2. Penderita hemofilia.
foto: freepik.com
BACA JUGA :
Jangan diabaikan, ini gejala dan dampak serius penyakit kuku tangan dan kaki
Penderita hemofilia dianjurkan tidak mengonsumsi jahe. Dapat mengencerkan darah, mengonsumsi jahe dapat memperburuk kondisi pendarahan pada penderita hemofilia. Kondisi tersebut dapat menyebabkan pendarahan yang lebih sulit dikendalikan dan lebih lama untuk berhenti, baik pada permukaan kulit maupun di dalam tubuh.
Sifat antikoagulan yang ada di dalam jahe dapat memperpanjang waktu yang dibutuhkan darah untuk membeku. Bagi penderita hemofilia yang sudah memiliki masalah dengan pembekuan darah, tambahan pengencer darah dari jahe dapat memperparah risiko perdarahan.
Penderita hemofilia juga sering mengonsumsi obat-obatan untuk membantu mengontrol pembekuan darah. Ketika jahe dikonsumsi penderita hemofilia bersamaan dengan obat-obatan, maka akan mengurangi efektivitas obat atau meningkatkan risiko efek samping.
BACA JUGA :
Waspada diabetes pada anak, kenali gejala, penyebab, dan cara mengatasinya
3. Seseorang yang akan menjalani operasi.
foto: freepik.com
Seseorang yang akan menjalani operasi tidak dianjurkan mengonsumsi jahe, karena sifat antikoagulan di dalamnya dapat mengencerkan darah. Jika dikonsumsi menjelang operasi dapat mengganggu proses pembekuan darah yang normal dan mempengaruhi bagaimana tubuh mengontrol pendarahan.
Jahe dapat menghambat kemampuan darah untuk membeku dengan cepat, sehingga menyebabkan pendarahan berlebihan selama dan setelah operasi. Artinya, mengonsumsi jahe sebelum operasi dapat membuat prosedur pembedahan lebih sulit dan meningkatkan risiko komplikasi serius.
4. Seseorang yang mengonsumsi obat pengencer darah.
Seseorang yang mengonsumsi obat pengencer darah dianjurkan untuk menghindari minum jahe. Pasalnya, jahe memiliki sifat antikoagulan yang dapat mengencerkan darah. Sifat ini disebabkan oleh senyawa bioaktif dalam jahe, seperti gingerol yang dapat menghambat pembekuan darah.
Obat pengencer darah seperti warfarin, heparin, aspirin, dan clopidogrel bekerja dengan mengurangi kemampuan darah untuk membeku, sehingga mencegah pembentukan gumpalan darah. Ketika dikombinasikan dengan jahe, efek pengenceran darah ini dapat meningkat, sehingga meningkatkan risiko pendarahan yang berlebihan, baik internal maupun eksternal.
5. Seseorang yang mengonsumsi obat hipertensi.
Jahe memiliki sifat yang dapat menurunkan tekanan darah. Senyawa aktif dalam jahe, seperti gingerol dan shogaol diketahui memiliki efek vasodilator yang dapat melebarkan pembuluh darah dan meningkatkan aliran darah. Senyawa tersebut menjadi bermanfaat bagi beberapa orang, tetapi bagi yang sudah mengonsumsi obat untuk menurunkan tekanan darah efek tambahan ini dapat menimbulkan risiko.
Mengonsumsi jahe bersamaan dengan obat antihipertensi dapat menyebabkan penurunan tekanan darah yang berlebihan (hipotensi). Ini bisa menyebabkan gejala seperti pusing, pingsan, dan kebingungan yang bisa berbahaya terutama jika terjadi secara tiba-tiba.
6. Seseorang yang mengonsumsi obat diabetes.
Seseorang yang mengonsumsi obat diabetes tidak dianjurkan minum jahe karena dapat mempengaruhi kadar gula darah dan berinteraksi dengan obat-obatan yang digunakan untuk mengelola diabetes. Jahe memiliki sifat yang dapat menurunkan kadar gula darah.
Senyawa aktif dalam jahe, seperti gingerol dapat meningkatkan sensitivitas insulin dan membantu menurunkan kadar gula darah. Meskipun ini bisa bermanfaat dalam pengelolaan diabetes, ada risiko potensial jika dikonsumsi bersamaan dengan obat diabetes.
Mengonsumsi jahe bersamaan dengan obat diabetes dapat meningkatkan risiko hipoglikemia. Hipoglikemia yaitu kondisi dimana kadar gula darah turun terlalu rendah. Gejala hipoglikemia termasuk pusing, berkeringat, lemas, kebingungan, dan dalam kasus yang parah, kejang atau kehilangan kesadaran.
Mengonsumsi jahe juga dapat membuat pemantauan dan pengaturan kadar gula darah menjadi lebih kompleks. Penderita diabetes mungkin perlu memantau gula darah lebih sering dan menyesuaikan dosis obat yang bisa menambah beban dan risiko kesalahan.