejak tanggal 1-2 November 2021 dan presiden menyampaikan pidatonya di konferensi tersebut pada Senin (1/11) waktu setempat.
Dalam pidatonya, Presiden Joko Widodo menyampaikan komitmen untuk menangani perubahan iklim serta upaya Indonesia dalam menekan emisi gas rumah kaca, mengurangi emisi di tahun 2020, dan penanganan dampak perubahan iklim.
BACA JUGA :
Jokowi dan Sri Mulyani ada di daftar muslim berpengaruh di dunia
Beberapa hal ditekankan dalam pidato tersebut, diantaranya bahwa perubahan iklim adalah ancaman besar bagi kemakmuran dan pembangunan global sehingga solidaritas, kerjasama, kemitraan, dan kolaborasi global merupakan kunci.
Selain itu, presiden juga menyampaikan usaha dan kontribusi yang telah dilakukan Indonesia dalam menangani perubahan iklim. Sebagaimana Indonesia juga telah menekan laju deforestasi menjadi yang terendah dalam 20 tahun terakhir.
"Dengan potensi alam yang begitu besar, Indonesia terus berkontribusi dalam penanganan perubahan iklim. Laju deforestasi turun signifikan, terendah dalam 20 tahun terakhir. Kebakaran hutan turun 82 persen di tahun 2020," ujar presiden yang dikutip dari akun youtube resmi Sekretariat Presiden.
BACA JUGA :
Jokowi perintahkan harga tes PCR turun jadi Rp 300 ribu
Dalam upaya tersebut, presiden juga menyebutkan bahwa Indonesia telah memulai rehabilitasi hutan mangrove seluas 600.000 hektar dan akan berlangsung hingga 2024 mendatang.
"Sektor yang semula menyumbang 60 persen emisi Indonesia, akan mencapai carbon 'net sink' selambatnya tahun 2030," imbuh presiden.
Dalam sektor energi, presiden mengatakan bahwa pemerintah Indonesia juga telah menjalankan pengembangan ekosistem mobil listrik, menjadi pengembang tenaga surya terbesar di Asia Tenggara, memanfaatkan energi terbarukan termasuk biofuel, serta mengembangkan industri berbasis clean energy termasuk kawasan industri hijau di Kalimantan Utara.
"Tetapi hal itu tidak cukup. Kami, terutama negara yang mempunyai lahan luas yang hijau dan potensi untuk dihijaukan serta negara yang memiliki laut yang luas potensial menyumbang karbon membutuhkan dukungan internasioanl dan kontribusi dari negara-negara maju," tegas presiden.
Presiden memastikan bahwa indonesia akan terus memobilisasi pembiayaan iklim dan pembiayaan inovasi, serta pembiayaan campuran, obligasi hijau, dan sukuk hijau.
"Indonesia akan dapat berkontribusi lebih cepat bagi 'net -zero emission' dunia. Pertanyaannya, seberapa besar kontribusi negara maju untuk kami? Transfer teknologi apa yang bisa diberikan? Program apa yang didukung untuk pencapaian target SDGs yang terhambat akibat pandemi?" Ujar presiden dalam forum KTT. Presiden menegaskan untuk mewujudkan penanganan dalam perubahan iklim ini yang dibutuhkan adalah aksi dan implementasi secara cepat.
Begitu juga dengan agenda carbon market dan carbon price yang harus menjadi bagian dari upaya penanganan isu perubahan iklim. Ekosistem ekonomi karbon yang transparan, berintegritas, inklusif, dan adil harus diciptakan.
Dalam menutup pidatonya, presiden juga mengucapkan terima kasih atas kesempatannya yang telah mewakili AIS Forum sebagai forum negara-negara kepulauan dan pulau kecil. Sekaligus merasa terhormat karena Indonesia turut mensirkulasikan pernyataan bersama para pemimpin AIS Forum.
"Sudah menjadi komitmen AIS Forum untuk terus memajukan kerja sama kelautan dan aksi iklim di UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change)," tutup presiden.