Brilio.net - Penyakit autoimun dan alergi merupakan kondisi kesehatan kompleks yang melibatkan sistem imun tubuh. Keduanya terjadi ketika sistem imun yang seharusnya melindungi tubuh justru menyerang sel-sel sehat.
"Alergi, autoimun bisa sembuh nggak? Sama seperti diabetes dan hipertensi, yakni tidak bisa sembuh, tapi bisa dikontrol dan dikendalikan," ujar Prof dr Iris Rengganis, Sp PD-KAI, Chairman of Alive atau Allergy, Immunology, Autoimmune, and Vaccine Center Eka Hospital, dikutip brilio.net dari Merdeka, Selasa (13/8).
BACA JUGA :
Sempat diidap Selena Gomez, 5 makanan ini yang wajib dihindari penderita lupus
Perbedaan mendasar antara autoimun dan alergi terletak pada jenis antibodi yang terlibat. Alergi terjadi akibat antibodi Immunoglobulin E (IGE) berlebihan, memicu reaksi seperti gatal dan asma. Autoimun melibatkan antibodi Immunoglobulin G (IGG) yang salah mengidentifikasi sel-sel sehat sebagai ancaman.
Penanganan penyakit autoimun dan alergi berfokus pada pengendalian gejala dan pencegahan kekambuhan. Pendekatan pengobatan meliputi identifikasi pemicu gejala, penggunaan obat-obatan, serta terapi untuk menekan aktivitas antibodi yang berlebihan. Pasien autoimun dan alergi perlu berhati-hati dalam menjalani gaya hidup, terutama terkait asupan makanan dan paparan lingkungan.
Berikut brilio.net himpun informasi dari berbagai sumber pada Selasa (13/8), ragam penyakit autoimun, gejala, dan cara mengobatinya.
BACA JUGA :
9 Makanan pemicu penyakit autoimun, kenali jenisnya dan hindari untuk kesehatan optimal
Ragam penyakit autoimun.
foto: pixabay.com
Penyakit autoimun terjadi ketika sistem kekebalan tubuh keliru menganggap sel-sel sehat sebagai benda asing. Akibatnya, tubuh memproduksi antibodi yang merusak sel-sel sehat tersebut. Kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan jaringan, peradangan, dan gangguan serius pada berbagai organ penting.
Berikut beberapa jenis penyakit autoimun yang sering dijumpai dihimpun dari Healthline:
1. Hepatitis Autoimun.
Penyakit ini menyerang sel-sel hati dan sistem kekebalan tubuh. Hepatitis autoimun dapat menyebabkan pengerasan hati dan berpotensi mengakibatkan kegagalan fungsi hati.
2. Penyakit Celiac.
Kondisi ini membuat penderita tidak dapat menoleransi gluten dan zat-zat yang terkandung dalam gandum. Penyakit celiac mengakibatkan kerusakan pada usus kecil ketika penderita mengonsumsi makanan yang mengandung gluten.
3. Sindrom Antifosfolipid (APS).
APS menyerang jaringan pembuluh darah, menyebabkan pembekuan darah abnormal. Kondisi ini dapat terjadi baik pada pembuluh vena maupun arteri, meningkatkan risiko trombosis.
4. Anemia Hemolitik.
Penyakit ini merusak sel-sel darah merah dalam tubuh. Anemia hemolitik dapat menyebabkan kekurangan sel darah merah, mengakibatkan berbagai gejala seperti kelelahan dan sesak napas.
5. Sindrom Guillain-Barr (GBS).
GBS menyerang saraf yang menghubungkan otak dan tulang belakang dengan seluruh saraf otot. Akibatnya, otak tidak dapat mengirim sinyal ke otot dengan baik, berpotensi menyebabkan kelumpuhan.
6. Lupus Eritematosus Sistemik.
Lupus dapat mempengaruhi berbagai organ tubuh, termasuk kulit, sendi, ginjal, dan otak. Penyakit ini sering ditandai dengan ruam kulit berbentuk kupu-kupu pada wajah.
7. Multiple Sklerosis.
Penyakit ini menyerang selubung myelin yang melindungi sel-sel saraf. Multiple sklerosis dapat mengganggu komunikasi antara otak dan tubuh, menyebabkan berbagai gejala neurologis.
8. Psoriasis.
Psoriasis menyebabkan pertumbuhan sel kulit yang berlebihan, mengakibatkan penebalan kulit dan timbulnya sisik. Kondisi ini dapat mempengaruhi berbagai bagian tubuh.
