Brilio.net - Hujan adalah berkah, terutama bagi para petani. Namun, saat musim hujan tiba, sering memberikan efek negatif dari segi kesehatan. Bagaimana tidak, kondisi lingkungan yang lembap memicu perkembangan virus dan bakteri jadi lebih mudah.
Data dari Kementerian Kesehatan mencatat lonjakan kasus penyakit saat musim penghujan meningkat hingga 40 persen dibanding musim kemarau. Fenomena ini terjadi karena perubahan cuaca ekstrem yang memengaruhi daya tahan tubuh. Lingkungan yang lembap serta genangan air menjadi salah satu faktor tempat berkembang biaknya virus dan bakteri.
BACA JUGA :
Kerap keringetan walau di ruang ber-AC, kenali apa itu hiperhidrosis, gejala, dan penyebabnya
Kondisi ini diperparah dengan kebiasaan masyarakat yang kurang memperhatikan kebersihan lingkungan. Penyakit-penyakit musiman ini sebenarnya dapat dicegah dengan langkah-langkah sederhana. Ahli kesehatan menyarankan masyarakat untuk selalu menjaga kebersihan maupun mengonsumsi makanan bergizi.
Pengetahuan tentang jenis-jenis penyakit yang mengintai di musim hujan juga penting sebagai langkah antisipasi. Apa saja? Yuk, intip 8 penyakit yang sering mengintai saat musim hujan, brilio.net lansir dari berbagai sumber pada Selasa (12/11).
BACA JUGA :
Macam-macam pola gerak dasar menangkap dalam olahraga
foto: freepik.com/freepik
1. Demam berdarah dengue (DBD).
Penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti ini menjadi ancaman serius saat musim hujan. Menurut data WHO, Indonesia termasuk negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. Gejala awal DBD meliputi demam tinggi mendadak, nyeri otot, sakit kepala, mual, dan ruam kemerahan. Penelitian dari Institut Teknologi Bandung (2023) menunjukkan peningkatan 60% kasus DBD terjadi saat curah hujan tinggi karena genangan air menjadi tempat ideal bagi perkembangbiakan nyamuk.
2. Influenza.
Virus influenza berkembang pesat saat kelembapan udara tinggi di musim hujan. Dr. Sarah Richardson dari Harvard Medical School melalui penelitiannya (2023) mengungkapkan virus ini dapat bertahan hingga 24 jam di permukaan benda dalam kondisi lembap. Penularan terjadi melalui droplet atau percikan air liur saat bersin dan batuk. Gejala utama meliputi demam tinggi, sakit kepala, nyeri otot, hidung tersumbat, maupun batuk kering yang dapat berlangsung 5-7 hari.
3. Leptospirosis.
Penyakit yang disebabkan bakteri Leptospira ini menyebar melalui air tergenang yang terkontaminasi urin tikus. Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia (2023) melaporkan 75% kasus leptospirosis terjadi saat musim hujan di daerah perkotaan. Gejala awal mirip flu biasa seperti demam, sakit kepala, dan nyeri otot, namun bisa berkembang menjadi kerusakan hati serta ginjal jika tidak segera ditangani. Tingkat kematian akibat leptospirosis mencapai 10% dari total kasus yang terjadi.
4. Diare.
Peningkatan kasus diare saat musim hujan disebabkan kontaminasi air bersih oleh bakteri E.coli dan rotavirus. Studi dari Pusat Penelitian Kesehatan UI (2023) menunjukkan 40% sumber air minum di pemukiman padat penduduk terkontaminasi saat banjir. Gejala meliputi buang air besar cair lebih dari 3 kali sehari, mual, muntah, hingga nyeri perut. Dehidrasi akibat diare dapat berakibat fatal terutama pada anak-anak maupun lansia.
foto: freepik.com/freepik
5. ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut).
Kelembapan udara tinggi membuat virus dan bakteri penyebab ISPA mudah berkembang biak. Penelitian dari Respiratory Research Journal (2023) mengungkapkan risiko terkena ISPA meningkat 45% saat musim hujan. Infeksi dapat menyerang saluran pernapasan atas (hidung hingga tenggorokan) atau bawah (bronkus hingga paru-paru). Gejala utama meliputi batuk, pilek, nyeri tenggorokan, dan sesak napas yang dapat berlangsung hingga 2 minggu.
6. Tifus.
Bakteri Salmonella typhi penyebab tifus menyebar melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Data dari Kementerian Kesehatan (2023) menunjukkan peningkatan 35% kasus tifus selama musim hujan. Gejala berkembang secara bertahap mulai dari demam berkelanjutan, sakit kepala hebat, nafsu makan menurun, hingga gangguan pencernaan. Komplikasi serius dapat terjadi jika tidak mendapat penanganan tepat.
