Brilio.net - Bakteri super hypervirulent kini menghebohkan dunia. Bagaimana tidak, virus yang pertama kali ditemukan di Asia pada 1980 ini awalnya rentan terhadap berbagai antibiotik. Namun seiring perkembangan galur bakteri super hypervirulent telah menyebar secara global dan bermutasi.
Mutasi virus bakteri tersebut menunjukkan resisten terhadap berbagai antibiotik, bahkan beberapa jenis bakteri ini menunjukkan resisten terhadap carbapenems, yakni kelas antibiotik yang digunakan untuk mengobati infeksi bakteri yang resisten terhadap obat-obatan.
BACA JUGA :
9 Pemanis pengganti gula ini ternyata bahaya, erythritol dapat tingkatkan serangan jantung dan stroke
Oleh sebab itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan strain bakteri sup 'hypervirulent' ini berpotensi sangat berbahaya bahkan telah ditemukan di 16 negara. Yakni Aljazair, Argentina, Australia, Kanada, Kamboja, Hong Kong, India, Iran, Jepang, Oman, Papua Nugini, Filipina, Swiss, Thailand, Inggris, dan Amerika Serikat. Sementara Indonesia, sejauh ini belum melaporkan keberadaan hvKp.
Meski keberadaan bakteri super hypervirulent atau yang dikenal sebagai hypervirulent Klebsiella pneumoniae (hvKp) belum ditemukan di Indonesia. Namun, masyarakat perlu mewaspadai sebab bisa jadi infeksi bakteri ini masuk ke Indonesia. Oleh sebab itu, perlu kenali apa itu bakteri super hypervirulent klebsiella pneumoniae agar meningkatkan kewaspadaan terhadap penularan penyakit ini.
Supaya makin memahami apa itu bakteri super hypervirulent klebsiella pneumoniae, yuk pahami lebih dalam gejala & cara penularannya dilansir brilio.net dari berbagai sumber, Senin (12/8)
BACA JUGA :
9 Vitamin yang aman dan direkomendasikan untuk penderita penyakit ginjal
Apa itu bakteri super hypervirulent klebsiella pneumoniae?
foto: freepik.com
Bakteri Klebsiella pneumoniae adalah jenis bakteri Gram-negatif yang secara alami hidup di usus manusia dan tidak berbahaya dalam keadaan normal. Namun, dalam kondisi tertentu, Klebsiella pneumoniae dapat menyebabkan infeksi serius, terutama pada individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.
Varian yang lebih berbahaya dikenal sebagai hypervirulent Klebsiella pneumoniae (hvKP) memiliki kemampuan untuk menyebabkan penyakit yang lebih parah sehingga sering dikaitkan dengan tingkat kematian yang lebih tinggi.
Hypervirulent Klebsiella pneumoniae memiliki faktor virulensi tambahan yang memungkinkan bakteri ini menyebabkan infeksi pada individu yang sehat sekalipun, yang berbeda dari strain Klebsiella pneumoniae biasa yang umumnya hanya menyerang individu dengan sistem imun yang lemah.
Hypervirulent Klebsiella pneumoniae dikenal karena kemampuannya menghasilkan kapsul yang lebih tebal dan lebih licin, yang melindungi bakteri dari sistem kekebalan tubuh manusia. Selain itu, bakteri ini dapat menghasilkan siderophores dalam jumlah yang lebih besar, yaitu molekul yang mengikat zat besi dari tubuh inangnya yang penting bagi pertumbuhan bakteri.
Faktor-faktor ini membuat hvKP lebih tahan terhadap upaya pembersihan oleh sistem kekebalan tubuh dan lebih mematikan dibandingkan strain Klebsiella pneumoniae lainnya. Hypervirulent Klebsiella pneumoniae dapat menyebabkan berbagai infeksi, termasuk pneumonia, infeksi saluran kemih, sepsis, hingga abses hati.
