1. Home
  2. »
  3. Jalan-Jalan
2 November 2023 21:44

Bangunan ini berdiri 1930, karena keunikannya disebut candi, dibangun demi hindari kerja paksa

Bangunan yang disebut candi ini berada di tengah kota Jogja, tepatnya Jalan Jogonegaran, Pringgokusuman, Gedong Tengen. Anindya Kurnia
foto: brilio.net/Anindya Kurnia

Brilio.net - Dikenal sebagai kota yang kaya akan peninggalan sejarah dan budaya, Yogyakarta memang menyimpan berbagai misteri yang menarik untuk dikulik. Peninggalan sejarah tersebut perlu dipelajari untuk mengetahui cerita-cerita yang banyak dilupakan dan tergerus perkembangan zaman.

Salah satu peninggalan sejarah yang paling banyak ditemui di Jogja adalah candi. Di mana cagar budaya itu kerap kali berhasil menggaet banyak wisatawan lokal maupun mancanegara, khususnya yang menyukai wisata sejarah dan ingin melihat megahnya bangunan candi.

BACA JUGA :
Pesona Negeri Kahyangan, penghubung desa yang kini jadi spot Instagramable di lereng Merbabu


Diketahui bahwa candi biasanya merujuk pada sebuah bangunan keagamaan sebagai tempat ibadah peninggalan masa lampau atau purbakala yang berasal dari peradaban Hindu-Buddha. Namun berbeda dengan candi yang berada di tengah kota Jogja, tepatnya Jalan Jogonegaran, Pringgokusuman, Gedong Tengen ini.

foto: brilio.net/Anindya Kurnia

BACA JUGA :
Nawang Jagad, spot wisata alam nikmati keindahan sang Merapi

Pasalnya bangunan yang bernama Candi Donotirto tersebut ternyata memiliki fungsi yang berbeda dari candi pada umumnya. Karena bangunan yang disebut candi ini adalah sebuah sumber air yang biasa digunakan warga sebagai tempat pemandian umum.

Seperti Brilio.net saksikan padaMinggu (29/10), di tengah hiruk pikuk warga Yogyakarta dengan berbagai aktivitasnya, tampak beberapa orang sedang menenteng ember kecil yang berisi alat-alat mandi. Bahkan ada yang membawa ember besar berisi tumpukan pakaian dan handuk yang tersampir di bahu. Mereka terlihat menuruni tangga kecil, menuju bangunan yang memiliki bentuk ukiran dan berbahan dasar batu hitam yang memang mirip dengan candi pada umumnya.

Itulah mengapa tempat pemandian umum ini disebut dengan 'candi'. Menurut ketua RKB (Rintisan Kelurahan Budaya) Pringgokusuman, Wahyu Susanto, Candi Donotirto diinisiasi pada masa Sultan Hamengku Buwono VII. Namun pembangunannya baru terlaksana pada masa Sultan Hamengku Buwono VIII sekitar tahun 1930. Bangunan ini juga sempat mengalami pemugaran pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono ke IX.

foto: brilio.net/Anindya Kurnia

Wahyu Susanto menceritakan asal usul nama Candi Donotirto yang berasal dari kata 'Dono' yang berarti Dana dan 'Tirto' yang memiliki arti 'Air'. Sehingga maksud dari nama Candi Donotirto sendiri merupakan tempat sumber air. Meski menjadi tempat pemandian umum, Candi Donotirto tidak memiliki pintu. Hanya saja dibatasi oleh tembok yang menjadi sekat untuk area wanita dan pria.

"Candi itu ada 14 pancuran, 7 laki dan 7 perempuan. Itu artinya dalam Bahasa Jawa tujuh itu 'pitu'. Kalau orang jaman dulu 'pitu' maksudnya adalah 'pitulungan' yang artinya penolong," kata Wahyu.

foto: brilio.net/Anindya Kurnia

Wahyu juga menceritakan kisah dibangunnya Candi Donotirto yang merupakan hasil negosiasi antara Sri Sultan Hamengku Buwono ke VII dengan penjajah Belanda, guna memudahkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun ternyata, Candi Donotirto tak hanya sebagai sumber air warga, tetapi juga menjadi tempat menghindari kerja paksa zaman penjajahan.