7. Hepatitis A.
Virus Hepatitis A menyebar melalui makanan maupun minuman yang terkontaminasi feses penderita. Jurnal Epidemiologi Indonesia (2023) mencatat peningkatan 30% kasus hepatitis A saat musim hujan akibat sanitasi buruk. Masa inkubasi virus berlangsung 2-6 minggu sebelum muncul gejala seperti demam, mual, muntah, hilang nafsu makan, dan mata kuning. Meski jarang berakibat fatal, penyakit ini dapat mengganggu aktivitas selama berminggu-minggu.
8. Konjungtivitis (mata merah).
Infeksi mata yang disebabkan virus atau bakteri ini mudah menular saat musim hujan. Penelitian dari American Academy of Ophthalmology (2023) menyebutkan virus penyebab konjungtivitis dapat bertahan hingga 48 jam di air dengan kelembapan tinggi. Gejala meliputi mata merah, gatal, berair, sensitif terhadap cahaya, sekaligus mengeluarkan kotoran. Penularan terjadi melalui kontak langsung atau penggunaan barang pribadi penderita secara bergantian.
Cara menjaga daya tahan tubuh saat musim hujan.
foto: freepik.com/wayhomestudio
1. Konsumsi makanan bergizi seimbang.
Tubuh membutuhkan asupan nutrisi lengkap untuk memperkuat sistem imun. Para ahli gizi dari Harvard School of Public Health merekomendasikan pola makan yang kaya vitamin C, D, E, dan zinc. Menu harian sebaiknya terdiri dari protein (daging tanpa lemak, ikan, telur), sayuran berwarna-warni, buah-buahan segar, serta karbohidrat kompleks. Riset membuktikan bahwa orang yang menerapkan pola makan sehat memiliki risiko 40% lebih rendah terkena penyakit infeksi.
2. Rutin berolahraga.
Aktivitas fisik selama 30-45 menit per hari terbukti meningkatkan produksi sel darah putih. Journal of Sport and Health Science (2023) melaporkan bahwa olahraga teratur dapat meningkatkan daya tahan tubuh hingga 50%. Pilihan olahraga indoor seperti yoga, senam, atau treadmill bisa menjadi alternatif saat cuaca hujan.
3. Menjaga kualitas tidur.
Tidur berkualitas minimal 7-8 jam sehari sangat penting untuk regenerasi sel tubuh. Penelitian dari Sleep Foundation mengungkapkan kurang tidur dapat menurunkan produksi antibodi hingga 70%. Usahakan tidur lalu bangun di waktu yang sama setiap hari untuk mengoptimalkan ritme sirkadian tubuh.
4. Konsumsi suplemen dengan tepat.
Konsumsi suplemen vitamin C 500-1000 mg per hari dapat membantu meningkatkan daya tahan tubuh. Vitamin D3 juga penting karena paparan sinar matahari berkurang saat musim hujan. American Journal of Clinical Nutrition merekomendasikan dosis vitamin D3 1000-2000 IU per hari untuk orang dewasa.
5. Manajemen stres.
Stres kronis dapat menurunkan sistem imun hingga 30% menurut penelitian dari American Psychological Association. Lakukan teknik relaksasi seperti meditasi, deep breathing, atau mendengarkan musik. Selain itu, kamu juga bisa meluangkan waktu untuk hobi dan aktivitas yang menyenangkan.
foto: freepik.com/prostooleh
6. Menjaga kebersihan diri.
Cuci tangan dengan sabun selama minimal 20 detik secara rutin, terutama sebelum makan maupun setelah beraktivitas di luar. Studi dari CDC menunjukkan kebiasaan ini dapat mengurangi risiko infeksi hingga 50%. Jangan lupa, ganti pakaian yang basah segera setelah kehujanan.
7. Konsumsi minuman hangat.
Air putih hangat, teh jahe, atau wedang rempah membantu menjaga suhu tubuh dan meningkatkan sistem imun. Penelitian dari Journal of Ethnopharmacology membuktikan bahwa rempah-rempah seperti jahe, kunyit, hingga kayu manis memiliki sifat anti-inflamasi serta immunomodulator.
8. Hindari makanan berisiko.
Kurangi konsumsi makanan mentah atau setengah matang saat musim hujan. Journal of Food Safety melaporkan peningkatan 40% kasus keracunan makanan selama musim hujan. Jadi, pastikan makanan dimasak dengan matang dan disimpan dengan benar.
9. Jaga sirkulasi udara.
Pastikan ventilasi rumah berjalan baik untuk mengurangi kelembapan. Penelitian dari Indoor Air Quality Association menunjukkan ruangan dengan sirkulasi udara buruk meningkatkan risiko infeksi saluran pernapasan hingga 40%. Gunakan exhaust fan atau dehumidifier jika diperlukan.