Brilio.net - Tahukah kamu bila depresi tidak hanya dialami oleh orang dewasa lho. Anak-anak pun bisa mengalami depresi dengan faktor-faktor tertentu, salah satunya faktor sosial dan lingkungan. Misalnya ada pengalaman traumatis, kurangnya dukungan sosial, keluarga, dan sebagainya.
Selain itu, depresi pada anak juga dapat terjadi karena keluarga. Seperti yang dialami oleh anak berusia 13 tahun berinisial A. Diketahui si A alami depresi lantaran handphone (HP) yang dibeli dari hasil menabung dijual oleh orang tuanya untuk memengaruhi kebutuhan sehari-hari.
BACA JUGA :
100 Mental health quotes bikin sadar dan menjaga pikiran tetap sehat
Tak hanya HP saja, orang tua si A juga menjual sepeda milik anak yang baru duduk di kelas 6 SD itu. Sejak barang-barang miliknya dijual, A lebih suka melamun hingga akhirnya sering mengamuk bahkan sampai melempar barang.
Kondisi yang dialami si A hanya satu dari sekian banyak kasus depresi pada anak, biar orang tua makin aware pada kondisi mental anak, yuk lebih dalam lagi mengenal apa itu depresi pada anak yang lengkap dengan gejala, penyebab, dan cara mengatasinya.
Berikut ulasan lengkapnya, dilansir brilio.net dari berbagai sumber pada Rabu (15/5).
BACA JUGA :
5 Curhat Aurelie Moeremans berjuang lawan depresi akut, merasa selalu dikuntit awan mendung
Apa itu depresi pada anak?
Depresi pada anak adalah gangguan suasana hati yang bisa membuat anak merasa sedih dan putus asa. Kondisi ini dapat memengaruhi rutinitas tidur, pola makan, sampai hubungan anak dengan orang lain.
Bahkan, depresi juga bisa menjadi penyebab anak kehilangan minat atau hobi yang biasa dilakukannya. Pada kasus yang parah, depresi bisa memicu keinginan untuk mengakhiri dirinya sendiri.
Depresi pada anak dan remaja dapat timbul dalam bentuk ketidakbahagiaan atau kondisi mudah tersinggung yang berlangsung lama. Kondisi ini cukup umum dialami anak berusia pra-remaja dan remaja, tetapi sering kali tidak dikenali sebagai bentuk awal pemicu depresi.
Bagi sebagian anak, perasaan ini diekspresikan dalam ungkapan "aku merasa tidak bahagia" atau "aku sedih", dan sebagainya. Ada pula yang mengaku ingin melukai diri, bahkan mengakhiri hidupnya.
Penting untuk dipahami bahwa anak dan remaja yang mengalami depresi lebih berisiko menyakiti diri sendiri, sehingga bila ada ungkapan sang anak seperti ini harus selalu ditanggapi dan lebih peduli pada mereka.
Dapat dikatakan, depresi adalah kondisi yang lebih berat daripada kesedihan normal, dan dapat memengaruhi kehidupan dan kemampuan anak berfungsi secara signifikan. Depresi pada anak tidak hanya disebabkan satu faktor khusus namun biasanya terdiri dari sejumlah faktor biologis, psikologis, dan lingkungan yang merupakan bagian dari perkembangan anak.
Gejala depresi pada anak.
Gejala depresi pada anak bisa berbeda-beda, namun secara umum dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu gejala emosional dan perilaku, serta gejala fisik.
Gejala emosional dan perilaku.
1. Perubahan suasana hati.
Anak tampak sedih, murung, mudah menangis, atau terlihat putus asa dalam jangka waktu yang lama (biasanya lebih dari 2 minggu).
2. Kehilangan minat.
Anak kehilangan ketertarikan dan semangat untuk melakukan aktivitas yang sebelumnya disukai, seperti bermain, belajar, atau menghabiskan waktu bersama teman.
3. Mudah marah atau tantrum
Gejala depresi paling umum yakni anak menjadi lebih mudah marah, tersinggung, atau bahkan melempar barang, terutama saat dikritik.
4. Merasa tidak berharga
Selain itu, anak juga memiliki perasaan negatif terhadap dirinya sendiri, merasa tidak berharga, tidak dicintai, atau tidak berguna.
5. Perasaan bersalah
Tak jarang pula, anak yang alami depresi juga memiliki perasaan bersalah secara berlebihan atas hal-hal yang terjadi, meskipun bukan kesalahannya. Misalnya orang tua yang marah, anak jadi merasa bahwa dialah yang menjadi penyebab orang tuanya marah atau kesal.
6. Menarik diri dari lingkungan sosial.
Anak-anak cenderung ingin bermain dan melakukan aktivitas di luar rumah. Ketika depresi, anak terlihat lebih murung dan cenderung menarik diri dari teman, keluarga, atau kegiatan sosial lainnya.
7. Sulit berkonsentrasi.
Gejala lainnya, ketika depresi anak mengalami kesulitan untuk fokus dan berkonsentrasi di sekolah atau saat mengerjakan tugas.
8. Pikiran untuk bunuh diri.
Pada tingkat kasus depresi yang parah, anak mungkin berbicara tentang keinginan untuk bunuh diri atau menyakiti diri sendiri.
Gejala fisik.
1. Perubahan nafsu makan.
Anak mengalami perubahan nafsu makan yang signifikan, bisa berupa penurunan nafsu makan atau justru makan berlebihan.
