Brilio.net - Kapolri Jenderal Badrodin Haiti telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Kapolri Nomor SE/06/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (hate speech). Surat edaran tersebut dimaksudkan untuk mengingatkan masyarakat agar berhati-hati dalam bersikap dan bertutur kata jika tidak ingin berakhir di penjara.
BACA JUGA :
Perlu kamu tahu, ini cara manfaatkan media sosial yang positif!
Terkait surat edaran tersebut, masyarakat pun punya tanggapan yang beragam. Sejumlah kalangan menilai surat edaran itu hanya akan mengekang kebebasan untuk mengekspresikan pendapat melalui media sosial. Namun ada pula yang menyebut upaya yang dilakukan Kapolri merupakan sebuah wujud ketegasan pemerintah dalam penegakan hukum.
Sementara itu, menurut Olivia Lewi Pramesti, dosen Ilmu Komunikasi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, masyarakat seharusnya tidak memandang surat tersebut sebagai ancaman, tapi sebuah peringatan agar para netizen lebih bijak dan berhati-hati dalam menggunakan media sosial.
"Dalam dunia cyber, siapapun bisa jadi produsen maupun konsumen informasi. Siapapun bisa menulis dan menyebarkan berita di media sosial. Sayangnya, seringkali ketika jadi produsen media, etika mengumbar privasi, menjelekkan orang lain, dan SARA tidak terkontrol," ujar Olivia kepada brilio.net, Selasa (3/11).
Selain itu, banyak masyarakat kurang menyadari bahwa dunia maya tidak hanya memiliki dampak positif, namun juga bisa menjadi bumerang. Olivia menilai para pengguna media sosial seharusnya belajar dari kasus Prita dan Florence yang dulu juga sempat ramai hanya gara-gara status medsos.
"Mereka seolah-olah menjadikan media sosial sebagai bahan konsumsi mereka. Baginya Path adalah ajang untuk sharing, curhat, padahal dibaca banyak orang, ruang maya yang bisa diajak apapun," imbuhnya.
Kendati demikian, Olivia menyoroti implementasi dari kebijakan pemerintah tersebut. "Soal kebijakan itu, sistem kontrolnya bagaimana, kalau ada pelanggaran, penindakannya seperti apa. Di dunia maya, siapapun bisa membuat akun," kata dia.
Olivia menambahkan terkait surat edaran tersebut, ada beberapa hal yang bisa diambil pelajaran oleh masyarakat. Pertama, masyarakat harus kritis dan menelusuri kebenaran sebuah informasi, tidak sekadar mengonsumsi. Kedua, netizen harus belajar dari kasus-kasus yang terjadi karena penyalahgunaan media sosial.
"Netizen juga harus bisa membedakan antara privasi dan publik, mana yang boleh diungkapkan di jejaring sosial," tandasnya.