Brilio.net - Sebuah studi penelitian kecil dari China menunjukkan bahwa Corona Virus Disease (COVID-19) dapat bertahan di dalam tubuh selama dua minggu atau 14 hari setelah gejala penyakit sembuh. Kekuatan virus seperti ini belum pernah ditemukan pada virus lain.
Namun, para ahli mengatakan, pada periode pasca gelaja COVID-19, pasien kemungkinan besar tidak dapat menularkan virus Corona. Temuan ini merupakan kabar baik menurut Krys Johnson, seorang ahli epidemiologi di kesehatan publik Temple University. Menurutnya, virus yang menyerang sistem imun manusia, akan menjadi virus yang menjadi respons kekebalan tubuh yang kuat.
"Jika virus tetap berada di sistem imun manusia, maka mereka mungkin tidak dapat terinfeksi ulang," ujar Krys Johnson.
Dalam studi baru yang diterbitkan dalam jurnal JAMA pada Kamis 27 Februari 2020, diikuti 4 ahli medis profesional berusia 30 hingga 36 tahun yang mengembangkan COVID-19, semua orang pulih dan hanya satu yang dirawat di rumah sakit selama sakit.
Pasien diobati dengan Oseltamivir atau lebih dikenal dengan Tamiflu yang merupakan obat antivirus. Para pasien dianggap pulih setelah gejala mereka sembuh dan mereka melakukan tes selama dua hari berturut-turut. Hasilnya pun langsung negatif.
Nah, jika kamu masih bingung, berikut tiga hal yang harus kamu tahu tentang bagaimana keadaan seseorang pasca terinfeksi COVID-19, seperti dilansir brilio.net dari Live Science pada Jumat (20/3).
1. Masa setelah pemulihan.
BACA JUGA :
Ini tipe pakaian yang rentan menyimpan virus, waspada ya!
foto: pixabay
Usai pulih, pasien diminta untuk mengkarantina diri di dalam rumah selama 5 hari. Namun mereka harus menjalani tes penyeka tenggorokan untuk coronavirus, setelah 5-13 hari setelah pemulihan. Hasilnya menunjukkan bahwa setiap tes antara hari ke-5 dan hari ke-13 menunjukkan positif Corona. Temuan ini menunjukkan bahwa setidaknya sebagian dari pasien yang pulih masih membawa virus.
Menurut laporan Reuters, temuan itu dilakukan ketika Jepang melaporkan kasus pertama seseorang yang sembuh dari Corona dan kemudian menjadi sakit kembali untuk yang kedua kalinya. Mengingat hasil baru dari kekuatan virus Corona pasca sembuh, tidak jelas apa yang sebenarnya terjadi dengan pasien Jepang tersebut.
"Satu kemungkinannya ia menangkap virus versi baru dari orang lain," ujar Johnson.
Kemungkinan lainnya yaitu sistem imun pasien tak melakukan perlawanan sepenuhnya pada virus Corona. Lalu ketika virus mulai menyerang bagian paru-paru, pasien baru mulai menunjukkan gejalanya.
2. Virus tingkat rendah.
BACA JUGA :
Imun tubuh kuat putus rantai penularan Corona, ini penjelasannya
foto: pixabay
Tak jarang virus bertahan pada level yang rendah dalam tubuh, bahkan setelah sesorang dinyatakan sembuh dari suatu penyakit. Pendapat tersebut disampaikan Ebenezer Tumban seorang virolog dari Michigan Tech University.
Sebagai contoh, Virus Zika dan Virus Ebola diketahui bertahan selama berbulan-bulan setelah pulih. Setelah pengobatan antivirus berakhir, virus tersebut mungkin sudah mulai mereplikasi kembali namun pada tingkatan yang rendah. Pada fase ini tak akan ada cukup virus yang menyebabkan kerusakan jaringan, sehingga pasien tak akan merasakan gejalanya.
"Pada saat itu, virus pada pasien mungkin tidak terlalu menular," kata Johnson.
Ketika pasien mengalami batuk dan bersin, ia akan mengeluarkan partikel virus ke sekitarnya, namun orang-orang di dekatnya tidak akan ikut batuk dan bersin karena butuh kontak yang lebih intim untuk menyebarkan virus tingkat rendah tersebut.
3. Peran imun.
foto: pixabay
Virus yang bertahan dalam tubuh dapat memperoleh respons imun yang cukup untuk memberikan perlindungan terhadap infeksi paru-paru. Sebagai contoh, tubuh mempertahankan kekebalan terhadap virus Corona yang menyebabkan flu biasa hanya satu atau dua tahun.
Dan selalu ada kemungkinan bahwa Corona baru akan bermutasi ketika bergerak melalui populasi, dan berubah menjadi virus dengan versi yang tidak dapat dikenali oleh sistem kekebalan tubuh.
Reporter: Shofia Nida