Brilio.net - Batuk rejan, atau dikenal juga dengan nama pertusis, kini kembali menjadi perhatian publik. Penyakit menular ini dikenal karena dampaknya yang sangat serius, terutama jika tidak ditangani dengan cepat. Kasus batuk rejan sering kali dilaporkan terjadi pada berbagai belahan dunia, dengan angka kejadian yang kerap meningkat pada musim-musim tertentu.
Salah satu alasan mengapa batuk rejan menjadi perhatian adalah karena gejala awalnya yang mirip dengan batuk biasa, namun bisa berkembang menjadi kondisi yang sangat berbahaya. Karena dampaknya yang fatal, penting bagi siapapun untuk memahami siapa saja yang berisiko tinggi terkena batuk rejan dan bagaimana cara mencegahnya.
BACA JUGA :
Jangan disepelekan, ini alasan jagung parut bahaya untuk penderita cacar
Dalam beberapa tahun terakhir, batuk rejan semakin sering dilaporkan, dan ini membuat sejumlah orang semakin waspada. Penyakit ini sering kali memengaruhi kelompok tertentu yang memiliki risiko tinggi, seperti bayi dan orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah. Selain itu, lingkungan seperti asrama atau pesantren juga menjadi tempat penyebaran batuk rejan yang perlu diperhatikan. Oleh karenanya penting untuk memahami siapa saja yang paling rentan terkena batuk rejan dan bagaimana kamu bisa melindungi diri serta orang-orang di sekitar.
Dengan meningkatnya kesadaran akan bahaya batuk rejan, kini kamu harus lebih waspada terhadap risiko yang mungkin mengancam. Mengetahui siapa saja yang berisiko tinggi dapat membantu kamu mengambil langkah-langkah pencegahan yang tepat. Dihimpun brilio.net dari berbagai sumber, Senin (26/8), berikut ini adalah penjelasan tentang batuk rejan, gejalanya, serta cara-cara pencegahannya agar kamu bisa melindungi diri dan orang-orang tercinta dari penyakit ini.
Apa itu batuk rejan?
BACA JUGA :
Kerap dianggap bahaya, bolehkah ibu hamil makan mi instan? Begini penjelasan dokter kandungan
Batuk rejan adalah infeksi bakteri yang disebabkan oleh Bordetella pertussis. Penyakit ini ditandai dengan batuk parah yang sering kali berlangsung selama beberapa minggu atau bahkan bulan. Batuk ini umumnya dimulai dengan gejala ringan seperti pilek dan batuk, namun segera berkembang menjadi batuk yang sangat intens dengan suara seperti "whoop" saat menghirup udara setelah batuk. Penyakit ini sangat menular dan dapat menyebar melalui tetesan udara ketika seseorang yang terinfeksi batuk atau bersin. Batuk rejan sangat berbahaya bagi bayi, karena mereka dapat mengalami komplikasi serius seperti pneumonia, kejang, bahkan kematian.
Meski berbahaya, dilansir dari WHO batuk rejan adalah penyakit yang dapat dicegah dengan vaksinasi. Namun, meski vaksinasi sudah dilakukan, kekebalan tubuh terhadap batuk rejan tidak bertahan seumur hidup, sehingga booster atau vaksin ulang seringkali diperlukan. Penyakit ini terutama menjadi perhatian pada kelompok usia tertentu yang belum mendapatkan vaksin lengkap atau yang imunisasi mereka sudah memudar. Pada orang dewasa, batuk rejan mungkin tidak terlalu parah, tetapi tetap bisa menularkannya kepada anak-anak atau bayi yang lebih rentan.
Penting untuk diketahui bahwa batuk rejan bisa menular dan menyebar dengan cepat di lingkungan yang padat. Oleh karena itu, mengetahui siapa yang berisiko tinggi dan langkah-langkah pencegahan yang efektif sangat penting untuk menghindari penyebaran penyakit ini.