9. Diabetes Tipe 1.
Pada diabetes tipe 1, sistem imun menyerang sel-sel penghasil insulin di pankreas. Akibatnya, tubuh tidak dapat memproduksi insulin yang cukup untuk mengatur kadar gula darah.
10. Penyakit Graves.
Penyakit ini menyebabkan kelenjar tiroid memproduksi hormon tiroid secara berlebihan. Gejala yang ditimbulkan meliputi penurunan berat badan, mata menonjol, dan detak jantung cepat.
Gejala penyakit autoimun.
foto: pixabay.com
Gejala penyakit autoimun bervariasi tergantung pada jenis dan organ yang terpengaruh. Beberapa gejala umum sering dijumpai pada berbagai jenis penyakit autoimun. Penting bagi penderita untuk mengenali gejala-gejala ini agar dapat segera mendapatkan penanganan yang tepat.
Berikut beberapa gejala umum penyakit autoimun dilansir dari Cleveland Clinic:
1. Nyeri tubuh.
Penderita sering merasakan nyeri di sekujur tubuh. Sensasi nyeri ini dapat terasa seperti tertusuk-tusuk dan mengganggu aktivitas sehari-hari.
2. Nyeri sendi.
Bagian sendi yang sering terkena meliputi lutut, pergelangan tangan, dan jari-jari tangan. Nyeri sendi biasanya terjadi secara simetris pada kedua sisi tubuh.
3. Kelelahan ekstrem.
Penderita mengalami kelelahan berlebihan dan berkepanjangan. Rasa lelah ini seringkali tidak sebanding dengan aktivitas yang dilakukan dan sulit diatasi dengan istirahat biasa.
4. Demam ringan.
Suhu tubuh penderita cenderung sedikit lebih tinggi dari biasanya. Meskipun tidak terlalu tinggi, demam ringan ini dapat bertahan lama dan mengganggu kenyamanan.
5. Kerontokan rambut.
Penderita autoimun sering mengalami kerontokan rambut yang parah. Kondisi ini dapat mempengaruhi penampilan dan kepercayaan diri.
6. Sariawan berulang.
Munculnya sariawan yang sering kambuh merupakan gejala umum penyakit autoimun. Sariawan ini dapat menyebabkan rasa tidak nyaman saat makan atau berbicara.
Cara mengobati autoimun.
foto: pixabay.com
Meskipun belum ada penyembuhan total untuk penyakit autoimun, berbagai metode pengobatan dapat membantu mengendalikan gejala dan meningkatkan kualitas hidup penderita. Pendekatan pengobatan disesuaikan dengan jenis penyakit, tingkat keparahan, dan kondisi individu pasien.
Beberapa metode pengobatan penyakit autoimun meliputi:
1. Penggunaan obat-obatan.
Dokter dapat meresepkan berbagai jenis obat untuk mengatasi gejala dan menekan aktivitas sistem imun yang berlebihan. Obat-obatan yang umum digunakan meliputi obat antiinflamasi non-steroid (NSAID), obat penekan sistem kekebalan, dan obat anti-TNF.
2. Terapi pengganti hormon.
Pada penyakit autoimun yang mengganggu produksi hormon, terapi pengganti hormon dapat membantu menormalkan fungsi tubuh. Contohnya, pemberian insulin untuk penderita diabetes tipe 1 atau hormon tiroid pada kasus tiroiditis.
3. Perubahan gaya hidup.
Modifikasi pola makan dan gaya hidup dapat membantu mengendalikan gejala penyakit autoimun. Menghindari makanan pemicu, mengurangi stres, dan melakukan olahraga teratur merupakan bagian penting dari pengelolaan penyakit.
4. Terapi fisik.
Pada beberapa jenis penyakit autoimun yang mempengaruhi fungsi gerak, terapi fisik dapat membantu meningkatkan mobilitas dan mengurangi nyeri. Terapi ini disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing pasien.
5. Dukungan psikologis.
Menghadapi penyakit autoimun dapat menimbulkan tekanan mental. Konseling dan terapi psikologis dapat membantu pasien mengatasi stres, kecemasan, dan depresi yang mungkin muncul.
Penanganan penyakit autoimun memerlukan pendekatan komprehensif dan kerjasama antara pasien dan tim medis. Pemantauan rutin dan penyesuaian pengobatan diperlukan untuk mencapai hasil optimal. Dengan penanganan yang tepat, penderita penyakit autoimun dapat menjalani hidup berkualitas dan produktif.