Brilio.net - "Sesuk ning tlatah Temon kene bakal ono wong dodolan camcau nang awang-awang. Tlatah Temon kene bakal dadi susuhe kinjeng wesi."
Begitulah narasi dalam Bahasa Jawa yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat acara groundbreaking pembangunan bandara baru Yogyakarta di Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo pada Januari 2017 lalu.
Konon, narasi itu merupakan Sabda Leluhur Jangka Jayabaya, raja era Majapahit yang terkenal dengan ramalan tentang masa depan Pulau Jawa. Menurut narasi yang dibacakan Presiden Jokowi itu, kawasan Temon, Kulon Progo akan menjadi 'susuhe kinjeng wesi' atau yang berarti sarang capung besi. Adapun capung besi yang dimaksud adalah pesawat terbang.
"Glagah bakal dadi mercusuaring bawono," tambah Jokowi. Maksudnya, Glagah, desa tempat dibangunnya bandara akan menjadi mercusuar dunia.
Kini, dua tahun telah berlalu, proyek pembangunan bandara baru Yogyakarta di Kulon Progo hampir selesai. Jelang mudik Lebaran Juni lalu, bandara tersebut bahkan telah beroperasi meski belum seratus persen.
Pada Senin (6/5) pagi, Pesawat Citilink nomor penerbangan QG-132 terbang dari Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta resmi menjadi pesawat pertama yang mendarat di landasan bandara baru Yogyakarta International Airport atau yang sering disingkat dengan Bandara YIA. Beroperasinya YIA membawa kesan tersendiri bagi para penumpang yang telah mencicipi bandara yang letaknya hanya seratus meter dari bibir pantai selatan Jawa itu.
BACA JUGA :
Kuta Gede
foto: yusuf harfi/brilio.net 2019
Seperti halnya Yoga Dwi Pandaya, pria berusia 23 tahun itu tengah diselimuti perasaan bahagia. Setelah berbulan-bulan mencari rezeki jauh meninggalkan sanak keluarga, ia berkesempatan kembali ke kampung halamannya di Kulon Progo.
Kepulangannya itu begitu terasa istimewa. Itulah kepulangan pertamanya sejak mengadu nasib di Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan sejak setahun terakhir. Kebahagiaan itu semakin bertambah ketika ia tak harus jauh-jauh turun di Bandara Adisutjipto yang lokasinya mencapai lebih dari 35 kilometer dari rumahnya.
Yoga terbang dari Bandara Syamsudin Noor, Banjarmasin, Minggu (1/7) pagi waktu setempat. Sebelum menuju Yogyakarta, ia harus transit terlebih dahulu di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. Jelang mendarat, gulungan ombak pantai selatan dan indahnya Pegunungan Menoreh menyambut Yoga dan penumpang lain dari dalam kabin.
"Saat mau landing kita disuguhi pemandangan Pantai Glagah dan Pegunungan Menoreh di kiri dan kanan kabin. Pengalaman jadi berbeda, dibanding saat mendarat di Adisutjipto yang terlihat hanya bangunan sesak Kota Jogja," kisah Yoga saat berbincang santai dengan brilio.net beberapa waktu lalu.
Sebagai warga asli Kulon Progo, Yoga sebenarnya terkadang masih tak percaya kawasan pesisir pantai selatan yang dulunya merupakan lahan palawija berpasir itu kini telah berdiri sebuah bandara udara megah. Ia turun dari garbarata memasuki terminal kedatangan domestik pukul 17.30 WIB. Keluarganya telah menyambutnya tepat di depan pintu kedatangan domestik.
"Rasanya belum lama lokasi itu masih area sawah berpasir, tapi kini sudah menjadi sebuah bandara megah di pinggir Pantai Glagah," ujarnya.
