Brilio.net - Ada beragam jenis pekerjaan yang bisa ditekuni di dunia ini. Tidak melulu pada profesi yang sudah umum, tapi kamu juga bisa menentukan jalan pada pekerjaan yang tak banyak digeluti orang. Salah satunya adalah berjualan barang antik berupa foto dan dokumen lama.
Salah satu yang menekuni pekerjaan ini adalah Sugeng (44). Pria asal Sleman, DI Yogyakarta ini menjual foto-foto dan dokumen lama di beberapa tempat dengan bergantian. "Kalau Pahing (penanggalan Jawa) mangkal di Sleman, Pon di Godean, Legi di Gamping dan Kotagede, dan Kliwon di Cebongan dan Bantul," ceritanya kepada brilio.net, Rabu (2/9).
BACA JUGA :
4 Kesalahan ini bikin orang pandai terancam kehilangan pekerjaan
Menurutnya tidak begitu sulit menemukan pembeli dari barang-barangnya. Karena kebanyakan pembelinya justru para mahasiswa yang juga bikin usaha jualan online. Ia akan beruntung jika pembelinya adalah kolektor, dan itu tidak jarang. Salah satu fotonya pernah laku Rp 500.000, foto Soekarno cetakan tahun 70-an.
Berjualan barang antik memiliki tantangan tersendiri, salah satunya adalah dalam hal kulakan. Sugeng yang sudah berjualan sejak 2006 mengaku, foto-foto dan dokumen-dokumen yang ia jual diperoleh dari beberapa lapak rosok yang ada Jogja.
Barang-barang yang didapat dari rongsokan tidak langsung dijual begitu saja, harus disortir berdasarkan usia atau tahun pembuatannya terlebih dahulu. Semakin kuno usianya, maka akan semakin cepat laku. Namun tidak mudah mendapatkan barang dengan kategori sangat kuno. Rata-rata usia barang yang ia dapatkan berkisar tahun 60-an ke atas.
BACA JUGA :
Nugraha, setia jadi pengrajin keris pelanggan sampai Belanda
Barang yang tidak laku dijual ia kumpulkan lagi untuk kemudian ditukarkan ke lapak rongsok dengan barang-barang yang lain. Ketelitian menjadi kuncinya, karena tidak jarang lapak rongsok yang menjual barangnya dengan sistem eceran, bukan kiloan.
Spekulasi pembelian juga salah satu yang lain. Pada saat ia hendak kulakan barang di lapak rongsokan, ia terkadang berani membeli banyak barang sekaligus tanpa informasi detail tentang berang tersebut. Dengan cara ini sering kali Sugeng mendapatkan barang-barang bagus dan langka sehingga sangat menguntungkan. Toh, kalo masih ada barang sisa bisa dikumpulkan kemudian ditukarkan ke lapak rongsokan lagi. Dengan cara ini ia mengaku jarang merugi.
"Cara-cara cerdas seperti ini perlu diterapkan di zaman sekarang. Dulu masyarakat belum begitu mengerti dengan barang-barang sepele yang antik. Dulu orang belum kepikiran jualan foto jadul atau bahkan dokumen pribadi yang jadul banget. Kini semua sudah ada peminatnya masing-masing, saingan penjualnya pun sudah banyak," ujar Sugeng bersemangat.
Terkadang beberapa dokumen tidak memiliki informasi tentang tahun pembuatan, sehingga membutuhkan cara tertentu untuk mengetahuinya. Ada beberapa cara, di antaranya adalah tekstur kertas dan ejaan tulisan. Berdasarkan sejarahnya, jenis-jenis ejaan bisa memberikan informasi tentang tahun. Sementara untuk tekstur kertas ia tidak bisa menceritakan detail tekniknya, tapi berdasarkan pengalamannya, feeling-nya bisa memberikan prediksi yang jarang meleset.
Sugeng menambahkan, pekerjaan ini sebetulnya secara tidak sengaja dia tekuni. Berawal dari pengumpul rongsokan, dan terinspirasi dari pengetahuannya tentang onderdil motor, ia kemudian mulai mengoleksi serpihan-serpihan onderdil motor dari tumpukan rongsokannya. Setahun kemudian ia memberanikan diri menggelar lapak di alun-alun beralaskan tikar dengan menjual barang-barang onderdilnya.
Usahanya tidak begitu mulus. Seminggu pertama, setiap harinya hanya mendapatkan uang Rp 10.000 yang dia pakai lagi untuk kulakan. Secara perlahan pendapatannya meningkat. Kini dengan berjualan barang antik itu, ia telah mampu merenovasi rumah, membeli sepeda motor dan menyekolahkan anaknya.