Strain ini telah teridentifikasi di berbagai belahan dunia, dengan beberapa wabah besar terjadi di Asia dan Amerika Serikat. Penularan bakteri ini biasanya terjadi melalui kontak dengan permukaan yang terkontaminasi, peralatan medis, atau dari orang yang terinfeksi.
Salah satu tantangan terbesar dalam menangani infeksi hypervirulent Klebsiella pneumoniae adalah meningkatnya resistensi terhadap antibiotik. Beberapa strain hvKP telah mengembangkan resistensi terhadap banyak kelas antibiotik, termasuk carbapenem, yang merupakan pilihan terakhir dalam pengobatan infeksi bakteri yang resisten.
Resistensi ini membuat pengobatan infeksi yang disebabkan oleh hvKP menjadi sangat sulit dan sering kali memerlukan kombinasi beberapa antibiotik yang lebih kuat atau metode pengobatan alternatif lainnya.
Menyadur penelitian dari Clinical Infectious Diseases dan The Lancet Infectious Diseases, menunjukkan bahwa hvKP memiliki potensi besar untuk menjadi ancaman kesehatan global jika tidak ada intervensi yang efektif. Oleh karena itu, deteksi dini maupun pengobatan yang tepat menjadi sangat penting dalam mencegah penyebaran bakteri ini di rumah sakit maupun masyarakat luas.
Gejala infeksi bakteri super hypervirulent Klebsiella pneumoniae (hvKp)
foto: freepik.com
Gejala infeksi yang disebabkan oleh bakteri super hypervirulent Klebsiella pneumoniae (hvKP) dapat bervariasi tergantung pada organ yang terinfeksi dan tingkat keparahan infeksi. Adapun gejala yang umumnya terjadi, diantaranya:
1. Pneumonia (Infeksi paru-paru)
Pneumonia adalah salah satu penyakit paling umum dari infeksi hvKP. Gejalanya meliputi:
- Demam tinggi (biasanya di atas 38.5C)
- Batuk aktif dengan dahak kental, sering berwarna merah muda atau kemerahan
- Sesak napas
- Nyeri dada saat bernapas atau batuk
- Kelelahan ekstrem
- Menggigil dan berkeringat
Sebuah studi yang dipublikasikan dalam Clinical Infectious Diseases oleh Shon et al. (2013) menunjukkan bahwa pneumonia yang disebabkan oleh hvKP cenderung lebih parah dibandingkan dengan strain lama, yakni dengan tingkat kematian yang lebih tinggi dan kemungkinan komplikasi seperti empiema (akumulasi nanah di rongga pleura) yang lebih besar.
2. Abses hati
Abses hati ialah komplikasi yang cukup khas dari infeksi hvKP, terutama di Asia Timur. Gejalanya meliputi:
- Demam tinggi dan menggigil
- Nyeri perut, terutama di kuadran kanan atas
- Mual dan muntah
- Kehilangan nafsu makan
- Penurunan berat badan
- Ikterus (kulit dan mata menjadi kuning)
Menyadur penelitian yang dilakukan oleh Siu et al., dipublikasikan dalam Emerging Infectious Diseases (2012), menemukan bahwa abses hati yang disebabkan oleh hvKP cenderung lebih besar, multipel, serta lebih mungkin menyebar ke organ lain dibandingkan dengan abses hati yang disebabkan oleh patogen lain.
3. Meningitis
Meskipun lebih jarang, hvKP juga dapat menyebabkan meningitis, terutama pada pasien dengan diabetes. Gejala-gejalanya meliputi:
- Sakit kepala parah
- Kaku leher
- Demam tinggi
- Perubahan status mental (kebingungan, delirium)
- Sensitivitas terhadap cahaya (fotofobia)
- Mual dan muntah
- Kejang
4. Endoftalmitis
Infeksi hvKP juga dapat menyebar ke mata, menyebabkan endoftalmitis. Gejalanya meliputi:
- Nyeri mata parah
- Penurunan penglihatan yang cepat
- Kemerahan pada mata
- Pembengkakan kelopak mata
- Sensitivitas terhadap cahaya
Sebuah tinjauan sistematis yang dipublikasikan dalam Survey of Ophthalmology oleh Kashani dan Eliott (2013) menemukan bahwa endoftalmitis yang disebabkan oleh hvKP cenderung memiliki prognosis yang lebih buruk, dengan risiko kehilangan penglihatan yang lebih tinggi.