BACA JUGA :
Pengkhianatan di Mergangsan
foto: yusuf harfi/brilio.net 2019
Yoga hanyalah salah satu dari sekian banyak orang yang telah menantikan beroperasinya bandara internasional baru Yogyakarta selama bertahun-tahun. Seperti diketahui, wacana pembangunan bandara internasional baru di Kulon Progo telah menjadi perbincangan warga Yogyakarta sejak hampir sepuluh tahun lalu.
foto: yusuf harfi/brilio.net 2019
Terlepas dari sejumlah konflik yang terjadi, bandara baru Yogyakarta di Kulon Progo digadang-gadang dapat menggantikan peran Bandara Adisutjipto yang telah beroperasi sejak 1942 silam.
Rencana pembangunan bandara internasional baru di Kulon Progo mengemuka sejak Bandara Adisutjipto tak lagi mampu menghadapi lonjakan penumpang dari dan menuju Kota Gudeg yang meningkat setiap tahun. Data dari PT Angkasa Pura I mengungkapkan bahwa kapasitas maksimum bandara milik TNI Angkatan Udara itu sebenarnya hanya 1,8 juta penumpang per tahun. Namun, seiring meningkatnya kunjungan ke Yogyakarta, bandara itu bahkan telah melayani 7,8 juta orang per tahun.
foto: yusuf harfi/brilio.net 2019
Faktor Yogyakarta sebagai destinasi wisata dan juga destinasi pendidikan disebut-sebut sebagai pemicu utamanya. Kepadatan Bandara Adisutjipto itu pun diamini oleh Yoga. Menurutnya, Bandara YIA jauh lebih nyaman dari segi ruang tunggu dan fasilitas.
"Yang paling jelas membedakan bandara YIA dengan Adisutjipto dalah kapasitas bandara, seringkali jika kita hendak ke ruang tunggu di Adisutjipto penuh sesak karena memang kapasitasnya sedikit. Berbeda jika di YIA, kapasitas ruang tunggu dan juga fasilitasnya lebih luas dan lengkap," tutur Yoga.
foto: yusuf harfi/brilio.net 2019
Sebagai perbandingan, Bandara YIA memiliki luas total sebesar 210 ribu meter persegi atau hampir 13 kali lebih luas dibanding Bandara Adisutjipto. Kapasitas penumpang Bandara YIA pun jauh lebih besar, yakni mencapai 14 juta penumpang per tahun.
Menurut pantauan brilio.net, Sabtu (1/7), kini Yogyakarta International Airport telah beroperasi meskipun pembangunannya kini masih tengah berjalan. Sejumlah alat berat masih terus berlangsung demi mengejar target akhir 2019 bandara ini akan beroperasi penuh, baik operasional domestik maupun internasional.
Tiba di pintu masuk Bandara YIA, sebuah papan nama besar bertuliskan Yogyakarta International Airport telah terpampang tepat di pinggir Jalan Raya Wates-Purworejo. Menariknya, tampak sejumlah orang yang kebetulan melintas menyempatkan turun dari kendaraan hanya untuk mengambil foto selfie di depan papan nama tersebut.
foto: yusuf harfi/brilio.net 2019
Memasuki area bandara, kawasan hijau tengah disiapkan agar nantinya bandara ini tidak terlalu panas. Area parkir luas pun sudah tersedia untuk menampung kendaraan penumpang maupun para pengunjung.
Selain luas dan megah, Bandara YIA juga dilengkapi dengan sejumlah fasilitas yang memberikan kenyamanan bagi penumpang. Proyek kereta bandara kini tengah dikerjakan untuk akses dari dan ke bandara, terutama menuju pusat Kota Yogyakarta. Sebuah jalur kereta melayang tengah disiapkan menyambung ke jalur kereta api lama yang letaknya kurang lebih dua kilometer dari Bandara YIA.
Mengejar target beroperasi penuh pada akhir 2019, proyek pembangunan masih terus dilanjutkan. Beragam fasilitas dan akses menuju bandara terus ditingkatkan demi terwujudnya bandara internasional yang benar-benar representatif bagi masyarakat Yogyakarta. Sabda Leluhur yang dielu-elukan di awal jangan sampai hanya menjadi pemanis, melainkan semangat untuk meningkatkan kemakmuran untuk masyarakat luas. Semoga.