Brilio.net - Wabah virus COVID-19 tengah menjadi sorotan publik saat ini. Jumlah kematian akibat virus COVID-19 terus bertambah setiap harinya. Berdasarkan data terbaru Map of Coronavirus COVID-19 Global Cases by Johns Hopkins CSS, pada Selasa (24/2), ada 2.620 kasus kematian akibat virus COVID-19, dan total yang terinfeksi sudah mencapai 79.434 di seluruh dunia. Kasus kematian terbanyak akibat virus ini terjadi di Cina, sebagian besar dari Provinsi Hubei, yaitu sebanyak 2.495 korban jiwa.
Gejala dari COVID-19 ini berupa demam, batuk, pilek dan nyeri dada. Jumlah korban yang tinggi dan gejala yang sulit dibedakan dengan gejala flu membuat masyarakat menjadi resah. Keresahan ini ditambah oleh banyaknya berita- berita yang tersebar di media sosial yang kebenarannya sulit dipastikan.
BACA JUGA :
6 Fakta Korea Selatan darurat Virus Corona, peringatan merah
Memperhatikan hal tersebut, Indonesia International Institute for Life Sciences (i3l), menyelenggarakan acara seminar power talk untuk mengupas virus COVID-19 dalam perspektif sains. Acara ini diselenggarakan untuk memberikan fakta-fakta berbasis sains mengenai virus COVID-19.
Untuk memberikan klarifikasi mengenai berita-berita yang beredar, i3l juga mengundang Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Profesor dr. Amin Soebandrio, PhD, SpMK (K) untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai virus COVID-19.
Wakil Rektor I Academic Affair i3l, Amadeus Pribowo Ph.D mengungkapkan tujuan diselenggarakannya acara ini untuk meredakan kepanikan dan kebingunan yang terjadi di masyarakat mengenai isu virus COVID-19.
BACA JUGA :
Corona di Singapura, anak Denada disarankan pindah pengobatan ke AS
Oleh sebab itu, i3I menyediakan platform untuk memberikan informasi berbasis sains. Sehingga masyarakat mendapatkan pengetahuan yang lengkap dan jelas mengenai virus ini. Mereka juga bisa memilah- milah informasi mana yang benar dan mana yang hoax.
Saya berharap dengan diadakannya seminar ini, dapat membuat masyarakat menjadi lebih kritis dalam menyaring informasi yang diterima, dan berusaha mencari konfirmasi berdasarkan fakta dan data sains yang tersedia," ungkap Pribowo.
Pribowo juga menambahkan bahwa masyarakat harus meningkatkan kesadaran untuk bisa menjaga kesehatan diri agar tidak tertular, dikarenakan penyebaran virus ini yang cukup cepat. Masyarakat perlu tahu bagaimana proses penyebarannya dan seperti apa bahayanya.
Selain itu, Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Profesor dr. Amin Soebandrio, PhD, SpMK (K), Profesor dr. Amin Soebandrio menjelaskan bahwa, penularan virus COVID-19 bisa menyebar ketika orang yang terinfeksi mengeluarkan droplet (partikel air liur).
Akan tetapi apabila droplet jatuh ke permukaan, kemudian tersentuh oleh tangan, dan tangan itu menyentuh anggota tubuh seperti mulut, hidung dan mata, bisa berpotensi membuat virusnya masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan penularan.
Maka dari itu, penggunaan masker saja tidak cukup, akan tetapi perlu menggunakan kacamata juga. Beliau merekomendasikan setelah menyentuh barang di tempat umum, sebaiknya segera mencuci tangan.
Prof. dr Amin juga menegaskan bahwa belum ada bukti pendukung bahwa virus COVID-19 tidak dapat berkembang di daerah yang beriklim tropis.
Memang virus yang sebelumnya sensitif terhadap suhu tinggi, akan tetapi untuk virus COVID-19 yang sekarang, belum ada data khusus terkait dengan suhu, kelembapan dan sebagainya, jadi belum ada bukti," pungkasnya.
Menanggapi keraguan mengenai uji tes COVID-19 di Indonesia, Prof. dr Amin menjelaskan, sesungguhnya laboratorium di Indonesia mumpuni untuk mendeteksi virus COVID-19. Dua alat yang dimiliki Indonesia yaitu Polymerase Chain Reaction atau PCR dan sequencing dipastikan mampu untuk mendeteksi virus COVID-19 yang mungkin masuk ke Indonesia.