Brilio.net - Siapa bilang buah salak hanya bisa dinikmati dengan caraa yang itu-itu saja. Di tangan para mahasiswa ini, salak bisa diolah menjadi berbagai macam jenis makanan, mulai dari kerupuk, stik, manisan hingga kerajinan dari limbah salak pun bisa dimanfaatkan.
Tim yang menamakan dirinya sebagai Purwo salacca ini terbukti berhasil memberdayakan masyarakat lokal dengan inovasi terhadap olahan salak tersebut, bahkan olahan salak ini menjadi makanan oleh-oleh khas kota asalnya, Sleman.
Tim "Purwo salacca" terdiri dari sekumpulan mahasiswa UGM. Mereka adalah Duha, Hardi, Fandi, Hanna, Titi, Iqbal, yang berhasil menginovasi warga Sleman, khususnya Desa Purwobinangun, yang merupakan salah satu desa di lereng Merapi, yang sebagian besar lahan pertaniannya perkebunan salak.
Di Desa Purwobinangun tersebut, tiap tahunnya lahan-lahan tersebut mampu memproduksi salak hingga 59,8 ton. Disisi lain, penerapan teknologi pasca panen terhadap salak masih sangat minim. Sebagian besar salak dijual dalam bentuk salak segar sehingga mempunyai umur simpan yang pendek dan nilai untung yang tidak terlalu besar.
"Hal tersebutlah yang mendorong para mahasiswa ini menginisiasi adanya sebuah inovasi baru terhadap pasca panen salak berbasis kemasyarakatan" tutur Duha kepada brilio.net, Rabu (27/5).
Duha menuturkan, awalnya, di pertengahan tahun 2012, program ini dimulai dengan pelatihan pembuatan produk diversifikasi olahan salak kepada warga.
Dari proyek pengembangan olahan salah ini, kini telah melahirkan 2 UKM, yaitu UKM yang memproduksi manisan salak dan kerupuk salak, serta satu kelompok usaha bersama (KUB) kerajinan dari limbah salak.
Produk-produk diversifikasi salak ini diharapkan bisa terus menjadi oleh-oleh baru khas Sleman, Yogyakarta sehingga akan dibutuhkan terus menerus karena grafik kunjungan wisatawan ke jogja pun terus meningkat.
Duha menuturkan beberapa produk olahan yang mereka kelola adalah enting-enting, kerupuk dan manisan. Seluruh produk tersebut diajarkan kepada masyarakat proses pembuatannya, sehingga hingga sekarang, masyarakat masih memproduksi.
Tidak hanya proses pembuatannya, mereka juga diajarkan cara packing atau pembungkusan olahan tersebut agar produknya bisa masuk ke berbagai pasar, baik tradisional maupun moderen.