Brilio.net - Demensia bukanlah penyakit tunggal, melainkan istilah umum yang mencakup berbagai gejala yang mungkin dialami seseorang akibat beberapa penyakit, termasuk penyakit Alzheimer. Gejala demensia biasanya memicu penurunan kemampuan berpikir, atau kemampuan kognitif, yang cukup parah sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari dan fungsi mandiri. Gejala-gejala ini juga berdampak pada perilaku, perasaan, dan hubungan interpersonal.
Seseorang dengan demensia akan mengalami penurunan fungsi kognitif yang signifikan, yang mempengaruhi cara mereka berpikir, mengingat, dan berinteraksi dengan orang lain. Mereka juga mungkin mengalami perubahan perilaku dan suasana hati yang dapat membuat kehidupan sehari-hari menjadi lebih sulit. Mengidentifikasi dan memahami gejala demensia sangat penting untuk memberikan perawatan yang tepat dan menjaga kualitas hidup penderita.
BACA JUGA :
Hoax susu UHT bisa tingkatkan diabetes, ini 7 penyebab diabetes pada anak dan cara mencegahnya
Demensia diakibatkan dari kerusakan pada sel saraf otak di bagian tertentu. Sehingga menurunkan kemampuan berkomunikasi dengan saraf tubuh yang lain. Ketika sel-sel di bagian otak yang mengontrol pikiran dan ingatan rusak, maka fungsinya akan terganggu.
Demensia juga dapat diakibatkan dari berbagai penyakit yang bersarang di tubuh, lho. Dilansir dari Harvard Health Publishing dan Azlheimer Sociaety, berikut brilio.net rangkum informasi mengenai kebiasaan yang bisa menurunkan fungsi otak pada Selasa (6/8).
1. Terlalu banyak duduk
Rata-rata orang dewasa duduk selama 6,5 jam per hari, dan waktu duduk yang berlebihan ini berdampak buruk pada otak. Sebuah studi tahun 2018 di PLOS One menemukan bahwa duduk terlalu lama terkait dengan perubahan pada bagian otak yang penting untuk memori. Kurangnya aktivitas fisik seperti olahraga meningkatkan risiko demensia dan faktor risiko lain seperti diabetes dan tekanan darah tinggi.
BACA JUGA :
Bantu tingkatkan kualitas tidur, ini 7 kegiatan yang perlu dilakukan sebelum terlelap
Melansir dari studi tersebut, kurangnya gerakan dapat mengakibatkan penurunan aliran darah ke otak, yang berpotensi mempercepat degenerasi sel-sel otak. Kondisi ini memperburuk kemampuan kognitif dan memori jangka panjang.
2. Pola makan buruk
Diet tidak sehat tinggi lemak jenuh, gula, dan garam dapat meningkatkan risiko demensia. Orang dengan diabetes tipe 2 pada usia paruh baya berisiko lebih tinggi mengembangkan demensia. Selain itu, orang dengan tekanan darah tinggi konsisten pada usia paruh baya (45-65 tahun) lebih mungkin mengembangkan demensia.
Penelitian menunjukkan bahwa makanan yang kaya akan lemak jenuh dan gula tidak hanya berkontribusi pada penyakit metabolik tetapi juga memperburuk fungsi otak. Kebiasaan makan buruk ini dapat merusak pembuluh darah kecil di otak, mengurangi suplai oksigen dan nutrisi penting ke sel-sel otak.
3. Gaya hidup merokok
foto: pixabay.com
Perokok memiliki risiko lebih tinggi mengembangkan demensia dibandingkan non-perokok atau mantan perokok. Terdapat bukti kuat yang menunjukkan bahwa merokok meningkatkan risiko seseorang terkena demensia. Merokok meningkatkan risiko masalah pembuluh darah (masalah pada jantung dan pembuluh darah). Masalah pembuluh darah ini juga terkait dengan dua bentuk demensia yang paling umum: penyakit Alzheimer dan demensia vaskular.
Menurut penelitian, zat-zat kimia dalam rokok dapat menyebabkan peradangan dan stres oksidatif pada otak. Kedua kondisi ini merusak jaringan otak dan mempercepat penurunan fungsi kognitif, meningkatkan risiko terkena demensia pada usia lanjut.
