Brilio.net - Selain terkenal sebagai kota kuliner gudeg, Yogyakarta juga dengan keberadaan angkringannya yang sudah menjamur di berbagai sudut kota. Bahkan, di seluruh kabupaten di sekitar Kota Jogja.
Angkringan atau dikenal juga dengan sebutan warung nasi kucing ini di Jogja sendiri sudah ada sejak tahun 1950-an silam. Semenjak saat itu hingga kini siapapun yang pernah atau sedang tinggal di Jogja pasti sempat mengunjungi warung yang biasanya mulai beroperasi saat petang tiba.
BACA JUGA :
Rujak Es Krim Pak Nardi, pionir rujak es krim di Jogja
Tempat kuliner merakyat ini mudah ditemukan karena posisinya yang lebih banyak berada di pinggir jalan. Biasanya angkringan yang banyak terlihat saat ini berupa sebuah gerobak dorong yang dilengkapi dengan terpal dan beberapa kursi bagi pelanggan.
Namun, ada juga yang berkonsep unik. Angkringan Tobat, namanya. Angkringan itu hadir menyerupai kafe.
BACA JUGA :
Segarnya Es Campur Gerjen, melegenda sejak era 80an
foto: brilio.net/Annisa A Hapsari
Pemilihan nama yang unik serta konsep yang berbeda, membuat penasaran banyak orang. Brilio.net pun akhirnya menyambangi tempat makan yang berada di daerah Condongcatur atau tepatnya di Jalan Sukoharjo RT O1/RW 08, Sanggrahan, Condongcatur, Depok, Yogyakarta untuk menjawab rasa penasaran itu.
Meski lokasinya tidak berada di pusat kota, tetapi angkringan yang sudah berdiri sejak Oktober 2015 ini tidaklah sulit untuk ditemukan. Dari kejauhan sudah terlihat plang berukuran besar dengan tulisan "Angkringan Tobat, Berdiri Sejak Mendapat Hidayah."
foto: brilio.net/Annisa A Hapsari
Bangunan angkringan didominasi bambu. Mulai dari kerangka bangunan hingga kursi dan meja bagi pengunjung semua terbuat dari bambu dengan hiasan mural berwarna hitam pada bagian dindingnya. Berbagai pilihan menu makanan dan minuman juga dapat terlihat dari luar.
foto: brilio.net/Annisa A Hapsari
Sesuai dengan nama dan slogannya yang unik, angkringan yang buka tiap hari pukul 10.00-24.00 ini merupakan bisnis yang digeluti Fandi Ahmad setelah mendapatkan hidayah saat beribadah salat. Pria berusia kepala tiga ini memilih membuka usaha angkringan karena melihat budaya ngangkring atau nongkrong yang sering dilakukan masyarakat Jogja terutama mahasiswa.
Menurut penuturan Adi, asisten manajer Angkringan Tobat, dengan target pembeli mahasiswa, maka dipilihlah konsep angkringan modern yang luas. Selain itu juga dilengkapi dengan colokan listrik untuk ngecas, TV, dan akses internet gratis berkecepatan hingga 40 Mbps. Dengan konsep ini diharapkan membuat pengunjung nyaman.
"Dulu akses internetnya cuma 10 Mbps, masih bayar lagi. Nah sekarang biar lebih menarik mahasiswa dibuat gratis terus lebih cepet sampai 40 Mbps," jelas Adi, saat ditemui brilio.net pada Kamis, (15/3).
foto: Instagram/@angkringantobat
Penggabungan dua konsep antara angkringan dan kafe ini sekaligus ikut menjaga budaya ngangkring agar tidak hilang. Agar ciri khas angkringan tidak hilang, pemilik mengadaptasi menu makanan khas angkringan seperti, nasi kucing, gorengan, sate usus, sate telur puyuh dan keripik.
"Yang ngebedain itu ya tempat sama pilihan menunya mbak. Kan kalau di angkringan biasanya menunya cuma itu-itu aja, kalau di sini banyak mbak pilihannya," lanjut Adi. "Tempatnya juga lebih luas lagi, kadang suka dipakai buat nonton bareng juga kok disini mbak."
foto: Instagram/@angkringantobat
Meski target pembeli adalah mahasiswa, tapi kenyataannya angkringan ini juga dikunjungi pembeli keluarga, orang kantoran, dan anak SMA. Bahkan, vokalis Sheila on 7, Duta, pun kerap datang ke sini. Duta mempunyai menu andalan berupa mangut ikan pari dan ikan manyung yang jarang ditemukan di daerah perkotaan.
Angkringan ini biasanya mendapat suplai kedua jenis ikan tersebut masing-masing dari Demak dan Pekalongan. Kini angkringan milik alumnus UGM ini juga mulai menyediakan menu kopi yang terbuat dari biji-biji kopi nusantara.
foto: brilio.net/Annisa A Hapsari