Brilio.net - Jahe telah menjadi bagian dari konsumsi dan budaya kuliner di Indonesia sejak zaman kuno. Meskipun tidak ada catatan pasti tentang kapan jahe pertama kali digunakan di Indonesia, sejarah mencatat bahwa jahe telah dibudidayakan dan dimanfaatkan di Asia Tenggara, termasuk Indonesia selama ribuan tahun.
Nggak hanya jadi campuran untuk memperkaya rasa pada makanan, jahe juga kerap diolah jadi bahan utama minuman tradisional, salah satunya wedang uwuh. Wedang uwuh adalah minuman tradisional yang terbuat dari jahe yang direbus bersama gula merah atau gula pasir. Wedang uwuh ini bisa menghangatkan tubuh, meredakan batuk dan pilek, serta membantu pencernaan.
BACA JUGA :
Jangan diabaikan, ini gejala dan dampak serius penyakit kuku tangan dan kaki
Dilansir dari wellandgood.com, jahe sangat baik untuk meningkatkan kesehatan karena mengandung senyawa yang dikenal sebagai gingerol dan shogaol. Kedua senyawa tersebut menciptakan efek antioksidan yang mengurangi kerusakan akibat radikal bebas dalam tubuh. Namun ada kondisi tertentu yang sebaiknya jahe tidak dikonsumsi, lho.
Menurut asisten profesor kedokteran di Harvard Medical School, ada kalanya jahe tidak baik dikonsumsi bahkan dihindari untuk tujuan tertentu. Dilansir brilio.net dari berbagai sumber pada Rabu (22/5), berikut kondisi kesehatan yang tidak dianjurkan mengonsumsi jahe.
1. Ibu hamil sebelum melahirkan.
BACA JUGA :
Waspada diabetes pada anak, kenali gejala, penyebab, dan cara mengatasinya
foto: freepik.com
Ibu hamil yang mau melahirkan tidak disarankan untuk mengonsumsi jahe. Pasalnya, jahe memiliki sifat yang dapat merangsang kontraksi otot, termasuk otot rahim. Pada beberapa kasus, hal tersebut dapat meningkatkan risiko kontraksi uterus yang tidak teratur atau terlalu kuat, sehingga dapat mempengaruhi proses persalinan.
Jahe memiliki sifat pengencer darah alami yang bisa menjadi masalah menjelang persalinan, karena tubuh perlu mempersiapkan proses pembekuan darah untuk mengurangi risiko pendarahan saat melahirkan. Mengonsumsi jahe dalam jumlah besar dapat mengganggu kemampuan tubuh untuk membekukan darah dengan efisien.
2. Penderita hemofilia.
foto: freepik.com
Penderita hemofilia dianjurkan tidak mengonsumsi jahe. Dapat mengencerkan darah, mengonsumsi jahe dapat memperburuk kondisi pendarahan pada penderita hemofilia. Kondisi tersebut dapat menyebabkan pendarahan yang lebih sulit dikendalikan dan lebih lama untuk berhenti, baik pada permukaan kulit maupun di dalam tubuh.
Sifat antikoagulan yang ada di dalam jahe dapat memperpanjang waktu yang dibutuhkan darah untuk membeku. Bagi penderita hemofilia yang sudah memiliki masalah dengan pembekuan darah, tambahan pengencer darah dari jahe dapat memperparah risiko perdarahan.
Penderita hemofilia juga sering mengonsumsi obat-obatan untuk membantu mengontrol pembekuan darah. Ketika jahe dikonsumsi penderita hemofilia bersamaan dengan obat-obatan, maka akan mengurangi efektivitas obat atau meningkatkan risiko efek samping.
3. Seseorang yang akan menjalani operasi.
foto: freepik.com
Seseorang yang akan menjalani operasi tidak dianjurkan mengonsumsi jahe, karena sifat antikoagulan di dalamnya dapat mengencerkan darah. Jika dikonsumsi menjelang operasi dapat mengganggu proses pembekuan darah yang normal dan mempengaruhi bagaimana tubuh mengontrol pendarahan.
Jahe dapat menghambat kemampuan darah untuk membeku dengan cepat, sehingga menyebabkan pendarahan berlebihan selama dan setelah operasi. Artinya, mengonsumsi jahe sebelum operasi dapat membuat prosedur pembedahan lebih sulit dan meningkatkan risiko komplikasi serius.
4. Seseorang yang mengonsumsi obat pengencer darah.
Seseorang yang mengonsumsi obat pengencer darah dianjurkan untuk menghindari minum jahe. Pasalnya, jahe memiliki sifat antikoagulan yang dapat mengencerkan darah. Sifat ini disebabkan oleh senyawa bioaktif dalam jahe, seperti gingerol yang dapat menghambat pembekuan darah.
Obat pengencer darah seperti warfarin, heparin, aspirin, dan clopidogrel bekerja dengan mengurangi kemampuan darah untuk membeku, sehingga mencegah pembentukan gumpalan darah. Ketika dikombinasikan dengan jahe, efek pengenceran darah ini dapat meningkat, sehingga meningkatkan risiko pendarahan yang berlebihan, baik internal maupun eksternal.
5. Seseorang yang mengonsumsi obat hipertensi.
Jahe memiliki sifat yang dapat menurunkan tekanan darah. Senyawa aktif dalam jahe, seperti gingerol dan shogaol diketahui memiliki efek vasodilator yang dapat melebarkan pembuluh darah dan meningkatkan aliran darah. Senyawa tersebut menjadi bermanfaat bagi beberapa orang, tetapi bagi yang sudah mengonsumsi obat untuk menurunkan tekanan darah efek tambahan ini dapat menimbulkan risiko.
Mengonsumsi jahe bersamaan dengan obat antihipertensi dapat menyebabkan penurunan tekanan darah yang berlebihan (hipotensi). Ini bisa menyebabkan gejala seperti pusing, pingsan, dan kebingungan yang bisa berbahaya terutama jika terjadi secara tiba-tiba.
6. Seseorang yang mengonsumsi obat diabetes.
Seseorang yang mengonsumsi obat diabetes tidak dianjurkan minum jahe karena dapat mempengaruhi kadar gula darah dan berinteraksi dengan obat-obatan yang digunakan untuk mengelola diabetes. Jahe memiliki sifat yang dapat menurunkan kadar gula darah.
Senyawa aktif dalam jahe, seperti gingerol dapat meningkatkan sensitivitas insulin dan membantu menurunkan kadar gula darah. Meskipun ini bisa bermanfaat dalam pengelolaan diabetes, ada risiko potensial jika dikonsumsi bersamaan dengan obat diabetes.
Mengonsumsi jahe bersamaan dengan obat diabetes dapat meningkatkan risiko hipoglikemia. Hipoglikemia yaitu kondisi dimana kadar gula darah turun terlalu rendah. Gejala hipoglikemia termasuk pusing, berkeringat, lemas, kebingungan, dan dalam kasus yang parah, kejang atau kehilangan kesadaran.
Mengonsumsi jahe juga dapat membuat pemantauan dan pengaturan kadar gula darah menjadi lebih kompleks. Penderita diabetes mungkin perlu memantau gula darah lebih sering dan menyesuaikan dosis obat yang bisa menambah beban dan risiko kesalahan.