Brilio.net - Masalah gizi masih menjadi pekerjaan rumah di seluruh dunia. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, data global nutrition report pada 2018 menyebutkan, sebanyak 22,2 persen balita mengalami stunting, sekitar 7,5 persen balita kurus, dan 5,6 persen balita gemuk di seluruh dunia.
Di Indonesia berdasarkan data riset kesehatan dasar tahun 2018 menunjukkan angka balita stunting 30,8 persen, balita kurus 10,2 persen, dan balita gemuk 8 persen. Gambaran data ini menunjukkan masalah gizi pada balita di Indonesia cukup tinggi," kata Budi dalam webinar Hari Puncak Pekan Menyusui Sedunia 2021 belum lama ini.
BACA JUGA :
Menyusui dua anak sekaligus, aksi Mona Ratuliu ini bikin haru
Menurut Budi, masalah kurang gizi pada anak diawali dengan penurunan berat badan. Kondisi ini umumnya terjadi saat bayi berusia 3 sampai 4 bulan di mana dalam kondisi ibu bekerja dan tidak optimal saat memberi Air Susu Ibu (ASI).
Menyusui salah satu investasi terbaik untuk kelangsungan hidup dan meningkatkan kesehatan, perkembangan sosial serta ekonomi individu dan bangsa. Menyusui secara optimal dapat mencegah lebih dari 823 ribu kematian anak dan 20 ribu kematian Ibu setiap tahun, lanjut Budi.
BACA JUGA :
Tidak benar menyusui saat pandemi bisa menularkan Covid-19 pada bayi
Ibu yang tidak menyusui eksklusif akan memiliki risiko 2,6 kali lebih tinggi untuk anaknya mengalami stunting pada usia 0 sampai 6 bulan dan dua kali lebih pada usia 6 sampai 23 bulan. Untuk itu, Budi menyarankan Ibu menyusui yang terpapar Covid-19 tetap menyusui bayinya karena virus Covid-19 tidak dapat menular melalui ASI.
Karena itu pemberian ASI eksklusif yang dilanjutkan sampai balita berusia dua tahun bisa mencegah stunting. Untuk diketahui terkait stunting, Indonesia berada diurutan 115 dari 151 negara di dunia. Angka stunting nasional masih berada di 27,7 persen.
Ibu menyusui diimbau tidak takut divaksin karena antibodi dapat terdeteksi ASI dan berpotensi meningkatkan kekebalan bayi terhadap Covid-19, kata dia.
Tanggung jawab bersama
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI, Muhadjir Effendy mengingatkan perlindungan menyusui merupakan tanggung jawab bersama. Kesuksesan menyusui bukan tanggung jawab seorang Ibu semata, namun juga dukungan semua pihak mulai dari suami, tenaga kesehatan, tempat bekerja, dan pemerintah.
ASI nutrisi paling baik untuk bayi usia 0 sampai 6 bulan. ASI dapat melindungi anak dari berbagai macam penyakit seperti diare dan pneumeonia. Selain itu anak yang mendapat ASI kecerdasannya lebih baik, jauh dari obesitas dan tidak rentan terkena penyakit, kata Muhadjir.
Muhadjir memaparkan, dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, angka bayi yang berusi 0 - 6 bulan yang mendapat ASI ekslusif turun dari angka 68,7 persen pada 2018 menjadi 65,8 persen pada 2019. Lalu pada 2020 turun ke angka 53,9 persen.
"Kondisi ini menjadi perhatian bagi kita semua untuk kampanye pentingnya ASI eksklusif dan terus mendorong semua pihak untuk memberi dukungan kepada para Ibu untuk memberi ASI Eksklusif. Karena praktik menyusui secara optimal sesuai rekomendasi dapat mencegah lebih dari 823 ribu kematian anak dan 20 ribu kematian ibu setiap tahun, ujarnya.
Sementara itu Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian PPPA Agustina Erni menyatakan ASI eksklusif adalah cara terbaik untuk memenuhi gizi anak sekaligus upaya pemenuhan hak anak untuk mendapat status kesehatan tertinggi.
"Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sudah sejak 2016 melalukan sosialisasi ASI ekslusif bagi anak dan keluarga sebagai pelopor dan pelapor. Tahun 2017, Kementerian PPA telah beri bantuan sarana prasarana ruang ASI di 29 provinsi dengan sararan fasilitas umum seperti pasar, pelabuhan, dan termina," ungkapnya.
Co-Founder Komunitas Ayah ASI A Rahmat Hidayat mengatakan, pihaknya melakukan gerakan sosial untuk para ayah mendukung istri dalam memberi ASI untuk bayi mereka. Sederhana bagi para suami untuk memberi dukungan kepada istri. Cukup istri senang, tenang, dan kenyang itu bikin ASI lancar, kata Rahmat.