Brilio.net - Filariasis atau penyakit kaki gajah merupakan ancaman kesehatan yang serius di berbagai wilayah tropis, termasuk Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang hidup di saluran dan kelenjar getah bening. Umumnya penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk, terutama jenis nyamuk Culex quinquefasciatus, Mansonia.
Biasanya penyebaran penyakit ini seringkali tidak disadari oleh penderitanya. Padahal bisa menimbulkan gejala kronis jika tidak ditangani dengan tepat, pasalnya filariasis dapat menimbulkan kecacatan permanen yang berdampak pada kualitas hidup penderita.
BACA JUGA :
Golongan darah A berisiko terkena stroke, kenali pemicunya sejak dini
Gejala awal penyakit ini mungkin tidak terlihat, tetapi seiring berjalannya waktu, penderita bisa mengalami pembengkakan ekstremitas, serta masalah pada sistem limfatik. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengenali gejala sejak dini dan segera mencari pengobatan.
Lantas apa saja penyebab, gejala, hingga cara mencegah agar tidak terkena penyakit kaki gajah ini? Supaya makin paham, yuk simak ulasan lengkap di bawah ini! Brilio.net sadur dari berbagai sumber, Senin (21/10).
Penyebab penyakit filariasis.
BACA JUGA :
Mengenal Bordeline Personality Disorder, ini penyebab, gejala dan cara mengatasinya
Penyakit filariasis, juga dikenal sebagai penyakit kaki gajah, disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang termasuk dalam golongan nematoda. Cacing ini memiliki beberapa spesies, di antaranya Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. Wuchereria bancrofti menjadi penyebab paling umum dari filariasis limfatik di seluruh dunia, sedangkan Brugia malayi lebih umum ditemukan di Asia Tenggara.
Cacing ini ditularkan melalui gigitan nyamuk, terutama dari genus Culex, Anopheles, dan Aedes, yang mengandung larva infektif cacing filaria. Setelah terinfeksi, larva cacing berkembang menjadi bentuk dewasa dalam sistem limfatik manusia lalu dapat hidup selama bertahun-tahun, sehingga menyebabkan berbagai masalah kesehatan.
Infeksi cacing filaria ini terjadi melalui siklus hidup yang melibatkan dua tuan rumah. Nyamuk yang terinfeksi menghisap darah manusia yang sudah terinfeksi, sehingga larva cacing masuk ke dalam tubuh nyamuk. Di dalam tubuh nyamuk, larva cacing akan berkembang hingga menjadi larva infektif, yang kemudian dapat ditularkan kembali kepada manusia melalui gigitan nyamuk tersebut.
Proses ini menunjukkan pentingnya pengendalian populasi nyamuk untuk mencegah penyebaran penyakit. Penelitian menunjukkan bahwa pengendalian vektor, seperti penyemprotan insektisida hingga penggunaan kelambu, dapat mengurangi angka penularan filariasis secara signifikan (World Health Organization, 2018).
Setelah larva cacing masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk, larva akan mencapai sistem limfatik lalu berkembang menjadi cacing dewasa. Cacing dewasa ini dapat bertahan dalam sistem limfatik selama lebih dari satu dekade, menyebabkan gangguan pada sistem limfatik yang dapat memicu pembengkakan yang parah, khususnya pada kaki maupun area genital.
Selain pembengkakan, infeksi ini juga dapat menyebabkan gejala lain seperti demam, nyeri, dan ruam kulit. Jika tidak ditangani, kondisi ini dapat menyebabkan kecacatan permanen, berkurangnya kualitas hidup, serta dampak sosial yang signifikan bagi penderitanya. Oleh karena itu, penting untuk mengenali faktor risiko, memahami siklus hidup cacing, serta menerapkan langkah-langkah pencegahan yang efektif untuk mengurangi penyebaran penyakit ini.
