Brilio.net - Sudden Cardiac Arrest (SCA) atau henti jantung mendadak adalah kondisi yang dapat terjadi tanpa peringatan dan berpotensi mematikan. Henti jantung berbeda dari serangan jantung meski sering disalahpahami sebagai hal yang sama. Dalam beberapa detik, jantung bisa berhenti berdetak, dan jika tidak segera ditangani, bisa berujung pada kematian.
Henti jantung mendadak biasanya terjadi akibat gangguan listrik pada jantung yang menyebabkan irama jantung tidak teratur. Ketika jantung berhenti memompa darah, organ vital seperti otak dan paru-paru tidak mendapatkan oksigen yang cukup. Keadaan darurat ini membutuhkan tindakan cepat dan tepat untuk menyelamatkan nyawa.
BACA JUGA :
Cara cek makanan dan minuman kemasan kedaluwarsa selain expired date agar terhindar dari keracunan
Seseorang yang mengalami henti jantung mendadak biasanya tiba-tiba pingsan dan tidak bernapas. Kondisi ini memerlukan tindakan resusitasi jantung paru (CPR) segera dan penggunaan defibrillator. Memahami penyebab dan gejala henti jantung sangat penting untuk mencegah komplikasi yang lebih serius. Simak ulasan lengkapnya seperti brilio.net himpun dari berbagai sumber, Kamis (3/10).
Penyebab henti jantung mendadak.
BACA JUGA :
Kenapa skrining kanker prostat diwajibkan bagi pria berusia 45 tahun ke atas? Ini alasannya
Henti jantung mendadak bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu penyebab utamanya adalah gangguan pada sistem listrik jantung yang disebut aritmia. Aritmia dapat membuat jantung berdetak terlalu cepat, terlalu lambat, atau tidak teratur. Ketika jantung tidak berdetak secara normal, kemampuan memompa darah ke seluruh tubuh terganggu, yang dapat menyebabkan henti jantung.
Penyakit jantung koroner adalah faktor risiko lain yang sering menyebabkan henti jantung mendadak. Penyakit ini terjadi ketika pembuluh darah jantung tersumbat oleh plak, sehingga aliran darah ke jantung berkurang. Jika pembuluh darah sepenuhnya tersumbat, serangan jantung dapat terjadi, yang meningkatkan risiko henti jantung mendadak.
Kondisi kesehatan lainnya, seperti gagal jantung, kardiomiopati (penebalan atau pelemahan otot jantung), atau cacat jantung bawaan, juga bisa memicu henti jantung. Selain itu, faktor-faktor eksternal seperti stres fisik yang berat, penggunaan obat-obatan terlarang, atau trauma fisik juga bisa berperan.
Gejala henti jantung mendadak.
Gejala henti jantung mendadak sering kali muncul tanpa peringatan. Dalam beberapa kasus, orang yang mengalami henti jantung mungkin merasa pusing, kelelahan yang tidak wajar, atau nyeri dada. Namun, banyak yang langsung kehilangan kesadaran tanpa mengalami gejala-gejala tersebut terlebih dahulu.
Saat henti jantung terjadi, penderita tiba-tiba pingsan dan tidak lagi bernapas normal. Detak jantung berhenti, dan jika tidak segera dilakukan tindakan darurat, seperti CPR atau penggunaan defibrillator, kondisi ini dapat berujung pada kematian dalam hitungan menit. Penting bagi siapa saja yang berada di sekitar orang yang mengalami henti jantung untuk segera menghubungi layanan medis dan melakukan CPR.
Penting juga untuk mengenali gejala awal yang bisa mengindikasikan risiko henti jantung, seperti detak jantung tidak teratur, nyeri dada, sesak napas, atau kelelahan berlebihan. Mengetahui tanda-tanda ini dapat membantu mencegah henti jantung sebelum terjadi.
Pencegahan henti jantung mendadak.
Pencegahan henti jantung mendadak dimulai dengan menjaga kesehatan jantung secara keseluruhan. Melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin sangat penting, terutama bagi mereka yang memiliki riwayat keluarga dengan penyakit jantung atau faktor risiko lainnya. Pemeriksaan jantung seperti elektrokardiogram (EKG) dapat membantu mendeteksi potensi masalah pada irama jantung sebelum menjadi serius.
Mengadopsi gaya hidup sehat, seperti makan makanan bergizi, berolahraga secara teratur, dan menghindari merokok, adalah cara lain untuk mengurangi risiko henti jantung mendadak. Konsumsi makanan rendah lemak jenuh, kolesterol, dan garam dapat membantu menjaga tekanan darah dan kadar kolesterol tetap terkendali. Latihan aerobik, seperti berjalan kaki, berenang, atau bersepeda, sangat baik untuk memperkuat otot jantung dan meningkatkan sirkulasi darah.
Bagi mereka yang memiliki risiko tinggi mengalami henti jantung, dokter mungkin akan meresepkan obat-obatan tertentu, seperti beta-blocker atau obat pengencer darah, untuk mengurangi risiko. Pemasangan defibrillator implan juga bisa menjadi pilihan bagi orang-orang dengan risiko tinggi untuk mencegah kematian mendadak akibat henti jantung.
Komplikasi yang dapat timbul.
Henti jantung mendadak tidak hanya berbahaya karena bisa menyebabkan kematian dalam waktu singkat, tetapi juga dapat menimbulkan berbagai komplikasi serius. Salah satu komplikasi utama adalah kerusakan otak akibat kekurangan oksigen. Jika aliran darah tidak segera dipulihkan, sel-sel otak akan mulai mati dalam beberapa menit, yang bisa menyebabkan kerusakan otak permanen atau bahkan koma.
Bahkan jika seseorang selamat dari henti jantung, mereka bisa mengalami masalah kesehatan jangka panjang, seperti penurunan kemampuan kognitif, kesulitan bicara, atau masalah motorik. Selain itu, orang yang pernah mengalami henti jantung mendadak memiliki risiko tinggi untuk mengalami kejadian serupa di masa depan, terutama jika penyebab utamanya, seperti penyakit jantung atau aritmia, tidak ditangani dengan baik.
Untuk mencegah komplikasi yang lebih serius, tindakan darurat yang cepat dan efektif sangat penting. Semakin cepat CPR diberikan dan defibrillator digunakan, semakin besar peluang seseorang untuk selamat tanpa kerusakan permanen.