Brilio.net - Jarum sudah menunjukkan pukul 10 lewat, sudah lebih dari tiga jam sejak wisata Goa Cerme dibuka, namun tak ada satupun wisatawan yang datang berkunjung. Sudah satu tahun dibuka sejak penutupan karena pandemi Covid-19, Goa Cerme sampai saat ini masih sepi pengunjung. Minimnya sarana dan prasarana serta akses yang sulit, ditengarai jadi penyebab utama tempat ini tak dilirik lagi.
Salah satu anggota Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) dan koordinator Goa Cerme, Paijan, menjelaskan sepinya kunjungan wisata ke Goa Cerme diakibatkan oleh akses jalan yang kurang bagus dan lahan parkir yang sempit.
BACA JUGA :
Penampakan jembatan gantung di Bandung ini goyang-goyangnya bikin kaki gemetar
"Kalau menurut saya pribadi, jalan kurang lebar. Itu tempat parkir belum ada. Jadi itu merangsang (pikiran) pengunjung kalau tempat itu (Goa Cerme) berbahaya," ujar Paijan saat ditemui brilio.net di Goa Cerme, Senin (8/1).
foto: Brilio.net/Hapsari Afdilla
BACA JUGA :
Menjelajah pesona tersembunyi air terjun Kalipancur di pelosok Semarang
Jarak tempuh dari pusat kota Jogja menuju Goa Cerme sekitar 23,5 kilometer dengan estimasi perjalanan sekitar 48 menit. Walau pemandangan sepanjang jalan cukup indah, namun tak berlaku untuk akses jalannya. Jalan yang dilalui untuk sampai ke sana harus naik turun dan berkelok.
Bagi wisatawan yang menggunakan mobil atau minibus juga perlu berhati-hati, sebab jalan sempit dan berlubang dapat menimbulkan masalah. Saking sempitnya, pengunjung yang datang menggunakan mobil harus membunyikan klakson agar tidak berpapasan dengan mobil lain di tengah jalan.
"Pernah ada pengunjung dari Jakarta naik mini bus, karena berpapasan (mobil lain) kan, jadi mundur sampai mentok itu. Jadi kapok," ungkapnya.
"Sistemnya dibel dulu, karena nanti mobil nggak kelihatan," lanjutnya.
foto: Brilio.net/Hapsari Afdilla
Kawasan wisata Goa Cerme terletak di antara dua wilayah administratif yaitu Dusun Srunggo, Kelurahan Selopamioro, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul dan Dusun Ploso, Kelurahan Giritirto, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunung Kidul. Karena kondisi tersebut, biaya retribusi yang dikenakan yaitu Rp 6.000 dengan pembagian 50:50 untuk Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul.
"Di sini ada dua wilayah, yang pertama adalah halaman ini termasuk wilayah Kabupaten Bantul. Kemudian kalau goa-nya itu sudah milik Kabupaten Gunung Kidul. Jadi kan ada dua Perda (peraturan daerah). Makanya ada dua karcis," ujar Suherman, selaku Pengurus dari Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul.
Pengelolaan objek wisata diambil alih sepenuhnya oleh Pemerintahan Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul. Meski begitu, untuk penarikan uang retribusi dilakukan dari Pemerintahan Kabupaten Bantul.
"Namun dulu kan di sana penarikannya Gunung Kidul. Karena Pemerintahan Kabupaten Bantul merasa gimana ya. Akhirnya berunding, (retribusi) sekalian di sini aja," jelas Suherman.
foto: Brilio.net/Hapsari Afdilla
Keberadaan dualisme dalam pengelolaan Goa Cerme menjadi penghambat dari pengembangan objek tersebut. Paijan mengatakan, pihak Pokdarwis sudah melapor kepada instansi terkait seperti Kelurahan dan Dinas Pariwisata Bantul. Sayang, apa yang diharapkan tidak sesuai ekspektasi.
"Sini sudah laporan. Dari dulu sudah diajukan, cuman gitu-gitu aja. Istilahnya nggak cekatan diperbaiki. Alasannya ini milik provinsi," jelas Paijan.
Hampir setiap tahun Pokdarwis mengusulkan perbaikan jalan kepada pemerintah. Bahkan setiap ada pertemuan dengan pemangku kepentingan, mereka akan bertanya soal usulan yang sudah disampaikan. Namun, lagi-lagi belum ada kabar baik dari pihak pemerintah.
