Brilio.net - PENJARA BUKAN AKHIR SEGALANYA, tulisan itu tersemat di dinding tebal bangunan berarsitektur Belanda di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Yogyakarta. Tulisan ini seakan memberikan pesan tersirat, bahwa lapas tak sekadar tempat hukuman bagi para pelaku kejahatan. Di tempat ini lah, warga binaannya ditempa dengan berbagai keterampilan.
Siapa sangka, di balik tebal dan tingginya tembok lapas, tempat ini juga menjadi rumah produksi bakpia yang diberi nama Bakpia Mbah Wiro 378. Menyusuri setiap sudut ruang di dalam Lapas Wirogunan Yogyakarta, terlihat beberapa Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang sedang sibuk dengan aktivitas masing-masing.
BACA JUGA :
Resep bakpia isi kacang hijau pandan, lembut, enak, dan praktis
Setiap Senin, Rabu dan Jumat sore, di ruang workshop bakpia yang terletak di area dalam Lapas, tampak tujuh orang WBP tengah sibuk memproduksi bakpia. Di ruangan yang terbagi dua sisi itu, dua orang mengenakan kaus berwarna oranye sedang memanggang bakpia, sementara lainnya ada yang sedang membuat adonan dan menguliti bakpia.
foto: brilio.net/Dwiyana Pangesthi
BACA JUGA :
7 Cara bikin bakpia teflon isi keju, lezat dan bikin nagih
Lantaran jadi produk yang dijual di pasaran, para WBP ini tetap memperhatikan kualitas bakpia dengan menjaga higienitas. Dengan menggunakan masker, sarung tangan, dan hair cup layaknya seorang profesional, tangan-tangan mereka begitu terampil. Di ruangan berukuran sekitar 4x5 meter persegi ini, para WBP benar-benar fokus dan cekatan dalam membentuk kacang hijau.
Aroma harum kacang hijau tercium begitu kuat, apalagi saat menyaksikan bakpia yang masih dipanggang di atas alat panggang. Ketika mencicipinya, lidah pun dimanjakan dengan lembutnya bakpia. Rupanya bakpia itu benar-benar nikmat, menggambarkan tagline-nya yang tertulis pada kemasan kardus box-nya, enak, gurih, dan nagih.
foto: brilio.net/Dwiyana Pangesthi
Rasa ini juga sebanding dengan kualitas bahan yang tinggi serta cara pembuatannya yang higienis. Salah satu WBP, Iswanto bercerita sudah dua tahun lebih mengikuti program pembuatan bakery di Lapas Wirogunan. Berkat program yang dihadirkan tersebut, ia dan rekan-rekannya jadi memiliki keterampilan baru yang sebelumnya tidak dikuasai.
Dulu belum bisa, trus kita ikut pelatihan itu 2 kali yang diadakan di sini. Tapi sebelumnya udah ikut tapi ada pelatihan 2 kali trus kita pelatihan. Ya terus paham, ujar Iswanto saat ditemui brilio.net, Kamis (14/9).
Lebih kurang dalam sehari, pihak lapas mampu memproduksi 30-40 kotak yang setiap kotaknya berisi 20 bakpia. Untuk varian rasa sementara ini para WBP hanya menyediakan rasa kacang hijau. Hal ini karena keterbatasan yang harus dihadapi oleh WBP yang harus mencukupi pesanan.
Setiap harinya Iswanto dan teman-teman mulai bekerja rata-rata dari pukul 08.00 hingga pukul 15.00 WIB. Dalam momen-momen tertentu seperti Natal, Tahun Baru, dan liburan, mereka rela lembur sampai larut malam demi memenuhi antrean pesanan. Meski begitu pria 57 tahun ini mengaku senang lantaran bisa mendapat premi.
Jadi terbantu sekali, ya meskipun untuk ukuran di luar nominalnya kecil tapi keluarga senang, bangga. Kita meski menjalani seperti ini bisa sedikit meringankan yang di rumah, kita berbagi yang di rumah dari penghasilan premi ini, ucap Iswanto.
Bakpia buatan WBP ini disajikan untuk tamu hotel bintang lima.
foto: brilio.net/Dwiyana Pangesthi
Sementara Kepala Seksi Kegiatan Kerja Lapas Kelas II A Yogyakarta, Wachid Kurniawan memaparkan segmen pasar masih terbatas. Hanya saja produksi tetap berjalan sesuai dengan permintaan. Seiring berjalannya waktu, pesanan pun meningkat tak hanya dari kalangan pegawai dan keluarga Kemenkumham. Namun kini banyak masyarakat luar yang mulai mengenal bakpia oleh-oleh khas Lapas Wirogunan ini.
Bahkan bakpia buatan para narapidana ini juga telah bekerja sama dengan satu hotel bintang lima di Yogyakarta. Setiap hari Senin, Rabu, dan Jumat para WBP ini menyiapkan pesanan 1.000 pieces bakpia untuk Hotel Tentrem. Bakpia tersebut nantinya dihidangkan di setiap kamar di hotel tersebut. Untuk satu box bakpia rasa kacang hijau berisi 20 biji ini dibanderol dengan harga Rp25 ribu.
foto: brilio.net/Dwiyana Pangesthi
Kalau untuk beli hanya lewat pesan, kita belum ada di toko. Satu box ini Rp25 ribu isi 20. Kenapa kita jual murah karena kita orientasinya bukan bisnis tapi pembinaan, katanya.
Wachid mengungkapkan WBP yang aktif memproduksi bakpia juga mendapatkan premi atau bayaran setiap akhir bulan. Premi tersebut nantinya diharapkan bisa menjadi modal bagi para narapidana ketika menyelesaikan masa hukumannya.
Program kami premi sebagian itu dikasihkan sebagian ditabung. Di tabung itu diambilnya setelah pulang. Harapan kami setelah dia pulang, punya keterampilan dan punya modal, pungkasnya.
Arti di balik nama Bakpia Mbah Wiro 378.
foto: brilio.net/Dwiyana Pangesthi
Kepala Lapas Wirogunan Soleh Joko Sutopo menambahkan penamaan merek juga memiliki makna. Nama Mbah Wiro rupanya akronim dari penyebutan Lapas Wirogunan.
Nama Mbah Wiro sebagai wujud bahwa kami sudah menyatu dengan lapas ini. Karena Wirogunan ini adalah lapas tua, karena dibangunnya 1910-1917. Karena sudah sepuh makanya kan Mbah Wiro, terang dia.
Sementara angka 378 adalah salah satu pasal dalam KUHP tentang penipuan. Sehingga dinilai memiliki keunikan tersendiri jika digunakan untuk bakpia yang dibuat oleh para WBP Lapas Wirogunan.
Ia menjelaskan bahwa produksi bakpia ini bukan semata-mata untuk Lapas, namun kegiatan ini adalah upaya Lapas melakukan pembinaan semaksimal mungkin kepada para narapidana agar lebih siap dan diterima masyarakat ketika keluar nanti.
Saya yakin stigma masyarakat masih dalam tanda kutip kurang baik ketika itu eks narapidana. Padahal ya kami sudah maksimal dalam pembinaan supaya mereka bisa kembali ke masyarakat diterima masyarakat dengan baik, tegasnya
Sekadar informasi, kini Lapas bekerja sama dengan Kelurahan Gunungketur tengah mengemas program Wisata Lapas di Lapas Kelas IIA Yogyakarta. Di mana pengunjung akan diajak berkeliling lapas, belajar sejarah, dan menikmati kegiatan pelatihan warga binaan dalam membuat bakpia.