Brilio.net - Nasi kucing adalah nasi putih yang disajikan dengan sambal dan ikan bandeng atau teri, lalu kemudian dibungkus dengan daun pisang atau kertas minyak, dalam porsi yang sedikit dan dijual di angkringan pinggir jalan. Kamu pasti pernah dong, makan nasi kucing?
Tapi tahukah kamu fakta di balik kuliner legendaris tersebut? Rupanya ada beberapa fakta tak terduga yang kamu pasti belum tahu tentang nasi kucing.
BACA JUGA: Bikin bingung, nasi pecel itu sebenarnya asalnya dari mana sih?
Nah, agar kamu tak semakin penasaran, berikut ini adalah fakta dibalik nasi kucing yang berhasil dirangkum brilio.net dari yafi20.blogspot.co.id, Kamis (21/4).
1. Mengapa disebut nasi kucing?
BACA JUGA :
7 Fakta menakjubkan tentang sambal, pecinta pedas wajib baca, huh hah!
Jadi faktanya, disebut nasi kucing itu ternyata karena porsi dan juga lauknya yang persis ketika seseorang memberi makan kucing di rumah, alias sedikit sekali.
2. Di Solo, nasi kucing di dijual di hik. Apa itu hik?
BACA JUGA :
Ini lho beda sate Ponorogo dan sate Madura, favoritmu yang mana?
Konon sejarahnya, hik tersebut adalah suatu idiom yang bersumber dari lagu rakyat yang dinyanyikan pada malam selikuran, tanggal 21 bulan puasa pada zaman Susuhunan Paku Buwono X: ting-ting hik, jadah, jenang, wajik, ojo lali tingke kobong.
Hik di lagu tersebut tidak memiliki makna religius apa-apa. Hik menjadi identitas penjual warung angkringan yang semula menjajakan makanannya dengan berkeliling kampung mendorong gerobak memikul tenong, sambil berteriak: Hik, Hik!
Namun, seiring berkembangnya zaman, pedagang hik tidak lagi menjajakan dagangannya tetapi menetap di suatu tempat yang biasanya strategis dan ramai.
3. Nasi kucing di Yogyakarta disebut angkringan. Apa ya arti angkringan?
Nah, kalau di Yogyakarta sendiri, nasi kucing biasanya dijual di angkringan. Disebut angkringan karena warung rakyat ini pengunjungnya dapat mengangkringkan kakinya (mengangkat kaki sambil duduk di kursi).
4. Nasi kucing awalnya hanya ada di Solo dan Yogyakarta saja.
Namun seiring berjalannya waktu, nasi kucing ini dapat ditemukan di Salatiga, Semarang, Purwokerto, dan kini telah hampir ada di kota-kota di Pulau Jawa.
5. Pernah berjasa di era reformasi.
Di masa krisis moneter saat Reformasi tahun 1998, banyak mahasiswa yang menyambung hidupnya dari dua bungkus nasi kucing, karena banyak harga-harga yang mahal pada saat itu.