Brilio.net - Krisis ekonomi 1998 membuat kondisi masyarakat Indonesia ketika itu serba susah dan tidak menentu nasibnya. Banyak industri tutup dan masyarakat pun kehilangan pekerjaan.
Ini membuat banyak masyarakat putus asa, lalu sebagian dari mereka menggantungkan hidupnya melalui judi togel. Setiap hari banyak orang membeli nomor togel pada bandar dengan uang seadanya. Karena keberadaan nomor togel inilah pula yang menjadikan pos-pos ronda di kampung ramai pada jam 23.00 WIB.
Lucunya, masyarakat, terutama kaum pria, berbondong-bondong ke pos ronda tapi bukan untuk menjaga keamanan, melainkan menunggu pengumuman nomor yang keluar hari tersebut melalui radio. Setelah pengumuman itu selesai ronda pun mulai sepi seperti sedia kala.
Karena hadiah ketepatan menebak nomor ini sangat menggiurkan, banyak orang percaya dengan hal-hal yang bahkan tidak masuk akal. Semisal ada orang gila lewat, orang itu akan ditanyai "hari ini nomor berapa?", lalu nomor itu akan dibeli oleh orang yang bertanya tersebut dengan harapan nomor itu akan tembus dan meraup uang banyak.
Tidak hanya di situ, setiap kali bermimpi, maka ia akan menafsirkan mimpinya tersebut dan menggolahnya menjadi angka. Semisal orang bermimpi menangkap ayam, maka akan diterjemahkannya menjadi angka, salah satunya mengurutkan abjad kata Ayam, A=1, Y=25 dan seterusnya. Lalu angka angka tersebut akan dijadikannya patokan untuk menebak dan membeli nomor pada keesokan harinya. Meski telihat konyol dan tak berdasar, keadaan ini benar-benar terjadi pada masyarakat Indonesia zaman dahulu.
Sebab keadaan yang demikianlah ada dua buku jenis buku yang laris ketika itu, yaitu "1001 Tafsir Mimpi" dan "Mujarabbat" yang berisi doa-doa. Alasannya karena banyak masyarakat menjadikan buku "1001 Tafsir Mimpi" untuk pedoman membeli nomor togel jika ia bermimpi.
Tapi, orang tidak tentu setiap malam bermimpi, maka buku "Mujarabbat" pun akhirnya juga menjadi pedoman untuk mendoakan nomor togel yang dibeli. Harapannya sama nomornya tembus dan mendapat uang yang berlipat ganda.
Ya begitulah yang terjadi zaman itu. Tapi, kamu tidak perlu menirunya lho. Sekarang zamannya berbeda, masyarakat juga sudah realistis.