Brilio.net - Tanpa bisa menggunakan kata-kata yang jelas, Andrew EZ Sihombing, tunarungu asal Tangerang Selatan (Tangsel) Banten, menceritakan bagaimana dia antusias mengikuti workshop yang diselenggarakan Sampaguita Foundation, Sabtu (12/11) di Museum Transportasi Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
Kepada lawan bicaranya, dia hanya menggunakan bahasa isyarat, menggerak-gerakkan tangannya untuk berkomunikasi. Pada kesempatan tersebut Andrew memilih mengikuti pelatihan mug and shoes painting bersama ratusan tunarungu lainnya. Selain materi tersebut, mereka memilih pelatihan membuat kerajinan kulit hingga membuat roti.
BACA JUGA :
Menolak ditawari tempat duduk, sikap Menlu Retno Marsudi bikin kagum
Ikut workshop kerajinan tangan biar jadi entrepreneur/foto: brilio.net/Islahuddin
Andrew menyebutkan, setelah pelatihan yang didukung Kartini Blue Bird ini, dia akan mengajak para tunarungu di Tangsel untuk memproduksi kerajinan. Selama ini dia merasa para tunarungu tidak mempunyai kesempatan yang sama di dunia kerja.
Banyak perusahaan yang tidak mau menerima tunarungu. Makanya kami ingin berwirausaha sendiri dengan membuat berbagai kerajinan. Selama ini kami sudah biasa berkomunikasi dan sebagian besar kami berada di usia produktif yaitu 17 tahun hingga usia lanjut, ujar Andrew kepada brilio.net.
BACA JUGA :
Menikah di usia 5 tahun, kisah cinta gadis cilik ini bikin terenyuh
Jangan pandang sebelah mata ya, mereka punya kemampuan yang nggak kalah dengan orang biasa/foto: brilio.net/Islahuddin
Co-Founder Sampaguita Foundation, Kusuma Prabandari, menyebutkan bahwa kegiatan ini bertujuan mengembangkan dan mendorong bakat anak-anak tunarungu agar lebih berani untuk berwirausaha. Masyarakat juga diharapkan sadar bahwa anak-anak tunarungu juga mampu bekerja membangun mental dan rasa percaya diri.
Bahkan mereka yang tidak bisa mendengar sebenarnya memiliki kelebihan sendiri. Karena dengan tidak mendengar mereka menjadi pribadi yang lebih fokus, tekun dan sabar untuk menyelesaikan semua pekerjaan.
Kalau orang normal, saat mendengar sesuatu mereka langsung menoleh. Sementara anak tunarungu tidak, mereka tetap bekerja dengan tekun dan fokus, jelas Kusuma.
Nih karya-karya mereka, keren lho/foto: brilio.net/Islahuddin
Mendidik dan melatih anak tunarungu juga tidak sulit. Apalagi jika pelatihan tersebut langsung praktik seperti yang dilakukan dalam workshop yang diadakan Sampaguita Foundation.
Memberi pelatihan kepada orang tunarungu tidak sulit, tidak berbeda dengan memberikan pelatihan kepada orang normal. Mereka bisa mengikuti pelatihan yang ada dan melihat semua instruksi dengan mudah, ujar Nova Hapsari, salah satu trainer.
Siap bersaing di dunia kerja/foto: brilio.net/Islahuddin
Jadi, jangan pandang sebelah mata ya saudara-saudara kita ini. Mereka juga punya kemampuan yang sama, kok.