2. Perubahan pola tidur
Ketika depresi pola tidur anak jadi berubah yang awalnya mulai tidur teratur malah jadi kesulitan tidur (insomnia) atau malah tidur terlalu banyak (hipersomnia).
3. Kelelahan terus-menerus.
Depresi juga menimbulkan gejala fisik misalnya anak terlihat lemas, lesu, dan mudah lelah sepanjang hari. Selain itu, ada pula anak yang merasa sakit kepala atau sakit perut. Padahal tanpa penyebab medis yang jelas.
4. Penurunan berat badan.
Kondisi yang paling umum ketika anak depresi yakni terjadinya penurunan berat badan pada anak tanpa alasan yang jelas.
Meski begitu, perlu dipahami bahwa tidak semua anak yang mengalami depresi akan menunjukkan gejala tersebut. Oleh karenanya, apabila kamu melihat anak yang muncul gejala di atas secara terus-menerus dan mengganggu kehidupan sehari-hari anak, sebaiknya konsultasikan dengan dokter anak atau psikolog untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Penyebab depresi pada anak.
Depresi pada anak bisa disebabkan oleh berbagai faktor yang saling terkait, antara lain:
1. Faktor genetik.
Riwayat depresi pada orang tua atau keluarga dekat dapat meningkatkan risiko anak mengalami depresi. Depresi diduga melibatkan faktor genetik yang memengaruhi perkembangan otak dan regulasi neurotransmitter.
2. Faktor biologis.
Perubahan hormon dan ketidakseimbangan neurotransmitter di otak bisa memicu depresi. Hal ini bisa disebabkan oleh faktor genetik, trauma, atau stres kronis.
3. Faktor psikologis.
Anak yang memiliki pola pikir negatif, mudah menyalahkan diri sendiri, memiliki harga diri rendah, atau kesulitan dalam mengelola emosi, lebih rentan mengalami depresi.
4. Faktor lingkungan.
Pengalaman traumatis pada masa kanak-kanak seperti kekerasan fisik atau seksual, perundungan (bullying), perceraian orang tua, kematian orang terdekat, dapat menjadi pemicu depresi. Stres kronis akibat masalah keluarga atau lingkungan sekolah yang tidak mendukung juga bisa berpengaruh.
5. Faktor sosial.
Kurangnya dukungan sosial dari keluarga dan teman sebaya, bisa membuat anak merasa kesepian dan terisolasi, sehingga meningkatkan risiko depresi. Selain itu, kesulitan beradaptasi dengan lingkungan baru seperti pindah sekolah atau pergaulan yang berbeda juga bisa menjadi faktor risiko.
Selain itu, beberapa kondisi kesehatan mental lain, seperti gangguan bipolar, ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder), atau gangguan kecemasan juga bisa menyertai depresi pada anak.
Cara mengatasi depresi anak.
Menangani depresi pada anak membutuhkan pendekatan holistik yang melibatkan berbagai pihak, terutama orang tua, terapis, dan pada kasus tertentu dokter anak atau psikiater anak. Berikut beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi depresi anak:
1. Dukungan orang tua.
Peran orang tua sangat penting dalam membantu anak mengatasi depresi. Orang tua perlu memberikan kasih sayang, pengertian, dan dukungan emosional. Ciptakan suasana yang aman dan nyaman bagi anak untuk bisa terbuka dan bercerita tentang perasaannya.
2. Terapi psikologis.
Konseling atau psikoterapi dengan psikolog anak dapat membantu mengenali dan mengubah pola pikir negatif anak, serta mengembangkan keterampilan mengatasi emosi dan stres secara sehat. Beberapa bentuk terapi yang umum digunakan untuk anak antara lain terapi perilaku kognitif (CBT) dan terapi bermain.
3. Perubahan pola hidup.
Menjalani pola hidup sehat dapat membantu meningkatkan mood dan energi anak. Cukup tidur, olahraga teratur, dan konsumsi makanan bergizi seimbang dapat berpengaruh positif terhadap kesehatan mental anak. Meski membutuhkan waktu lama namun bila didampingi orang tua, anak bisa mengatasi depresi yang dialaminya.
4. Lingkungan yang mendukung.
Selain keluarga, upayakan lingkungan sekolah dan pertemanan juga berperan penting. Misalnya bekerjasama dengan guru untuk menciptakan lingkungan yang suportif dan bebas bullying dapat membantu pemulihan anak dari depresi.
5. Gunakan obat dari terapis.
Tak bisa dipungkiri pada kasus depresi yang berat, psikiater anak mungkin akan meresepkan obat antidepresan. Namun, obat ini biasanya digunakan sebagai pengobatan tambahan bersamaan dengan psikoterapi.
6. Mencari dukungan tambahan.
Misalnya bisa bergabung dengan kelompok untuk orang tua atau anak yang mengalami depresi. Hal ini bisa menjadi sumber informasi lebih lanjut tentang cara mengatasi depresi pada anak.
Namun, perlu dipahami bahwa pemulihan depresi pada anak memang tidak mudah. Pasalnya membutuhkan waktu dan kesabaran yang ekstra bagi orang-orang terdekat. Sebab itu, butuh konsisten dalam menerapkan langkah-langkah penanganan lalu terus berikan dukungan sehingga dapat membantu anak melewati masa sulit ini. Jika kamu merasa kewalahan dalam mendampingi anak, jangan ragu untuk meminta bantuan dari tenaga profesional kesehatan mental.