5. Infeksi sistemik (Sepsis)
Dalam kasus yang parah, hvKP dapat menyebabkan sepsis, suatu kondisi yang mengancam jiwa di mana tubuh bereaksi berlebihan terhadap infeksi. Adapun gejala yang dialami seperti:
- Demam tinggi atau hipotermia (suhu tubuh rendah)
- Detak jantung cepat
- Pernapasan cepat
- Tekanan darah rendah
- Penurunan produksi urin
- Perubahan status mental
- Ruam atau perubahan warna kulit
Penularan bakteri super hypervirulent Klebsiella pneumoniae (hvKp)
foto: freepik.com
Bakteri Klebsiella pneumoniae dapat menyebar melalui beberapa cara, terutama dalam lingkungan rumah sakit (nosokomial) dan komunitas. Penularan terjadi ketika bakteri berpindah dari satu individu atau objek yang terkontaminasi ke individu lain. Adapun cara hvKp dapat menular melalui:
1. Kontak langsung dengan individu yang terinfeksi
Penularan Klebsiella pneumoniae sering terjadi melalui kontak langsung dengan orang yang terinfeksi atau yang membawa bakteri tersebut tanpa menunjukkan gejala (carrier).
Misalnya, staf medis atau pengunjung yang menyentuh pasien yang terinfeksi tanpa melakukan cuci tangan yang benar dapat menyebarkan bakteri ini ke pasien lain atau diri mereka sendiri.
2. Kontak dengan peralatan medis yang terkontaminasi
Bakteri Klebsiella pneumoniae dapat hidup di permukaan dan peralatan medis yang tidak dibersihkan dengan baik, seperti kateter, ventilator, hingga alat-alat bedah.
Ketika peralatan yang terkontaminasi digunakan pada pasien lain, bakteri dapat memasuki tubuh mereka melalui luka atau jalur lain, akibatnya menyebabkan infeksi. Oleh karena itu, kebersihan maupun sterilisasi peralatan medis sangat penting untuk mencegah penyebaran bakteri ini di rumah sakit.
3. Penularan melalui udara
Meskipun Klebsiella pneumoniae umumnya tidak menular melalui udara seperti virus influenza, bakteri ini bisa ditularkan melalui percikan dahak atau cairan tubuh lainnya.
Ketika seseorang yang terinfeksi batuk atau bersin, bakteri dapat menyebar ke udara dalam jarak dekat lalu menginfeksi orang lain, terutama jika mereka memiliki luka terbuka atau sistem kekebalan tubuh yang lemah.
4. Penularan melalui makanan atau air yang terkontaminasi
Meskipun ini sangat jarang terjadi, namun Klebsiella pneumoniae juga dapat ditularkan melalui makanan atau air yang terkontaminasi, terutama di lingkungan dengan sanitasi yang buruk.
Bakteri bisa masuk ke saluran pencernaan lalu menginfeksi, terutama pada individu yang memiliki kekebalan tubuh rendah rentan seperti bayi, orang tua, atau orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.
5. Transmisi nosokomial
Di rumah sakit, penularan Klebsiella pneumoniae sering terjadi melalui transmisi nosokomial, di mana bakteri ini menyebar dari pasien ke pasien lain melalui interaksi dengan petugas kesehatan yang tidak mencuci tangan atau tidak menggunakan alat pelindung diri dengan benar.
Bakteri ini juga dapat menyebar melalui prosedur medis yang invasif, seperti pemasangan kateter atau ventilator yang memungkinkan bakteri masuk ke dalam tubuh pasien.