Gejala penyakit filariasis
Gejala penyakit filariasis dapat bervariasi tergantung pada tahap infeksi dan jenis cacingnya. Umumnya, gejala penyakit ini muncul setelah beberapa bulan atau bahkan tahun setelah terpapar infeksi. Gejala umum yang dapat dialami oleh penderita filariasis:
1. Gejala awal (fase akut)
- Demam: Penderita sering mengalami demam yang dapat berlangsung beberapa hari.
- Nyeri: Rasa nyeri dapat muncul pada area yang terinfeksi, sering kali di sekitar kelenjar getah bening.
- Pembengkakan: Terjadi pembengkakan yang terasa nyeri di kelenjar getah bening, terutama di area ketiak, pangkal paha, atau bagian tubuh lainnya.
2. Gejala kronis
- Pembengkakan limfatik: Pada fase ini, gejala yang paling khas adalah pembengkakan permanen pada anggota tubuh, terutama kaki, lengan, atau area genital. Pembengkakan ini dikenal sebagai lymphedema.
- Kaki gajah (elephantiasis): Dalam kasus yang lebih parah, pembengkakan dapat menyebabkan deformitas yang ekstrem pada kaki, sehingga menyerupai kaki gajah. Kondisi ini disebabkan oleh kerusakan pada sistem limfatik.
- Gejala kulit: Penderita mungkin juga mengalami perubahan pada kulit, seperti ketebalan atau pembentukan nodul pada kulit.
3. Gejala lainnya
- Infeksi sekunder: Penderita filariasis lebih rentan terhadap infeksi sekunder pada area yang bengkak, yang dapat menyebabkan komplikasi lebih lanjut.
- Nyeri dan ketidaknyamanan: Rasa nyeri dan ketidaknyamanan pada area yang terinfeksi dapat mengganggu aktivitas sehari-hari dan kualitas hidup
Cara mencegah penyakit filariasis
1. Pengendalian vektor
Pengendalian populasi nyamuk merupakan langkah penting dalam pencegahan filariasis. Ini dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti penyemprotan insektisida di area yang rawan sebagai langkah pencegahan.
Selain itu, menghilangkan tempat berkembang biak nyamuk, seperti genangan air di lingkungan sekitar, juga sangat penting. Menurut World Health Organization, 2020 intervensi pengendalian vektor yang efektif dapat menurunkan jumlah kasus filariasis secara signifikan.
2. Menggunakan kelambu
Penggunaan kelambu berinsektisida saat tidur menjadi salah satu cara paling efektif untuk melindungi diri dari gigitan nyamuk. Kelambu ini memberikan penghalang fisik dan kimia yang mencegah nyamuk masuk.
Program distribusi kelambu gratis kepada masyarakat di daerah endemis telah terbukti mengurangi tingkat infeksi filariasis (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2019). Menggunakan kelambu di siang hari juga dianjurkan, terutama di daerah dengan tingkat infeksi tinggi.
3. Pakaian pelindung
Memakai pakaian yang menutupi kulit, seperti lengan panjang dan celana panjang, sangat dianjurkan, terutama saat berada di luar ruangan pada malam hari ketika nyamuk lebih aktif. Pakaian yang berwarna terang juga dapat membantu mengurangi daya tarik nyamuk.
4. Obat pencegahan
Pemberian obat pencegahan (mass drug administration/MDA) kepada populasi yang berisiko, terutama di daerah endemis, menjadi strategi yang digunakan untuk menurunkan angka infeksi filariasis.
Obat-obatan ini, seperti diethylcarbamazine (DEC) dan ivermectin, efektif dalam membunuh larva cacing filaria lalu mencegah penyebarannya. Program-program ini biasanya dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dengan dukungan dari organisasi internasional yang telah terbukti berhasil menurunkan prevalensi penyakit di berbagai negara (World Health Organization, 2018).
5. Edukasi masyarakat
Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang penyakit filariasis, cara penularan, dan langkah-langkah pencegahan sangat penting. Program edukasi yang melibatkan komunitas dapat membantu mendorong individu untuk mengambil tindakan pencegahan, seperti menggunakan kelambu, menghindari genangan air, hingga mematuhi jadwal pemberian obat. Informasi yang tepat serta mudah dipahami dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya pencegahan.