Brilio.net - Masih ingat dengan permainan tradisional seperti congklak, boi-boian, gobak sodor, egrang dan lompat tali atau telepon kaleng? Permainan-permainan semacam itu di era 1880-an hingga awal 2000-an menjadi primadona yang begitu disukai oleh anak-anak. Kamu generasi yang lahir di era itu?
BACA JUGA :
Unik kelewatan, pasangan ini buat 10 foto jika gender mereka ditukar
foto: Instagram/@kampoenghompimpajogja
Tak ada yang lebih membahagiakan ketika pulang sekolah atau hari libur dengan menghabiskan waktu bermain bersama teman-teman sebaya di halaman besar dari pagi hingga sore. Hal semacam itu kini sudah jarang ditemui terutama bagi anak-anak yang tumbuh ditengah kemajuan teknologi.
Ya, kehadiran gadget yang begitu pesat dengan berbagai spesifikasi dan harga yang murah membuat handphone bukan lagi menjadi barang langka. Tak heran rasanya jika melihat anak-anak TK dan SD sudah memegang piranti komunikasi yang satu ini.
BACA JUGA :
Bukan di Eropa, lapangan keren ini ternyata ada di Purworejo
Tahun 2014, menurut survei yang dilakukan KOMINFO terdapat 30 juta anak-anak dan remaja sudah menjadi pengguna aktif media sosial. Jumlah tersebut semakin bertambah di setiap tahunnya. Anak-anak lebih memilih menghabiskan waktu luang untuk berjibaku dengan gadgetnya, termasuk bermain game online. Hal itu menjadi alasan utama kenapa anak-anak di zaman sekarang banyak yang tak mengenal permainan tradisional.
Berangkat dari kegelisahan tersebut, sekumpulan anak muda bergabung dalam Kampoeng Hompimpa hadir melestarikan kearifan lokal dengan mengenalkan berbagai permainan tradisional untuk anak-anak. Komunitas ini sudah terbentuk pada awal 2015 di Tangerang dan sudah memiliki tiga cabang di Semarang, Pontianak dan Yogyakarta.
foto: Instagram/kampoenghompimpajogja
Khusus untuk Yogyakarta, Kampoeng Hompimpa baru resmi berdiri di April 2017 lalu. Dengan total empat orang pengurus inti atau inisiator dan 29 anggota yang berasal dari berbagai kampus. Komunitas ini aktif dalam melestarikan permainan tradisional di berbagai sekolah, acara-acara besar dari perusahaan dan rutin menggelar kegiatan di Alun-Alun Kidul setiap dua minggu sekali.
"Ketika anak-anak nggak tahu permainan tradisional kan masalah, nah dari masalah itu menjadikan sumber inspirasi bagi kita untuk melestarikan permainan tradisional sekaligus mendidik anak-anak," ungkap Hanif M Ibra, ketua Kampoeng Hompimpa Yogyakarta (KHY) kepada brilio.net, Selasa (6/3).
Setiap dua minggu sekali, mereka menyambangi Alun-Alun Kidul dari pukul 16.00 WIB-17.30 WIB untuk mengajak para pengunjung khususnya anak-anak bermain permainan tradisional. Kehadiran mereka ternyata cukup diterima baik oleh para pengunjung yang larut dengan asyiknya berbagai permainan tradisional. Selain itu, mereka juga rutin hadir di car free day kawasan Jalan Sudirman, Yogyakarta.
"Permainan seperti itu kan belum pernah mereka dapatkan, sekali dapat dan nyoba ya mereka asyik sendiri," imbuh mahasiswa akhir UIN Yogyakarta ini.
Ada sekitar 60-an jenis permainan tradisional yang mereka kenalkan kepada anak-anak di berbagai kegiatan. Untuk menunjang kegiatan tersebut, selain membuat sendiri alat-alat permainan tradisional seperti engrang dan bakiak, Kampoeng Hompimpa juga menerima sumbangan dari donatur yang mau memberikan mainan-mainan tradisional.
foto: Instagram/@kampoenghompimpajogja
Meskipun belum genap satu tahun berdiri, Kampoeng Hompimpa sudah mengalami perkembangan yang pesat. Tak hanya diminati anak-anak, mereka juga kerap dipercaya untuk mengisi berbagai kegiatan dari perusahaan besar setiap satu bulan sekali.
Tak hanya itu, mereka juga menyabet penghargaan sebagai Komunitas Terbaik Nasional dalam ajang Indonesia Community Day 2017. Ibra selaku ketua KHY bahkan terpilih bersama 20 anggota lainnya dari seluruh Indonesia di ajang South Korea Global Exchange selama 10 hari. Kesempatan itu dimanfaatkan mahasiswa jurusan Ilmu Hukum UIN Sunan Kalijaga ini untuk memperkenalkan permainan tradisional di mata dunia internasional.
foto: Instagram/@kampoenghompimpajogja
Penghargaan yang mereka raih semakin mendorong untuk terus berkembang dan melestarikan permainan tradisional. Ibra dan seluruh anggota Kampoeng Hompimpa Yogyakarta menjadi bukti nyata di kalangan anak muda yang masih peduli dengan kehidupan anak-anak. Mereka ingin mengembalikan masa kecil anak-anak yang sesungguhnya dengan cara mengurangi kecanduan gadget lewat permainan tradisional.
"Pencapaian terbaik kami itu adalah ketika kami bisa menjalankan atau melestarikan permainan tradisional secara istikamah," pungkas Ibra.