Brilio.net - Berbincara mengenai pertunjukan The Panturas tentu akan selalu dipenuhi dengan para ABK yakni sebutan untuk para penggemarnya. Tidak hanya itu saja, gegap gempita itu juga dipadati oleh penggemar kasual unit rock selancar asal Jatinangor tersebut setiap pertunjukan mereka di Ibu Kota.
Menggelar pertunjukan Wahana Ombak Banyu Asmara edisi Jakarta pada (6/8) kemarin, The Panturas tampil di panggung yang berbeda dari sebelum-sebelumnya. Berlangsung di Studio Palem, Kemang, Jakarta, The Panturas menampilkan konsep musikal dan visual yang lebih megah. Hal ini menunjukkan bahwa The Panturas mampu memproduksi sebuah helatan dahsyat dengan merogoh uang kas band-nya sendiri.
BACA JUGA :
Andi Rianto gaet Lyodra remake lagu "Sang Dewi" dengan aransemen megah
Sebanyak 900 penonton antusias untuk menyaksikan penampilan band yang digawangi oleh empat personel ini dan tiga band pembuka lainnya. The Panturas pun sukses menenggelamkan para penontonnya dalam rasa dan sukacita lewat hentakan musik rock selancar kontemporer yang dimainkan.
Di tengah kelap kelip lampu panggung yang memekakan mata dan juga hiruk pikuk di area pinggir panggung, penonton yang hadir di Wahana Ombak Banyu Asmara edisi Jakarta berkisar di umur belasan dan dua-puluhan awal. Dimana usia-usia tersebut memang tengah aktif dan memiliki hasrat aktualisasi diri yang bergejolak di dalam raganya.
BACA JUGA :
Mau traveling ke luar negeri? Ini tips agar liburan nyaman & on budget
foto: The Panturas
Dari gelaran Wahana Ombak Banyu Asmara ini sendiri menunjukkan jika kini The Panturas semakin sahih mengemban status sebagai band populer. Mungkin beberapa tahun ke belakang mereka masih layak untuk didaulat sebagai band for the underdogs in sidestream scene.
Keberadaan mereka masih terbilang segmented untuk penggemar rock saja. Bahkan lebih niche ketika mayoritas pangsa penggemar mereka masih berkutat di remaja laki-laki yang haus akan adrenalin. Namun seiring waktu berjalan kini kisaran penggemar The Panturas semakin beragam dan bias akan suatu golongan tertentu.
Kala Wahana Ombak Banyu Asmara edisi Jakarta kemarin, jajaran penonton terasa sangat kentara perbedaannya dibandingkan panggung-panggung The Panturas beberapa tahun ke belakang. Kini lantai dansa tak lagi dikuasai oleh remaja pria berumur tanggung dengan kaos Morfem atau Teenage Death Star yang ugal-ugalan, malah sudah banyak perempuan yang turut bersuka cita di tengah gegap gempita para penonton malam itu.
Ada pula yang menikmati The Panturas dengan cara yang lebih non-ekspresif seperti rengsekan penonton dari berbagai gender ke depan panggung demi untuk bisa sing along saja tanpa mengeluarkan ekspresi yang berlebih.
foto: The Panturas
Hal lainnya yang berkesan di Wahana Ombak Banyu Asmara edisi Jakarta kemarin adalah bagaimana Tabraklari, Mad Madmen dan The Jansen yang didaulat sebagai band pembuka mendapatkan momen bersinarnya di acara tersebut.
Kedua band tersebut mungkin sudah mempunyai basis penggemar yang lumayan loyal seiring waktu berjalan. Tapi momentum kala mereka bermain di atas panggung Wahana Ombak Banyu Asmara bak sebuah perkenalan di gathering sebuah perusahaan yang dihadiri oleh semua divisi dan juga pegawai di perusahaan tersebut.
Apabila The Panturas adalah CEO yang sudah jelas dikenal semua orang, ketiga band pembuka tersebut bak supervisor atau frontliner yang tugasnya seringkali dianggap remeh tapi krusial untuk sebuah perusahaan.
Berbicara mengenai band pembuka tentu tim kreatif atau show director Wahana Ombak Banyu Asmara yang mengatur giliran penampilan pantas mendapatkan apresiasi. Hal ini terbukti ketika acara dibuka oleh Tabraklari, ini menunjukkan jika penonton harus ditempa dulu dengan agresi dan intensitas musik yang tanpa fa-fi-fu supaya tidak kaget akan suguhan musik dari band-band setelahnya.
Lalu setelahnya disambung oleh penampilan dari The Jansen yang seakan memberikan pemanasan vokal bagi para penonton supaya prima ketika singalong bersama The Panturas dalam beberapa jam ke depan. Dan ini yang menarik, Mad Madmen diposisikan bermain tepat sebelum The Panturas naik panggung.
Hal itu sangat brilian, karena musik Mad Madmen yang cukup rumit dan teknis harus diakui belum tentu bisa dinikmati oleh seluruh kalangan penonton Wahana Ombak Banyu Asmara malam itu. Namun itu adalah momen yang sempurna untuk para penonton bisa menyimak musik mereka secara lebih khidmat tanpa harus bergelut dengan energi lantai dansa. Hanya fokus ke musiknya saja.
foto: The Panturas
Setelah sukses menenggelamkan Yogyakarta, Bandung dan Jakarta lewat Wahana Ombak Banyu Asmara ini tentu The Panturas masih memiliki ambisi yang menggebu. Euforia Wahana Ombak Banyu Asmara bukanlah titik akhir The Panturas untuk bersantai dan ongkang angkang kaki mereguk kesuksesan. Band ini akan kembali mengibarkan layar perahu mereka setelah menenggelamkan Jakarta kemarin dan merencanakan pelayaran selanjutnya!