1. Home
  2. ยป
  3. News
19 November 2015 22:35

Ini yang terjadi jika anak sering ditinggal di rumah, hati-hati

Openg digambarkan pakai topi bundar, berambut pendek setelinga. Muhammad Zufar

Brilio.net - Anak usia dini, sangat membutuhkan perhatian dari orangtuanya. Usia 0-5 tahun merupakan golden ages buat pertumbuhan anak, termasuk perkembangan psikologis. Jadi di usia tersebut, anak harus hampir selalu didampingi ibunya. Jika tidak, maka bisa aja terjadi seperti kisah dari Evi Yuliana ini.

Evi merupakan karyawati salah satu perusahaan swasta di Jakarta. Ia tinggal di rumah bersama suami dan anaknya di daerah Cibubur, Jakarta Timur. Perempuan 30 tahun ini punya cerita mengerikan yang pernah menimpa anak perempuannya yang berusia 5 tahun. Dugaan Evi ini akibat seringnya ditinggal sendirian di rumah.

Nana, nama samaran untuk anaknya, saat itu berusia 5 tahun. Ia bersekolah di salah satu TK di Jakarta Timur. Awalnya Evi terbantu dengan adiknya yang tinggal di rumah karena bisa menemani Nana seusai pulang sekolah saat dirinya sedang bekerja.

Namun, semenjak adiknya mendapatkan pekerjaan di Bandung Nana jadi sering dititipkan. Evi khawatir menyewa babysitter dengan alasan keamanan Nana. Meski dia sudah mendapatkan keringanan jam kerja paruh waktu, namun dari tetap saja ia meninggalkan anaknya beberapa jam.

Suaminya juga sering pulang malam karena pekerjaan. Dititipkan kepada teman ibunya, tidak membuat Nana kerasan. Kepada ibunya ia meminta untuk tinggal di rumah saja selagi ibunya bekerja. Evi tidak begitu khawatir sebab meskipun Nana di rumah sendiri, karena hanya beberapa jam sampai ia pulang kerja.

Seperti biasa, Nana sangat gemar bermain dengan bonekanya. Sebetulnya Evi tidak senang dengan kebiasaan ini karena Nana jadi tidak pernah keluar rumah. Kebiasaan itu lama-lama menjadi janggal, di sini Evi menjadi sangat khawatir.

Kejadian itu terjadi sekitar tahun 2014 lalu. Sebagaimana yang Evi rasakan ketika masih kecil, berbicara sendiri dengan boneka adalah hal yang wajar. Begitulah ia menganggap wajar Nana ketika sering berbicara sendiri dengan boneka kesayangannya. Namun tidak, setelah Nana bilang ke Evi sewaktu ditawari makan, tiba-tiba Nana bilang, dia mau makan jika temannya juga ikut makan.

Evi mengaku kaget dengan pernyataan Nana. Dia lalu bertanya siapa nama temannya. "Namanya Openg," kata Evi menirukan ucapan Nana. Menurut cerita Nana, Openg adalah anak perempuan sebaya dengannya.

Mau tidak mau, Evi menuruti permintaan Nana. Dia hanya bisa pura-pura menyuapi supaya anaknya mau makan. Namun semakin lama, dia semakin merasa horor dengan tingkah anaknya. Saat ia cerita kepada suaminya, tidak mendapatkan tanggapan serius. Barangkali suaminya menganggap hal itu hanya permainan Nana.

Ada lagi keganjilan sikap Nana. Biasanya seusai bermain Nana tidak pernah membereskan permainannya, sementara semenjak berteman dengan Openg itu Nana jadi rajin. Banyak ajaran-ajaran positif yang diserap Nana. Setiap kali Nana berangkat sekolah selalu pamit dengan Openg, begitu pulangnya. "Dia bilang Openg baik, ngajarin baca tulis, ngajarin bikin PR," ceritanya.

Sikap Nana semakin menggelisahkan Evi. Setiap kali bercerita kepada Evi, selalu seputar Openg. Bahwa Openg punya keluarga dan tinggal di sebelah rumahnya. Namun di sana hanya ada tanah kosong dengan semak belukar yang tumbuh tinggi. Hal yang membuat Evi semakin takut adalah ketika Nana membuat gambar sosok keluarga Openg. Openg digambarkan pakai topi bundar, berambut pendek setelinga. Kakaknya rambutnya panjang, sedangkan gambar orangtuanya nggak jelas. "Dia bilang mama ini gambar teman adek," katanya.

Evi kembali menceritakan kepada suaminya. Kali ini suaminya percaya dengan Evi. Mereka berencana untuk pindah rumah untuk menghindari kejadian ini. Niatan itu oleh Evi disampaikan kepada anaknya, Nana. Nana tidak memberikan tanggapan.

Seminggu kemudian Nana terlihat murung. Melihat perubahan diri Nana, Evi mengajaknya bicara. Kepada ibunya itu Nana mengaku kesepian. "Openg pindah karena orangtuanya pindah, adik pengen ikut, tapi dilarang sama Openg," ungkap Evi menirukan curahan hati anaknya. Semenjak itu Nana sudah tidak berhalusinasi dengan teman halusinasinya itu.

Selama 3 bulan lebih Nana bermain dengan teman halusinasinya itu. Pengalaman itu tidak diceritakan kepada pihak sekolah. Evi hanya bercerita kepada temannya yang kebetulan seorang ustadzah. Dia hanya menyarankan Evi untuk banyak mendoakan anaknya.

Setelah kejadian itu berakhir, Evi baru menyadari kalau Nana kurang mendapatkan waktu perhatiannya. Evi bilang, ini saran buat ibu-ibu bekerja, di usia anak yang butuh perhatian sebaiknya fokus untuk mengurus anak."Akibat kesibukan kita, anak kita nggak tahu mainnya sama siapa," pungkas Evi menutup cerita itu.

Cerita ini disampaikan oleh Evi melalui telepon bebas pulsa Brilio.net di nomor 0-800-1-555-999. Semua orang punya cerita. Ya, siapapun termasuk kamu punya kisah tersembunyi baik cerita sukses, lucu, sedih, inspiratif, misteri, petualangan menyaksikan keindahan alam, ketidakberuntungan, atau perjuangan hidup yang selama ini hanya kamu simpan sendiri. Kamu tentu juga punya cerita menarik untuk dibagikan kepada kami. Telepon kami, bagikan ceritamu.


SHARE NOW
EXPLORE BRILIO!
RELATED
MOST POPULAR
Today Tags