"Setiap ini dapat panggilan ke kantor selalu dibahas. Sekarang kok sepi, nggak ada pengunjung, ini jalan perlu perbaikan tapi nggak direspon," terang Paijan.
foto: Brilio.net/Hapsari Afdilla
Paijan, selaku pemandu susur goa membandingkan data pengunjung wisata saat ini dan sebelum Pandemi. Saat ini jumlah pengunjung yang datang per minggunya tidak menentu, bisa jadi ratusan ataupun puluhan. Sementara sebelum covid, pengunjung yang datang bisa sampai 100 orang per hari.
"(Sebelum pandemi) masih rame. Kadang sehari 100 orang. Tapi semenjak pandemi sepi. Kadang-kadang satu minggu itu 100, kadang 30 orang," ungkapnya.
Paijan juga menambahkan, dalam satu hari dia bisa 10 kali mengantar wisatawan susur Goa Cerme. Namun sekarang bisa kurang dari 5 kali.
"Dulu itu saya capek. Dulu seharian itu lima kali (sampai) 10 kali (antar pengunjung susur goa). Sekarang satu kali udah nggak ada yang muncul lagi," tutur Paijan.
Pernyataan Paijan juga didukung oleh data dari Pariwisata Kabupaten Bantul tahun 2020. Brilio.net merangkum dari pariwisata.bantulkab.go.id, Senin (15/1), jumlah pengunjung pada 2019 mencapai 6.828 orang, sementara 2020 yaitu 645 orang. Penurunan dari 2019 ke 2020 mencapai 10 kali lipat.
foto: Brilio.net/Hapsari Afdilla
Faktor lain penyebab sepinya pengunjung Goa Cerme dikarenakan menjamurnya tempat wisata di Kabupaten Bantul. Hanya orang-orang tertentu yang biasanya datang ke objek wisata dengan daya tarik goa. Itu sebabnya Goa Cerme termasuk golongan wisata minat khusus.
"Karena Bantul itu kebanyakan wisata, kan tinggal milih kan. Kalau sini kan jalannya aja kayak gitu, mending yang lain. Risiko. Jadi saya bilang wisata minat khusus kan itu. Kalau yang senang di goa ya mungkin ke sini," ujar Paijan.
Menurut Suherman, ada tiga tipe pengunjung wisata Goa Cerme. Pertama, mereka yang datang karena ingin belajar dan melakukan penelitian seperti pelajar. Kedua, mereka yang ingin melakukan perjalanan spiritual seperti bertapa di dalam goa. Dan, ketiga yaitu mereka yang memang senang dan penasaran dengan pemandangan Goa.
foto: Brilio.net/Hapsari Afdilla
Terlepas dari kekurangan yang dimiliki objek wisata Goa Cerme, tempat ini sebetulnya memiliki banyak keindahan alam yang sulit ditemukan di kota besar. Salah satu keunikan Goa Cerme yaitu keberadaan Sendang Cemethi, sebuah mata air yang diyakini memiliki khasiat ajaib bagi yang mengunjunginya.
Selain bisa mengunjungi sumber mata air, pengunjung dapat menyusuri keindahan di dalam goa yang menyajikan formasi batuan stalaktit dan stalakmit yang unik dan menarik. Berbeda dengan Goa Pindul, di sini penelusuran dilakukan dengan cara berjalan kaki sambil dipandu oleh pemandu wisata.
Goa yang ditemukan pada 1014 ini juga kaya akan sejarah terkandung di dalamnya. Beberapa peninggalan sejarah bisa ditemui di goa yang mulai dijadikan objek wisata sejak 1980-an itu. Salah satunya ialah Watu Kaji, sebuah batu berbentuk labu yang dulunya menjadi tempat duduk Wali Songo untuk bermusyawarah.
foto: Brilio.net/Hapsari Afdilla
Pengelola Goa Cerme terus berusaha untuk menarik wisatawan, baik dalam negeri maupun luar negeri. Salah satunya adalah meningkatkan fasilitas agar pengunjung merasa nyaman.
Beberapa fasilitas yang tersedia antara lain toilet umum, musala, warung makan, tempat duduk untuk bersantai, pendopo untuk mengadakan pertemuan, sampai warung makan. Pengelola wisata juga menyiapkan peralatan bagi wisatawan yang ingin susur goa.
"Helm sementara ini Rp 5.000, sepatu boot Rp 10 ribu, dan senter Rp 5.000. Totalnya Rp 20 ribu. Nanti ditambah pengunjung kalau di bawah 15 orang itu Rp 60 ribu, kalau di atas 15 orang itu per orangnya Rp 5.000," kata Paijan.