Brilio.net - Melbourne Symphony Orchestra (MSO) yang berkolaborasi dengan Youth Music Camps Student dan Yogyakarta Royal Orchestra (YRO), berhasil mengguncang Yogyakarta lewat pertunjukkan musik di Lapangan Siwa, Candi Prambanan, pada Kamis (11/7).
Sebelum konser orchestra berlangsung, tampak ratusan penonton sudah berbaris memasuki venue pertunjukkan. Antusiasme masyarakat yang hadir malam itu bisa dilihat dari kursi-kursi yang terisi penuh sejak pukul 18.00 WIB, kendati konser dimulai pukul 19.00 WIB.
BACA JUGA :
Genap satu dekade, Prambanan Jazz Festival 2024 sediakan face painting gratis bagi pengunjung
foto: Brilio.net/Devi Aristya Putri
Konser Melbourne Symphony Orchestra dibuka dengan berbagai sambutan dari berbagai pihak yang terlibat, salah satunya adalah Sri Sultan Hamengku Buwono X. Dalam sambutannya, Sri Sultan menuturkan bahwa Candi Prambanan merupakan mahakarya yang menjadi sebuah simbol peradaban di Indonesia.
BACA JUGA :
Sheila on 7 sukses tutup kemeriahan 'Pesta Rakyat' di Pegadaian Badminton Clash
"Terdaftar sebagai warisan budaya UNESCO sejak 1991. Candi prambanan bukan lah sebuah bangungan, ia adalah mahakarya yang mencerminkan kejeniusan manusia dalam menciptakan hasil karya yang memukau dan abadi," ucap Sri Sultan.
Candi Prambanan selalu menjadi saksi bisu momentum kolaborasi anak bangsa yang membanggakan. Satu di antaranya dipersembahkan oleh Melbourne Symphony Orchestra -sebagai orchestra tertua di Australia- yang sudah bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta sejak 2015 silam.
Kesempatan emas ini juga dimanfaatkan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, untuk menjalin hubungan berkelanjutan dengan penandatangan pembaharuan kerja sama Youth Music Camp 2025-2027. Harapannya, bukan cuma terwujud kolaborasi musikmenakjubkan, tetapi juga ada pertemua dua visi besar melalui pertukaran budaya dan sinergi kreatif ini.
"Tentunya hal ini bukan sekedar kolaborasi, melainkan pertemuan dua visi besar melalui pertukaran budaya, berbagi pengetahuan," imbuh Sri Sultan.
foto: Brilio.net/Devi Aristya Putri
Konser kolaborasi Melbourne Symphony Orchestra membawakan sejumlah lagu dalam 6 repertoar menakjubkan, salah satunya yang paling fenomenal adalah Anoman Obong.
Pada repertoar pertama dan kedua penonton disuguhkan dengan lagu yang bertajuk "Long Time Living Here" dari Deborah Cheetham Fraillon. Lagu ini menjadi sebuah karya andalan oleh Melbourne Symphony Orchestra untuk memulai setiap konser. Karya ini ditulis seorang komposer yang berasal dari Australia yaitu Deborah Cheetham Frailon pada tahun 2018.
Punya makna yang cukup berarti, Long Time Living Here by Deborah Cheetham Fraillon diciptakan untuk menangkap sebuah rasa petualangan, dari perjalan inspiratif dalam mengejar dan mencapai impian dan tujuan.
Melbourne Symphony Orchestra memberikan sentuhan musik yang indah yang dilahirkan dari gesekan suara biola klasik. Lantunan yang menenangkan selama 30 menit, membuat penonton hanyut mendengarkan setiap tarikan tangga nada yang indah.
foto: Brilio.net/Devi Aristya Putri
Masuk ke dalam repertoar ketiga kolaborasi Melbourne Symphony Orchestra mempersembahkan lagu dengan judul Sonata Number 3. Lagu ini pertama kali dipublikasikan sebagai bagian dari 12 metodikal sonata pada tahun 1728. MSO berkesempatan membawakan bagian ketiga yaitu Cunando, dari total empat bagian.