Gejala batuk rejan
Gejala batuk rejan sering kali dimulai seperti gejala flu biasa, yaitu pilek, batuk ringan, dan demam rendah. Namun, gejala ini dapat berkembang menjadi batuk parah yang berlangsung hingga beberapa minggu atau bulan. Batuk ini sering disertai dengan suara khas saat menghirup udara, yang dikenal dengan istilah "whooping cough". Batuk ini bisa sangat melelahkan dan menyebabkan masalah tidur, bahkan gangguan pernapasan.
Selain batuk parah, batuk rejan juga dapat menyebabkan gejala lain seperti muntah, kelelahan, dan kesulitan bernapas. Pada bayi, gejala batuk rejan bisa lebih serius, termasuk kesulitan bernapas yang dapat menyebabkan warna kulit menjadi biru atau pucat. Menurut American Lung Association, batuk yang intens juga bisa mengakibatkan komplikasi serius seperti pneumonia, kejang, dan bahkan kematian pada bayi yang belum mendapatkan vaksinasi yang lengkap.
Gejala batuk rejan mirip dengan gejala batuk atau infeksi saluran pernapasan lainnya, sehingga sering kali sulit untuk didiagnosa pada tahap awal. Oleh karena itu, penting untuk segera mencari perawatan medis jika mengalami batuk berkepanjangan yang tidak kunjung sembuh atau jika ada gejala lain yang mencurigakan.
Orang yang rentan oleh batuk rejan
1. Bayi
Bayi sangat rentan terhadap batuk rejan, terutama jika mereka belum mendapatkan vaksinasi lengkap. Karena sistem kekebalan tubuh mereka masih berkembang, mereka lebih mudah mengalami komplikasi serius dari penyakit ini. Bayi di bawah usia 1 tahun berisiko tinggi mengalami batuk parah dan komplikasi serius yang dapat mengancam nyawa. Untuk melindungi bayi dari batuk rejan, penting bagi orang tua dan pengasuh untuk memastikan bahwa mereka mendapatkan vaksinasi sesuai jadwal.
2. Ibu hamil
Ibu hamil juga berada dalam kelompok risiko tinggi untuk batuk rejan, terutama jika mereka tidak divaksinasi sebelum atau selama kehamilan. Infeksi batuk rejan selama kehamilan dapat menyebabkan komplikasi bagi ibu dan bayi yang belum lahir. Untuk melindungi bayi, vaksinasi terhadap batuk rejan dianjurkan untuk ibu hamil pada trimester ketiga. Vaksinasi ini dapat membantu melindungi bayi dari batuk rejan setelah lahir hingga mereka dapat mendapatkan vaksinasi sendiri.
3. Orang yang tinggal di asrama atau pesantren
Lingkungan yang padat seperti asrama atau pesantren meningkatkan risiko penyebaran batuk rejan. Karena banyaknya interaksi dan jarak yang dekat, penyakit ini dapat menyebar dengan cepat di antara penghuni. Oleh karena itu, WHO menyarankan bagi institusi pendidikan atau tempat tinggal dengan banyak orang untuk menerapkan langkah-langkah pencegahan dan memastikan bahwa semua penghuni telah divaksinasi sesuai dengan rekomendasi.
4. Orang dengan daya tahan tubuh menurun
Mereka yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah, seperti penderita HIV/AIDS atau orang yang sedang menjalani kemoterapi, berisiko lebih tinggi terkena batuk rejan. Sistem kekebalan tubuh yang melemah membuat mereka kurang mampu melawan infeksi, sehingga lebih mudah terinfeksi dan mengalami komplikasi dari batuk rejan. Perlunya vaksinasi dan perawatan medis yang tepat sangat penting untuk kelompok ini.
5. Belum imunisasi
Orang yang belum mendapatkan vaksinasi batuk rejan atau yang imunisasinya sudah memudar juga berisiko tinggi. Vaksinasi batuk rejan diberikan dalam beberapa dosis, dan booster vaksin mungkin diperlukan untuk menjaga kekebalan tubuh. Orang dewasa yang tidak mendapatkan booster atau anak-anak yang melewatkan dosis vaksin akan lebih rentan terhadap infeksi batuk rejan.