4. Rendahnya aktivitas melatih otak
Kurangnya aktivitas yang merangsang otak dapat mengurangi "cadangan kognitif" yang melindungi dari kerusakan sel otak. Aktivitas seperti membaca, bermain teka-teki, atau belajar keterampilan baru dapat membantu menjaga otak tetap aktif dan sehat. Penurunan aktivitas kognitif ini dapat meningkatkan risiko hipertensi, penyakit jantung koroner, depresi, dan demensia.
Kebiasaan melatih otak secara teratur dapat meningkatkan konektivitas antara neuron dan memperkuat jalur saraf. Ketika aktivitas otak menurun, koneksi saraf melemah, membuat otak lebih rentan terhadap kerusakan dan penurunan fungsi.
5. Terlalu banyak menggunakan gawai
National Institutes of Health memperingatkan bahwa waktu menatap layar yang lebih lama pada anak-anak dikaitkan dengan hasil tes kemampuan berpikir dan bahasa yang lebih buruk. Waktu menonton yang berlebihan bisa mengganggu keseimbangan ritme sirkadian kita, yang dapat menyebabkan gangguan mood, kelelahan, dan insomnia.
Penelitian juga menunjukkan bahwa paparan layar secara berlebihan dapat menyebabkan penurunan interaksi sosial dan aktivitas fisik, yang keduanya penting untuk kesehatan otak. Ketidakseimbangan ini dapat berkontribusi pada penurunan kemampuan kognitif dan risiko demensia.
6. Kurangnya aktivitas sosial
foto: pixabay.com
Kesepian terkait dengan depresi dan risiko lebih tinggi untuk Alzheimer, serta dapat mempercepat penurunan kognitif. Sebuah studi Juli 2021 di The Journals of Gerontology: Series B menemukan bahwa orang yang kurang aktif secara sosial kehilangan lebih banyak materi abu-abu otak, lapisan luar yang memproses informasi.
Keterlibatan sosial yang aktif dapat merangsang otak dan mencegah penurunan kognitif. Kurangnya interaksi sosial dapat menyebabkan isolasi dan stres, yang berdampak negatif pada kesehatan otak dan meningkatkan risiko demensia.
7. Kurang tidur dan istirahat cukup
Menurut CDC, sepertiga orang dewasa tidak mendapatkan tidur yang direkomendasikan yaitu 7-8 jam per malam. Penelitian pada Desember 2018 di jurnal Sleep menemukan bahwa keterampilan kognitif - seperti memori, penalaran, dan pemecahan masalah - menurun ketika orang tidur kurang dari tujuh jam per malam.
Kurang tidur kronis dapat menyebabkan akumulasi plak amiloid di otak, yang berhubungan erat dengan penyakit Alzheimer. Tidur yang cukup membantu otak membersihkan racun dan memperbaiki sel-sel yang rusak, sehingga penting untuk menjaga kesehatan kognitif.
8. Stres
Orang yang mengalami depresi di usia paruh baya atau lanjut memiliki risiko lebih tinggi mengembangkan demensia. Stres kronis dapat membunuh sel-sel otak dan menyusutkan korteks prefrontal, area yang bertanggung jawab untuk memori dan pembelajaran.
Melansir dari berbagai penelitian, hormon stres seperti kortisol dapat merusak hippocampus, bagian otak yang berperan dalam pembentukan memori. Stres jangka panjang juga mengganggu keseimbangan kimia otak, yang dapat mempercepat penurunan fungsi kognitif.
9. Kurang minum air
Air merupakan komponen penting otak, tapi seringkali terlupakan dalam aktivitas kita sehari-hari. Dehidrasi ringan sekalipun dapat mempengaruhi waktu reaksi, memori, dan perhatian, seperti yang ditunjukkan oleh studi Effects of Dehydration and Rehydration on Cognitive Performance.
Menjaga hidrasi yang cukup sangat penting untuk fungsi otak yang optimal. Kekurangan air dapat mengganggu proses metabolisme otak dan mengurangi efisiensi transmisi sinyal saraf, yang berdampak negatif pada kemampuan berpikir dan memori. Pastikan Anda minum cukup air sepanjang hari, terutama sebelum dan sesudah aktivitas fisik, agar oasis di otak Anda tetap terisi.