Brilio.net - Popularitas TikTok sebagai aplikasi berbagi video semakin menjadi-jadi. Bukan hanya kontennya saja yang begitu mudah viral, sebagai aplikasi, TikTok ditasbihkan menjadi media sosial paling banyak diunduh di seluruh dunia menurut sebuah survei global pada tahun 2020. Survei ini sendiri dilakukan pertama kali pada 2018 lalu.
Menilik ke belakang, ByteDance perusahaan teknologi asal China resmi meluncurkan TikTok versi internasional pada 2017. Sejak saat itulah, pamor TikTok melejit melampaui Facebook, WhatsApp, Instagram, dan Facebook Messenger--semuanya milik Facebook--dalam hal unduhan atau download. Ini bahkan terjadi di Amerika Serikat.
BACA JUGA :
3 Perangkat lunak yang paling sering digunakan di komputer
"Saya menikmati video artis yang tidak tampil live lagi karena pandemi," demikian kata Nina, 37, dari Portland di Amerika Serikat, sebagaimana dilansir brilio.net dari Nikkei Asia, Kamis (12/8).
Padahal, keamanan TikTok dalam hal informasi personal sempat diragukan segelintir orang. Bahkan pada 2020 lalu, mantan Presiden Donal Trump melarang TikTok beroperasi di Amerika Serikat. Namun ternyata, yang ada TikTok makin populer dan tumbuh selama pandemi dilihat dari fenomena banyaknya unduhan aplikasi ini di Eropa, Amerika Selatan, dan Amerika Serikat. Sementara itu, presiden Amerika Serikat selanjutnya, Joe Biden mencabut perintah eksekutif Trump yang berusaha melarang TikTok masuk pasar Amerika Serikat.
BACA JUGA :
5 Rekomendasi streaming film menarik dan popular, pilih genre sesukamu
Lebih lanjut, posisi Tiktok juga tak ditumbangkan telak jika melihat urutan aplikasi paling banyak diunduh di negara-negara Asia, termasuk China. TikTok hanya satu level di bawah Facebook yang menempati posisi pertama. Selebihnya, aplikasi 'anak-anak' Facebook yang bertengger. Disusul aplikasi sejenis TikTok yang sama-sama berasal dari China seperti Snack Video, lantas ada aplikasi pesan seperti Telegram, hingga Likee.
Seiring menterengnya pamor TikTok, muncul kabar perusahaan induknya, ByteDance akan melantai di bursa saham Hong Kong pada awal tahun depan. Menurut laporan Financial Times (FT), perusahaan yang berbasis di Beijing itu berencana mendaftar dalam rangka penawaran umum saham perdana atau IPO (initial public offering) pada kuartal empat 2021 atau awal 2022.
Namun seorang juru bicara mengatakan pada Nikkei Asia, Senin (9/8) lalu, bahwa artikel yang beredar tentang IPO itu 'tidak akurat'. Juru bicara itu bersikeras perusahaan tidak memiliki rencana saat ini untuk daftar ke pasar saham.