Brilio.net - Pada 5 April, 200 tahun silam, sebuah gunung berapi di Indonesia meletus dan mempengaruhi iklim dunia. Tambora nama gunung itu.
Skala ledakan Tambora mencapa angka 7 dari range 1-8. Suaranya terdengar sampai 2.000 km dari lokasi Tambora di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Tebaran abu vulkaniknya mencapai pulau Kalimantan, Sumatra, Sulawesi, serta Maluku. Suhu global turun 3 derajat celcius dikarenakan bumi tertutup oleh material vulkanik yang disemburkan. Juga berdampak pada 'lenyap'nya musim panas di sebagian Eropa dan Amerika pada tahun 1816.
Letusan Gunung Tambora pada 1815 ini tergolong letusan plinian yaitu letusan yang ditandai dengan semburan gas vulkanik dan abu vulkanik yang tinggi, bahkan hingga stratosfer, lapisan kedua atmosfer.
Karakteristik utamanya adalah pemancaran batu apung dalam jumlah besar dan letusan-letusan gas yang sangat kuat dan berlangsung lama. Tipe plinian merupakan erupsi yang sangat ekslposif dari magma yang sangat kental atau magma asam, komposisi magma bersifat andesitik (kandungan silika sedang) sampai riolitik (kandungan silika tinggi).
Letusan plinian yang pendek dapat terjadi dalam hitungan jam, tetapi letusan panjangnya dapat mencapai beberapa bulan. Letusan panjang bermula dari pembentukan awan abu vulkanik, kadang-kadang disertai aliran piroklastik. Jumlah magma yang dikeluarkan sangat banyak sehingga puncak gunung mungkin runtuh, menghasilkan sebuah kaldera. Abu halus dapat menyebar hingga area yang sangat luas. Letusan plinian sering disertai oleh suara letusan yang nyaring.
Diperkirakan 92.000 orang tewas akibat letusan. Sekitar 10.000 kematian langsung disebabkan oleh dampak ledakan, tephra jatuh, dan aliran piroklastik. Diperkirakan 82.000 tewas secara tidak langsung oleh letusan karena kelaparan dan penyakit.
Di sekitar Gunung Tambora, saat itu terdapat semenanjung Sanggar yang punya tiga kerajaan yaitu Kerajaan Sanggar, Kerajaan Tambora, dan Kerajaan Pekat. Ketiga kerajaan ini makmur dan menjalin perdagangan pada masa VOC. Ketika letusan, hanya sebagian kecil penduduk Kerajaan Sanggar yang selamat dan mengungsi, dua kerajaan lainnya musnah tak ada yang selamat.
Gunung Tambora tergolong stratovolcano. Istilah stratovolcano berasal dari dua kata yaitu starata (lapisan) dan volcano (gunung). Stratovolcano ialah pegunungan yang tinggi dan mengerucut, terdiri atas lava dan abu vulkanik yang mengeras.
Bentuk gunung berapi itu secara khas tampak curam karena aliran lava yang membentuk gunung berapi itu amat kental, dan begitu dingin serta mengeras sebelum menyebar jauh. Lava seperti itu dikelompokkan asam karena tingginya konsentrasi silikat.
Stratovolcano tersusun dari batuan hasil letusan dengan tipe letusan berubah-ubah sehingga membentuk susunan yang berlapis-lapis dari beberapa jenis batuan, sehingga membentuk suatu kerucut raksasa, kadang-kadang bentuknya tidak beraturan, karena letusan terjadi ratusan kali.
Letusan gunung jenis stratovolcano mirip botol minuman berkarbonasi yang dibuka dengan sebelumnya dilakukan pengocokan. Setelah volume kritis (maksimum) dari magma dan gas terakumulasi dalam perut gunung, letusan terjadi secara tiba-tiba dan mengeluarkan isi perut dengan aliran yang sangat deras.
Letusan gunung Tambora menyebabkan terbentuknya kaldera, yaitu kawah gunung api yang sangat besar yang terjadi karena puncak gunung terpancung oleh erupsi eksplosif (letusan dengan semburan dahsyat) atau karena runtuhnya puncak gunung akibat erupsi efusif (letusan dengan semburan perlahan-lahan).
Beberapa contoh letusan gunung yang menghasilkan kaldera antara lain adalah:
Letusan Gunung Pinatubo tahun 1991 di Luzon, Filipina
Letusan Gunung St. Helens tahun 1980, di Amerika Serikat
Letusan Gunung Krakatau tahun 1883 di Selat Sunda, Indonesia
Letusan Gunung Tambora tahun 1815 di Sumbawa, Indonesia
Letusan Gunung Tarumae tahun 1667 dan 1739 di Jepang
Letusan Gunung Vesuvius 79 SM, di Italia.
Baca juga:
Letusan Tambora membuat Eropa dan Amerika alami kelaparan