Warisman, salah satu juru kunci Masjid Gedhe Mataram menerangkan kalau kompleks pemakaman menjadi destinasi peziarah yang cukup ramai. Baik domestik, maupun mancanegara, kompleks pemakaman para bangsawan ini menjadi salah satu destinasi wisata ziarah di Yogyakarta.
"Kompleks pemakaman memang sudah tersohor kemana-mana. Tapi biasanya, sebulan sebelum Ramadhan tiba, yaitu bulan Sya'ban itu ada istilahnya di dalam bahasa Jawa itu Nyadran, tradisi mendoakan atau penghormatan kepada leluhur yang sudah meninggal. Yang ziarah juga biasanya ramai di bulan Muharram. Itu kan 1 Suro, bulan-bulan mulia. Sehingga banyak yang ziarah," terang Warisman.
BACA JUGA :
Cerita di balik Masjid Gedhe Mataram Kotagede gelar salat tarawih jam 2 dini hari
foto: Brilio/Ikhlas Alfaridzi
Namun di luar itu, ada fakta unik tentang masjid ini. Masjid Gedhe Mataram justru secara wilayah bukan merupakan bagian dari Kapanewon Kotagede saat ini. Masjid yang usianya sudah ratusan tahun ini beralamat di Dusun Sayangan, Jagalan, Kec Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
BACA JUGA :
Dibalik ramainya kuliner tahu pong Mbah Tini, dari gubuk kecil dikenal sampai Swiss
Gaya Arsitektur Masjid yang Unik Karya Seni Abad ke-16.
Jika menilik lagi, Masjid Gedhe Mataram punya desain yang unik sebagai tempat ibadah kaum Muslim. Pasalnya, pada bagian luar masjid ini dikelilingi oleh pagar tembok yang punya ukiran bercorak Hindu. Tak ayal, jika kamu berkunjung untuk pertama kali, kamu mungkin akan mengira sekilas tempat ini tampak seperti tempat ibadah umat Hindu. Hal ini tentu jadi membingungkan jika kamu tidak tahu alasannya.
foto: Brilio/Ikhlas Alfaridzi
Konon, diceritakan oleh Warisman, ketika Ki Ageng Pemanahan turut membantu anaknya membangun masjid ini, di perjalanan dirinya bertemu dengan kelompok masyarakat beragama Hindu. Mereka kemudian hendak ikut membantu Ki Ageng Pemanahan dalam membangun berbagai ornamen luar masjid ini.
"Waktu itu Islam masih akan mulai disebarkan di wilayah sini, masyarakatnya masih banyak yang beragama Hindu-Buddha. Walaupun gitu, mereka tetap hidup rukun bahkan waktu Ki ageng Pemanahan ingin membangun masjid, mereka turut membantu," ujar Warisman.
foto: Brilio/Ikhlas Alfaridzi
Sementara itu, bisa dibilang bangunan utama dari Masjid ini adalah buah dari kemegahan karya seni pada abad ke-16. Bangunan Masjid ini juga dibangun dengan konsep yang mempunyai filosofi dan mengandung makna di dalamnya.
"Landasan idealnya itu bernama Catur Gotro Tunggal, Catur itu empat, Gotro itu wujud, Tunggal menjadi satu. Empat wujud menjadi satu itu kerajaan, masjid, alun-alun, sama pasar. Jadi masjid ini fungsinya itu tadi, sebagai landasan kesultanan Islam," kata Warisman yang mengaku sudah menjadi juru kunci di Masjid Gedhe ini sejak 2013 lalu.
Pada hari-hari biasa, masjid ini terbuka untuk umum. Banyak warga sekitar masjid yang memang menjadikan Masjid Gedhe Mataram ini sebagai tempat ibadah lima waktu. Selain itu, situs pemakanan raja-raja bisa diakses dengan mengikuti prosedur administrasi dari para abdi dalem yang berjaga.