1. Home
  2. »
  3. News
26 Agustus 2015 08:06

Asal-usul kampung Ledhok Timoho, awalnya hunian korban penggusuran

Kampung ini hadir karena adanya kebutuhan akan tempat tinggal yang dirasakan oleh para anak jalanan dan para korban penggusuran. Aprilia Nurohmah

Brilio.net - Memiliki tempat hunian yang nyaman, lingkungan yang bersih dan tetangga yang hidup harmonis adalah dambaan setiap orang.

Salah satunya adalah apa yang bisa dilihat dari kampung Ledhok Timoho. Kampung Ledhok Timoho ini secara administratif berada di Kelurahan Muja-Muju, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta. Tepatnya berada di balik perumahan yang ada di Jalan Ganesha dan di bantaran Sungai Gajah Wong.

Kampung ini sudah ada kurang lebih 15 tahun yang lalu. Menurut Bang Bembeng, salah seorang tokoh masyarakat Kampung Ledhok Timoho, kampung ini hadir karena adanya kebutuhan akan tempat tinggal yang dirasakan oleh para anak jalanan dan para korban penggusuran pada masa itu.

Di bawah TAABAH (Tim Advokasi Arus Bawah) akhirnya kami menemukan lahan ini, dan kami pun kulonuwun (minta izin) dengan pengurus RT setempat untuk menempatinya, tuturnya saat ditemui brilio.net, Rabu (26/8).

Awalnya hanya beberapa orang saja yang menempati Kampung Ledhok Timoho ini. Mereka secara bergotong royong membangun tempat tinggal yang sederhana hanya dari papan/bambu atau barang-barang bekas.

Lama-kelamaan semakin banyak orang yang memiliki problem yang sama yaitu kesulitan tempat tinggal di Jogja, akhirnya sampai saat ini Kampung Ledhok Timoho dihuni oleh 55 Kepala Keluarga dengan jumlah individu sekitar 170 orang.

Meskipun kami miskin dan hidup di bantaran sungai, tapi kami melarang warga kami membuang sampah di sungai. Kami berusaha membangun kampung ini menjadi nyaman dan tidak kumuh, jelas Bang Bembeng.

Kampung Ledhok Timoho ini memang dihuni oleh mayoritas anak jalanan, pemulung, pengamen dan para kaum miskin kota lainnya. Walaupun demikian, para warganya tinggal dengan harmonis dan tidak pernah melanggar aturan sosial bermasyarakat.

Seperti umumnya sebuah kampung, warga Kampung Ledhok Timoho ini juga mengadakan pertemuan rutin antar warganya. Kami juga mengadakan rapat warga setiap tanggal 18 dan memberlakukan iuran Rp 1.500/Kepala Keluarga tiap hari Senin untuk kas Komunitas," ujar Bang Bembeng. Pertemuan ini diharapkan menjadi wadah untuk saling bersilaturahmi dan bertukar pendapat antar warga, agar tidak terjadi perselisihan.

Bang Bembeng mengungkapkan harapannya bahwa semoga kampung Ledhok Timoho ini tidak saja diakui keberadaannya secara sosial, namun secara administratif juga segera mendapat kejelasan dari pemerintah.


SHARE NOW
EXPLORE BRILIO!
RELATED
MOST POPULAR
Today Tags