Alunan seruling yang mendayu bak di negeri dongeng, memecah kesunyian malam selama kurang lebih 10 menit. Suara seruling itu menjadi suguhan pembuka di repertoar ketiga, yang di pandu oleh Jamie Martin konduktor utama Melbourne Symphony Orchestra.
Keindahan lagu ini semakin indah saat dipadukan dengan lengkingan dari saksofon. Sonata Tree semakin memanjakan telinga saat biola dan sejumlah alat musik masuk, mengisi kekosongan dengan begitu harmoni. Musik repertoar berakhir dengan tepuk tangan meriah dari para penonton yang terkesima.
foto: Instagram/@Dinaskebudayaandiy
Beralih pada repertoar berikutnya, kali ini penonton disajikan dengan pertunjukan lagu Orchestra Number 2. Lagu ini dibuat dengan instrumental flut dan orkes gesek, termasuk baso. Orchestra Number 2 by Johan Sebastian Bach terdiri dari tujuh bagian, namun yang dibawa adalah bagian enam dan tujuh yaitu Minuet and Badinerie from Suite No 2.
Tidak seperti lagu lainnya yang mendayu dan menenteramkan hati.
Instrument Orchestra Number 2 lebih berapi-api dengan perpaduan vibrafon. Seolah tak diberi jeda, lagu ini langsung digabungkan dengna Anoman Obong ciptaan Edi Ranto Gudel, yang menjadi klimaks konser musik ini.
foto: Instagram/@Dinaskebudayaandiy
Saat konser ini berlangsung, Visnu Satyagraha mengaransemen ulang lagu Anoman Obong, menjadi sajian instrumen yang menarik dan berbeda dari biasanya. Penampilan puncak tersebut semakin sempurna dengan kehadiran Rifki Adriansyah, violin dari Youth Music Camp Student, tampil sebagai lakon Anoman si ketek putih lengkap dengan busana yang profesional.
Kebolehan Rifky berlakon sebagai Anoman diperlihatkan dengan memutari panggung sambil berjalan seperti ketek. Penonton dibuat terkejut dengan teatrikal Rifky, saat dirinya muncul ke atas panggung sambil memainkan biola dan bergabung dengan Melbourne Symphony Orchestra. Perpaduan biola Rikfy memberikan suasana sedih jika mengingat kisah cinta wayang Ramayana yang melegenda.
foto: Brilio.net/Devi Aristya Putri
Penampilan yang tak biasa ini membuat mata penonton tak teralihkan, sementara segilintir orang tak mau ketinggalan momen istimewa itu dengan mengabadikannya lewat kamera.
Setelah dibawa masuk ke dalam instrumen yang menggebu-gebu. Penonton diajak masuk ke dalam momen haru yang ditandai dengan menurunnya melodi musik, yang hanya dibawakan dengan alunan biola Rifky. Penonton dibuat hanyut dan berapi-api secara bergantian lewat melodi yang diciptakan. Pertunjukan lagu Anoman Obong yang berlangsung kurang lebih 15 menit ini diakhir dengan tepuk tangan dan sorak riuh para penonton.
foto: Brilio.net/Devi Aristya Putri
Memasuki repertoar terakhir, kolaborasi Melbourne Symphony Orchestra mempersembahkan lagu Symphony Number 9 "From The New World" karya Antoni Dvorak dengan konduktor Jaime Martin. Meski sudah memasuki sesi terakhir, para penonton masih banyak yang menepati tempat duduk mereka untuk menikmati Symphony Number 6. Melody lagu ini mempunyai ritme cepat dan lambat dengan perpaduan alat biola, seruling, dan string.
Para pemain menikmati alunan musik yang mereka bawakan, terutama para violin. Hal ini terlihat dari wajah mereka yang tersorot kamera. Tak cuma itu, sang konduktor Jaime juga tampak bersemangat untuk memandu musik yang indah.
Berjalan selama satu jam lebih, tak ada satupun penonton yang beranjak pergi meninggalkan konser. Mereka menikmati berbagai lantunan lagu hingga akhir konser.
Konser kolaborasi ini melibatkan 31 personil Melbourne Symphony Orchestra, 24 musisi Youth Music Camp, dan diperkuat dengan dukungan 11 pemain profesional dari Yogyakarta Royal Orchestra.