1. Home
  2. »
  3. News
11 Desember 2015 07:05

6 Film Indonesia ini tak tayang di bioskop tapi dikagumi dunia, top!

Ada banyak alasan yang membuat film-film berkualitas tersebut tak tayang di Indonesia. Nur Romdlon

Brilio.net - Kualitas film Indonesia semakin lama memang tak bisa dipandang sebelah mata. Banyak sekali film Indonesia yang meraih apresiasi tinggi di negeri orang. Tapi di balik film yang mendapat apresiasi di luar negeri, tak sedikit merupakan film yang ternyata tak layak tayang di bioskop Indonesia. Lho kok bisa?

Ya, beberapa film Indonesia itu ternyata sengaja tak ditayangkan di Indonesia, tapi malahan mendapat apresiasi tinggi dari dunia perfilman Internasional. Ada banyak alasan yang membuat film-film berkualitas tersebut tak tayang di Indonesia.

Taufiqur Rizal (25), reviewer film yang menjadi salah satu juri di ajang penghargaan film Piala Maya mengungkapkan jika beberapa film festival memang sengaja dibuat tidak untuk ditayangkan di bioskop komersil. Selain dana, alasan utamanya yaitu isi konten yang dirasa terlalu sensitif dan akan banyak menimbulkan kontra.

"Hal tersebut kadang membuat film yang seperti itu sulit lolos sensor tanpa potongan, meskipun film sangat berkualitas," katanya kepada brilio.net, Kamis (10/12).

Film-film tersebut kebanyakan ditayangkan pada acara festival film, baik skala nasional maupun internasional. Nah, apa saja film Indonesia yang tak tayang di bioskop komersil tanah Air tapi dapat banyak apresiasi di luar negeri?

1. Babi Buta yang Ingin Terbang (2008)

BACA JUGA :
Belum tayang, trailer Negeri Van Oranje ditonton 2 juta kali, wow!


foto: kineruku.com

Babi Buta yang Ingin Terbang ini di luar negeri berjudul Blind Pig Who Wants To Fly adalah film drama dari Indonesia yang dirilis 2008 dengan disutradarai oleh Edwin dan dibintangi oleh Ladya Cheryl dan Pong Hardjatmo.

Film Babi Buta yang Ingin terbang garapan Edwin ini adalah film yang menceritakan gambaran etnis Tionghoa di Indonesia yang diwakili oleh beberapa tokoh di dalamnya. Film yang berdurasi 77 menit ini menyampaikan mozaik dan gambaran dari 8 karakter serta cerita bagaimana menjadi seorang keturunan Tionghoa di Indonesia.

Penghargaan untuk film ini sudah banyak diraih, seperti Rotterdam International Film Festival 2009 (Fipresci Prize), Singapore International Film Festival 2009 (Fipresci/Netpac Award), Pusan International Film Festival 2008 (Nominated New Currents Award), Nantes Three Continets Festival 2009 (Young Audience Award),dan Jakarta International Film Festival 2009 (Best Director).

2. Parts of The Heart (2012)

foto: fanpage Parts of The Heart

Parts of the Heart bercerita tentang kehidupan Peter, seorang pria homoseksual yang tinggal di Jakarta. Untuk menceritakan kisah Peter mulai umur 10 hingga 40 tahun, sang sutradara Paul Agusta membagi kisahnya menjadi delapan bab, mulai dari cinta pertamanya (Stolen Kiss), pengalaman seksual pertama (The Game Kiss), kematian pacarnya (Solace), putus hubungan (Club Virgin), tekanan sosial (The Last Time), hingga konflik-konflik dalam hubungan jangka panjang (3 dan The Couch and the Cat). Puncaknya, beberapa tahun setelah menikah dengan seorang perempuan, Peter malah tergoda oleh pria lain. Ia pun lalu mempertanyakan kembali komitmennya.

Film ini pun mendapat banyak apresiasi di luar negeri, salah satunya di Festival Film Internasional Rotterdam 2012.

3. Something in The Way (2013)

BACA JUGA :
Bocah TK kirim surat terbuka ke KPI, protes tayangan TV Indonesia!

foto: youtube.com

Film dari Teddy Soeriaatmadja, Sutradara Terbaik Festival Film Indonesia (FFI) tahun 2006 dan 2009, ini memang sengaja tak ditayangkan di bioskop Indonesia. Dengan mengangkat tema seksualitas, agama, dan kemunafikan yang menggunakan visualisasi yang agak vulgar, Teddy sadar jika filmnya ini akan menjadi sasaran empuk lembaga Sensor Film (LSF).

