Brilio.net - Liburan tentunya adalah waktu di mana kita melepaskan diri dari segala penat akibat segala kesibukan sehari-hari. Tapi apa jadinya jika saat liburan kita malah jadi sengsara dan bahkan bikin kapok! Begitulah pengalaman yang pernah dirasakan oleh Rahma (24) beserta ketiga temannya saat berlibur ke Karimun Jawa.
Berawal dari godaan agen-agen wisata yang menawarkan keindahan Karimun Jawa, Rahma bersama ketiga temannya memutuskan untuk berlibur di sana selama tiga hari. Sebagai cewek yang memang sangat gemar berenang tentu hari-hari keberangkatan pada 11 Agustus 2014 yang lalu adalah hari yang telah ditunggu-tunggunya.
"Berangkat dari Jogja kami naik travel ke Jepara. Kami berangkat tanggal 10, jam 23.00 karena menurut info katanya kapal dari Pelabuhan Kartini akan berangkat jam 6 pagi," ujar Rahma kepada brilio.net melalui layanan story telling bebas pulsa ke 0-800-1-555-999, Selasa (8/3)
BACA JUGA :
Pengalaman pahit Mia, nyaris jadi korban pedofil saat kelas 2 SD
Mereka sampai di Jepara pukul 03.00 dini hari. Mau tidak mau mereka harus tidur di emperan pelabuhan menunggu kapal berangkat yang dijadwalkan pukul 06.00. Namun ternyata kapal baru berangkat pada pukul 11.00 siang, jadilah mereka berempat harus menggembel lagi di pelabuhan hingga siang.
Kapal yang dinaiki Rahma beserta empat kawannya adalah kapal cepat Bahari Ekspress dengan waktu tempuh dua jam saja. Namun tidak disangka ternyata itu adalah dua jam paling menyiksa dalam hidup Rahma. Ombak yang besar membuat kapal yang berisi 300 orang tersebut hampir semuanya mabuk laut hingga lemas.
"Aku lihat ya hampir semua pada mabuk laut. Yang nggak tuh cuma bule-bule traveler yang udah canggih-canggih gitu gaya travelingnya. Ditambah lagi, plastik kresek hitam itu kan bau ya, jadi bukannya berhenti malah muntahnya menjadi-jadi," kenangnya
Sampai di Karimun mereka memutuskan untuk langsung check in homestay dan tidur sepanjang siang hingga menjelang maghrib. Hari pertama pun dihabiskan dengan cukup sia-sia oleh mereka yang terlanjur kecapekan. Hari kedua mereka lewati dengan lancar saja, namun waktu itu sudah ada kabar bahwa kapal tidak bisa datang karena cuaca buruk. Rahma yang masih pulang keesokan harinya pun tidak khawatir.
Namun ternyata cuaca tidak berpihak pada mereka. Hari ketiga mereka ternyata belum bisa pulang karena cuaca masih buruk. Mereka tentunya mulai panik, apalagi setiap hari di sana mereka harus makan ikan karena susah menemukan sayur sehingga membuat sembelit. ATM juga hanya ada satu itupun saat listrik menyala pasti langsung selalu diserbu turis-turis. Sehingga mesin ATM sudah kosong karena kehabisan uang.
"Jadi kami harus hemat uang, tiap hari makan cuma pakai lauk gorengan. Itu saja bakwan satu biji harganya Rp 2000. Untungnya di sana itu setiap rumahnya punya pohon jambu air dan kebetulan sedang berbuah. Jadilah tiap lapar pasti minta jambu sama warga di sana," lanjut wanita lulusan FIK UNY tersebut sambil tertawa.
Hari keempat mereka masih belum tahu bagaimana nasib mereka. Sampai pada hari kelima mulai ada pencerahan saat mereka bertemu dengan Pak Andi, seorang nelayan yang memiliki kapal kecil. Mereka boleh menebeng kapal syaratnya harus diam-diam karena jangan sampai ketahuan oleh pihak pelabuhan karena masih ada larangan berlayar. Pada hari kelima, mereka pun diminta untuk bersembunyi di kapal Pak Andi pada pukul 08.00.
"Nah waktu itu Pak Andi bilang, kalau ditanya orang jangan ngaku kalau mau pulang. Bilang aja mau pindah homestay. Di jalan kami ketemu bapak-bapak yang nanya. Ya jelas kami bohonglah. Soalnya sekali ketahuan turis bisa-bisa pada minta nebeng semua," cerita Rahma.
Di dalam kapal ternyata sudah ada 7 orang penumpang 'ilegal' lainnya. Tiba-tiba kapal pun digebrak oleh seorang lelaki dari luar dan menyuruh mereka turun. Ternyata lelaki tersebut adalah lelaki yang bertemu Rahma di jalan dan dia adalah petugas pelabuhan. Setelah berdebat cukup panjang dan memohon-mohon mereka pun akhirnya diizinkan dengan syarat petugas pelabuhan tidak mau bertanggung jawab jika terjadi sesuatu.
"Perjalanan itu menyiksa banget, selama lima jam kapal bahkan sempat berhenti di tengah lautan gara-gara mesinnya mati satu padahal ombaknya gede banget. Saya cuma bisa berdoa deh biar sampai daratan dengan selamat," katanya lagi.
Sampai di pelabuhan Kartini sudah pukul 16.00. Itu pun mereka harus lanjut perjalanan dengan becak dan bis dua kali untuk sampai ke terminal Terboyo Semarang. Sehingga mereka baru dapat travel menuju Jogja pukul 00.00 dan sampai tujuan jam 05.00 subuh.
"Sumpah, bikin kapok banget deh. Mau liburan jadinya malah sengsara!" pungkasnya
Cerita ini disampaikan oleh Rahma melalui telepon bebas pulsa brilio.net di nomor 0-800-1-555-999. Semua orang punya cerita. Ya, siapapun termasuk kamu punya kisah tersembunyi baik cerita sukses, lucu, sedih, inspiratif, misteri, petualangan menyaksikan keindahan alam, ketidak beruntungan, atau perjuangan hidup yang selama ini hanya kamu simpan sendiri. Kamu tentu juga punya cerita menarik untuk dibagikan kepada kami. Telepon kami, bagikan ceritamu!