Candi Donotirto dimaksudkan agar masyarakat senantiasa memperoleh kedamaian dan kesejahteraan dalam hidupnya. Karena memperoleh aliran sungai yang melewati Masjid Agung Kauman, Alun-alun Utara, dan ke arah selatan Tamansari hingga bermuara menuju laut selatan.

"Jadi dibangun oleh Sri Sultan sebagai bentuk kepedulian terhadap warga. Karena pada zaman itu masih masa penjajahan. Warga banyak yang kesulitan mendapatkan air untuk mandi dan cuci. Area sini dulu ada kali besar, namun oleh penjajah tidak boleh digunakan oleh masyarakat. Jadi disebut kali larangan. Kali larangan sendiri merupakan sumber air yang berasal dari aliran sungai Buntung dari Gunung Merapi," jelas Wahyu.

foto: brilio.net/Anindya Kurnia

Kata Wahyu, dulunya Candi Donotirto memiliki bangunan pendek, namun mengalami pemugaran oleh Sri Sultan Hamengku Buwono ke IX menjadi lebih tinggi. Hal ini dimaksudkan agar saat warga sedang melakukan hajat di Candi Donotirto tidak terlihat dari jalan. Karena seperti yang diketahui bahwa Candi Donotirto berada lebih rendah dari jalan utama.

Selain itu, Candi Donotirto juga memiliki keistimewaan, yaitu airnya yang tak pernah surut meskipun musim kemarau panjang. Hal ini diungkapkan oleh Yoes Koesdarto, yang sudah mengelola Candi Donotirtosejak 2005.

"Malah jernih pas musim kemarau. Nah, pas musim hujan malah jadi agak keruh karena kan saluran airnya banjir," katanya.

foto: brilio.net/Anindya Kurnia

Yoes juga mengatakan Candi Donotirto merupakan pemandian umum, namun tak mematok biaya. Hanya saja, disediakan kotak tempat infak bagi yang ingin membayar secara sukarela.

"Nggak bayar disini, cuma bayar seikhlasnya. Uangnya untuk pemeliharaan, kebersihan, sama perawatan saja," lanjut Yoes.

Karena keistimewaannya itu, Candi Donotirto didaftarkan sebagai BCB (Bangunan Cagar Budaya) sejak 2015. Ini bertujuan untuk mengamankan, menjaga, dan melestarikan bangunan peninggalan sejarah di kota Yogyakarta. Tak hanya itu saja, Candi Donotirto juga menjadi tempat sejarah yang digunakan warga sekitar untuk melaksanakan ritual budaya setiap tanggal 8 Suro.

Wahyu Susanto mengungkapkan bahwa selama 5 tahun terakhir, masyarakat kelurahan Pringgokusuman selalu melakukan ritual budaya yang disebut dengan Kenduri Jenang Suran. Kenduri Jenang Suran merupakan acara rutin tahunan yang dimaksudkan sebagai tanda rasa syukur kepada Allah SWT, atas keberkahan dan kelimpahan rezeki bagi masyarakat Pringgokusuman.

foto: brilio.net/Anindya Kurnia

"Saat upacara kenduri Jenang Suran, Candi Donotirto juga menjadi tempat pengambilan air suci yang disebut Banyu Tirto Wening. Tirto Wening ini akan disandingkan sama jenang suran. Makanya masyarakat akan berjalan membawa keduanya untuk diarak keliling kampung," jelas Wahyu.

"Nah, start-nya dari Donotirto dan finish di Ndalem Notoyudan. Semua warga ikut, mereka pakai pakaian adat dan berbagai macam kostum sesuai kreatifitas masing-masing," pungkasnya.

Upaya pelestarian budaya dan menjaga peninggalan sejarah masyarakat Pringgokusuman ini lah yang membuat Candi Donotirto tetap kokoh berdiri. Bahkan hingga saat ini masih digunakan oleh warga sebagai tempat pemandian umum dan sumber air yang memiliki sejarah perjuangan.

SHARE NOW
EXPLORE BRILIO!
RELATED
MOST POPULAR
Today Tags