Semua cerita hari ini bisa menginspirasi Anda untuk menyelesaikan tantangan Intel #ZEROTOHERO. Lengkapnya di sini:https://www.facebook.com/IntelIndonesia
Brilio.net - Pernah tahu aplikasi PicMix? Dari namanya banyak orang pasti mengira aplikasi ini buatan asing. Tapi, jangan terburu-buru mengambil kesimpulan. Ternyata PicMix yang diluncurkan pada 2012 itu adalah asli buatan anak negeri. Calvin Kizana, pria kelahiran Jakarta 27 Desember 1973 adalah sosok di balik keberadaan aplikasi yang kini sudah digunakan lebih dari 26 juta orang itu.
Butuh jalan panjang dan berliku bagi Calvin untuk bisa menciptakan aplikasi fotografi pada perangkat bergerak (mobile gadget) itu. Sebelum menciptakan PicMix, Calvin sudah malang melintang selama belasan tahun di dunia Teknlogi Informasi (TI). Hampir 13 tahun dia memimpin perusahaan jasa TI, PT Elasitas Indonesia untuk membuatkan peranti lunak, aplikasi, dan permainan sesuai pesanan.
Kegemaran Calvin di dunia TI dimulai sejak di bangku SMA Pusaka Abadi, Teluk Gong, Jakarta Utara. Saat itu dia sering ngoprek-ngoprek komputer, membuat games, hingga bikin virus. Begitu lulus sekolah pada 1991, pria yang pernah menjadi juara I Samsung Developer Competition 2013 ini harus bekerja jika ingin kuliah karena orangtuanya tak mampu.
"Saya bukan dari keluarga berada. Orangtua cuma bisa menyekolahkan saya sampai SMA. Akhirnya saya bilang ke ayah akan kerja sambil kuliah," kisah Calvin kepada brilio.net, Senin (30/11).
Akhirnya Calvin memilih bekerja paruh waktu sebagai technical support, mulai dari merakit hingga mengantar komputer ke tempat konsumen. Dia juga kerap memberikan training kepada mereka yang membutuhkan. Dari situ dia mendapatkan penghasilan. Keinginannya untuk kuliah semakin kuat. Pria penyandang master manajemen dari Institut Pengembangan Manajemen Indonesia, Jakarta ini pun meminta izin pada bos tempatnya bekerja untuk melanjutkan kuliah. Tapi, uang hasilnya bekerja belum cukup untuk Calvin bisa kuliah di Bina Nusantara.
Lagi-lagi keinginannya harus ditunda. Tak patah semangat, Calvin pun memutuskan mencari tambahan dengan menulis artikel di beberapa majalah teknologi. Dari sinilah Calvin akhirnya bisa menutupi kekurangan biaya kuliah.
Merasa sudah bisa mencari penghasilan sendiri, di tengah kesibukannya kuliah, Calvin bersama teman-temannya memutuskan membuka tempat kursus, mengajarkan mahasiswa yang tidak mengerti komputer, termasuk pemrograman. "Dari situ bisnisnya oke tapi kuliahnya berantakan karena keenakan dapat uang," kenang pria yang pernah menyabet juara I Bubu Awards 2013 kategori Best Social Media Mobile Application ini.
Lulus kuliah, Calvin sempat bekerja di beberapa perusahaan di Amerika Serikat (AS) dan Singapura hinga sekitar delapan tahun. Lima tahun di Negeri Singa Putih dan tiga tahun di Negeri Paman Sam. Di dua negara ini selain bekerja, Calvin juga mencoba membangun usaha sendiri, tapi selalu gagal.
Calvin tak pernah kapok dan terus berusaha hingga akhirnya di Amerika terjadi peristiwa 11 September 2001, disaat yang sama bisnis dot com sedang bubble. Tak pelak peristiwa itu makin menambah hancur industri TI di Amerika. Pemerintah Amerika saat itu akhirnya mengeluarkan kebijakan memulangkan tenaga kerja asing.