Film dengan bintang utama Reza Rahardian dan Ratu Felisha ini berkisah tentang Ahmad (Reza Rahardian) yang digambarkan alim tapi suka membeli DVD porno dan masturbasi. Persinggungannya dengan tetangganya, Kinar (Ratu Felisha) yang bekerja sebagai pekerja seks komersial membuatnya jatuh hati. Ahmad pun melakukan berbagai hal agar Kinar bisa lepas dari cengkeraman mucikari yang membuatnya harus terus menjadi PSK.

Film ini menorehkan prestasi dengan masuk world premiere dalam Berlin International Film Festival (Berlinale) ke-63 pada tahun 2013.

4. About A Woman (2014)

foto: youtube.com

Sama seperti film pendahulunya, Something in The Way, film buatan Teddy Soeriaatmadja ini memang sengaja tidak ingin ditayangkan di bioskop Indonesia karena tak mau filmnya itu dipotong LSF yang akhirnya mengurangi esensi film.

Film ini bercerita tentang seorang janda 65 tahun yang diperankan Tutie Kirana. Ia merasa kesepian setelah ditinggal pembantunya. Anaknya yang telah tinggal tak bersamanya lalu mengirimkan Abi (Rendy Ahmad) yang baru lulus SMA untuk mengurus dan menemani si janda. Namun sejak mereka tinggal bersama, si janda dan Abi mulai merubah pandangan satu sama lain. Perlahan ikatan kasih sayang muncul di antara mereka. Seksualitas, agama dan kemunafikan tetap menjadi pokok perbincangan film tersebut seperti dua film Teddy sebelumnya, Levely Man dan Something in the Way.

Film itu pun mendapat apresiasi besar di luar negeri. Pada akhir tahun 2014 terpilih untuk diputar world premiere di Singapore International Film Festival 2014.

5. The Sun, The Moon and The Hurricane (2014)

foto: schemamag.ca

Film garapan Andri Cung ini mengisahkan tentang kegelisahan seorang pria berumur 32 tahun, Rain (William Tjokro), yang telah bertahun-tahun diendapkan tapi belum menemukan jawabannya. Hingga akhirnya ia menyadari jika telah merasa kehilangan Kris (Natalius Chendana), sahabat SMA yang pernah menolongnya.

Film ini bercerita tentang kisah Rain menemukan jati dirinya sebagai homoseksual. Ia sadar sejak SMA jika menyukai Kris, tapi perasaan itu ditahannya. Akhirnya ia harus menerima undangan dari Kris yang akan menikah dengan wanita di Bali, dan bagi Rain semua sudah terlambat.

Film ini sengaja tak ditayangkan di bioskop Indonesia karena isu yang diangkat sudah pasti akan menimbulkan pro dan kontra. Film yang tayang perdana nasional pada Jogja-Netpac Asian Film Festival 2014 tersebut mendapat penghargan sebagai Official Selection dan nominasi sutradara baru terbaik pada Vancouver International Film Festival 2014.

6. Siti (2014)

foto: viff.org

Beberapa waktu lalu film ini menjadi bahan perbincangan lantaran menyabet penghargaan film terbaik Festival Film Indonesia (FFI) 2015 padahal belum tayang komersil di bioskop Indonesia. Siti, film garapan Eddie Cahyono ini memotret kehidupan perempuan yang harus menjadi pemandu karaoke kelas bawah di sekitar Parangtritis Yogyakarta. Saat Siti bekerja sebagai pemandu karaoke, suaminya Bagus merasa keberatan dan tak mau berbicara kepadanya. Siti pun frustasi dan bimbang hingga seorang polisi hadir dalam kehidupannya, bahkan mengajaknya menikah.

Film ini memang sedianya tak ditayangkan di bioskop Tanah Air. Tapi karena menang sebagai film terbaik FFI 2015, maka tak lama lagi film ini akan hadir di bioskop Indonesia.

Sebelumnya, film hitam putih ini telah meraih penghargaan sebagai sinematografi terbaik dan naskah film terbaik untuk kategori New Asia Talent Competition Festival Film Internasional Shanghai 2015.

Nah, itu dia beberapa dari banyak film yang tak tayang di bioskop Tanah Air tapi mendapat sambutan hangat dari dalam maupun luar negeri. Karena film festival, maka tak heran jika film tersebut hanya diputar pada event-event tertentu dan sangat sulit dicari di internet.



SHARE NOW
EXPLORE BRILIO!
RELATED
MOST POPULAR
Today Tags