Brilio.net - Berapa banyak sih anak muda sekarang yang suka seni pertunjukan teater? Di era digital seperti sekarang apresiasi anak muda terhadap kesenian tradisional, khususnya teater semakin luntur.
Kondisi ini tentu menjadi tantangan bagi para pelaku kesenian tradisional Indonesia. Bagaimana mereka bisa mengemas seni pertunjukan kekinian dengan muatan pesan positif yang ingin disampaikan. Inovasi pun menjadi kata kunci.
BACA JUGA :
Teater ini mengajak anak muda peduli sejarah lewat lakon Sang Saka
Dolfry Inda Suri, Ketua Yayasan Teater Keliling yang ditemui Brilio.net di sela-sela pertunjukan Sang Sakadi Bukit Wisata Kiram, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Jumat (6/4) pun memberikan argumentasinya, mengapa anak muda saat ini nggak suka seni teater.
Inilah yang harus dilakukan para seniman teater. Bagaimana membuat cerita yang bisa diterima para milenial. Misalnya mereka suka humor maka harus dimasukan unsur itu ke dalam cerita. Begitu juga ketika mereka suka lakon yang ada nyanyiannya, maka konsepnya pun harus dimasukkan lagu, ujar Dolfry.
BACA JUGA :
Butet & Garin berbagi ilmu manajemen seni pertunjukkan buat anak muda
Saat ini, sebuah seni teater harus bisa memberikan inovasi yang berbanding lurus dengan perkembangan zaman. Tujuannya agar seni teater bisa diterima semua kalangan, khususnya anak-anak muda.
Berikut lima alasan mengapa anak muda nggak suka nonton teater yang dirangkum Brilio.net usai mewawancarai Dolfry, alumni Fakultas Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran yang mulai menggeluti dunia teater sejak 2012 ini.
1. Nggak nge-tren dan kuno
Sebagian besar anak muda menganggap kesenian tradisional nggak nge-tren dan terkesan kuno. Konsep cerita yang ditawarkan pun dianggap nggak sesuai dengan perkembangan zaman.
2. Ceritanya masih konvensional
Masih ada anggapan bahwa seni teater sejak awal selalu menawarkan cerita yang konvensional. Kondisi ini membuat seni pertunjukan teater kurang popular di mata anak muda. Boleh jadi salah satu penyebabnya para seniman teater selalu memaksakan pakem-pakem berkesenian konvensional. Misalnya, bahasa seni teater yang begitu kental gaya sastra.
3. Nggak mau yang njlimet
Sementara generasi milenial lebih memilih sesuatu yang sederhana. Nggak mau njlimet istilahnya. Mereka sih maunya bisa menyaksikan sebuah pertunjukan yang bisa menggugah rasa humor atau kisah percintaan yang sesuai dengan era mereka.
4. Regenerasi penting lho
Kelompok teater juga harus memberikan peluang kepada para pelakon-pelakon muda. Tujuannya saat menggarap sebuah cerita bisa disesuaikan dengan selera anak-anak muda. Di sinilah pentingnya regenerasi pemain teater.
5. Kurang kekinian
Yang jelas, saat ini para seniman harus bisa mendekatkan pertunjukan teater kepada anak-anak muda dengan bahasa dan gaya mereka. Bagaimana caranya para seniman bisa mengemas seni teater dengan lakon kekinian tanpa menghilangkan misi yang ingin disampaikan.
Nah kuncinya itu tadi, para seniman harus berinovasi untuk mengemas pertunjukkan teater secara kekinian.