Langkah-langkah mengobati batuk rejan
Pengobatan batuk rejan membutuhkan pendekatan yang tepat untuk mengatasi infeksi dan mengurangi gejala yang mengganggu. Berikut adalah langkah-langkah rinci dalam mengobati batuk rejan:
1. Konsultasi medis dan diagnosis
Mendapatkan diagnosis yang akurat dari dokter merupakan langkah pertama yang perlu dilakukan. Dokter akan melakukan evaluasi berdasarkan gejala, riwayat kesehatan, dan dapat merekomendasikan tes laboratorium seperti kultur tenggorokan atau tes PCR untuk mengonfirmasi infeksi oleh Bordetella pertussis.
2. Pengobatan antibiotik
Setelah diagnosis dikonfirmasi, dokter biasanya akan meresepkan antibiotik untuk mengatasi infeksi. Antibiotik seperti azitromisin, klaritromisin, atau eritromisin sering digunakan untuk mengobati batuk rejan. Pengobatan ini efektif jika dimulai pada tahap awal infeksi. Penting untuk mengikuti petunjuk dokter dan menyelesaikan seluruh kursus antibiotik untuk menghindari resistensi bakteri.
3. Perawatan simtomatik
Selain antibiotik, perawatan simtomatik juga diperlukan untuk mengatasi gejala batuk yang parah. Hal ini dapat mencakup penggunaan obat-obatan antitusif atau sirup batuk untuk meredakan batuk. Selain itu, menjaga hidrasi yang baik dan memberikan makanan yang mudah dicerna dapat membantu mengurangi ketidaknyamanan dan menjaga kesehatan tubuh secara umum.
4. Pemantauan dan perawatan kesehatan
Selama proses pemulihan, penting untuk memantau gejala dan menghubungi dokter jika terdapat tanda-tanda komplikasi atau gejala yang memburuk. Dokter dapat memberikan rekomendasi tambahan atau menyesuaikan pengobatan sesuai kebutuhan pasien. Pada kasus berat, rawat inap mungkin diperlukan untuk memastikan pemantauan yang tepat dan perawatan intensif.
5. Pencegahan Penyebaran
Selama masa pengobatan, penting untuk mengambil langkah-langkah untuk mencegah penyebaran batuk rejan kepada orang lain. Ini termasuk menghindari kontak dekat dengan orang lain, terutama bayi dan individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah. Selain itu, menjaga kebersihan tangan dan menggunakan masker dapat membantu mengurangi risiko penularan.
Cara ampuh mencegah batuk rejan
Pencegahan batuk rejan dimulai dengan vaksinasi. Vaksin DTP (difteria, tetanus, dan pertusis) adalah langkah pertama yang efektif untuk melindungi diri dari batuk rejan. Menurut WHO, anak-anak harus menerima vaksin DTP pada usia 2, 4, 6, dan 15-18 bulan, serta dosis booster pada usia 4-6 tahun. Vaksin ini juga dianjurkan untuk remaja dan dewasa untuk menjaga kekebalan.
Bagi ibu hamil, vaksinasi Tdap pada trimester ketiga kehamilan sangat penting. Ini membantu melindungi bayi yang baru lahir dari batuk rejan hingga mereka dapat menerima vaksinasi mereka sendiri. Selain vaksinasi, menjaga kebersihan seperti sering mencuci tangan dan menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi juga merupakan langkah penting untuk mencegah penyebaran batuk rejan.
Jika kamu atau anggota keluarga mengalami gejala batuk rejan atau terpapar orang yang terinfeksi, segera cari bantuan medis. Diagnosis dan perawatan dini dapat membantu mengurangi risiko komplikasi dan penyebaran penyakit ke orang lain.
Dengan langkah-langkah pencegahan yang tepat, dapat melindungi diri dan orang-orang di sekitar dari batuk rejan. Selalu pastikan untuk mengikuti jadwal vaksinasi dan menjaga kesehatan dengan baik untuk menghindari risiko penyakit ini.