"Pemerintah (AS) harus memperkerjakaan orang lokal sekian persen. Saya termasuk ekspatriat. Jadi saya dipulangkan, masih untung dapat tiket pulang," tukas Calvin.
Pulang ke Indonesia, Calvin sempat bingung. Mau bekerja sebagai pegawai atau buat perusahaan sendiri. Calvin pun memutuskan membuka usaha sendiri meski harus jatuh bangun. Dari enam start up outsourcing pembuatan web, games, aplikasi mobile yang dibangunnya, hanya dua yang bertahan hingga akhirnya menjadi perseroan terbatas (PT), salah satunya PT Elasitas Indonesia.
Namun pada 2012 Calvin mengambil langkah berani dengan menjual seluruh kepemilikan sahamnya di PT Elasitas Indonesia setelah 13 tahun dia pimpin untuk mendirikan PicMix. Padahal kondisi perusahaannya sedang sehat.
Sejatinya, jiwa entrepreneur Calvin sudah terasah sejak dia masih SMP. Saat itu dia gemar membaca dan banyak buku menumpuk di rumah orangtuanya. Suatu hari ibunya hendak menjual buku-buku itu di tukang loak ketimbang dimakan rayap. Jiwa dagang Calvin muncul. Daripada dijual, sebaiknya disewakan saja. Apalagi saat itu taman bacaan masih populer. Akhirnya Calvin membuat taman bacaan di depan rumahnya.
Bisnis penyewaan buku Calvin berjalan. Dia pun mulai merasakan enaknya berbisnis. Cuma, karena dia masih terlalu muda, tidak tahu cara memenej bisnis dengan baik, bukunya makin lama banyak yang hilang. "Ayah saya sampai bingung, kenapa buku hilang terus dan makin menipis stoknya. Akhirnya saya diajari ayah cara mengelola bisnis," kenang Calvin.
Sejak itu Calvin merasa dengan membuat perusahan sendiri akan memiliki keleluasan dalam mengelolanya. Jika selama ini dia pernah bekerja dengan orang lain, hal itu hanya untuk sekadar cari pengalaman saja.
foto: studentpreneur.co
Berawal dari kegelisahan
Keputusan Calvin menjual kepemilikan saham disebabkan kegelisahannya selama ini. Dia berpikir mengapa harus mengerjakan produk orang lain jika dia bisa membuat produk sendiri. Dalam benaknya, dia tak ingin seperti tukang jahit yang hanya menerima order semata.
Di samping itu, dia melihat perkembangan dunia maya begitu pesat terutama dengan munculnya sosial media seperti Facebook, Twitter, Instagram, maupun Whatsapp yang bisa sukses. "Kalau bikin produk sendiri lebih leluasa. Keleluasaan itulah yang saya inginkan. Akhirnya kita coba bikin PicMix dan ternyata tumbuh sampai hari ini," katanya.
Sejak diluncurkan pertengahan 2012 silam saat ini jumlah pengguna PicMix sudah mencapai 26 juta orang. Padahal Calvin mengakui jika dirinya tak perlu mengeluarkan dana sepeser pun untuk memasarkan produknya alias zero marketing. Cukup memanfaatkan pola pertemanan saja.
Calvin mereferensikan aplikasi ini ke temannya dan menjadi bola salju, terus menggelinding di antara teman. "Kita tidak pernah promosi, semuanya sebatas dari kesukaan orang. Saya hanya mereferensikan ke teman. Dia unduh, akhirnya jadi bola salju, jadi bener-bener tidak mengeluarkan duit marketing sama sekali," katanya.
Aplikasi ini akhirnya tidak hanya digunakan masyarakat Indonesia tapi juga menyebar hampir ke seluruh dunia seperti Afrika Selatan, Nigeria, Venezuela, dan Timur Tengah. Rata-rata memang di negara berkembang. Hal ini karena Calvin sudah melirik pasar yang tidak dijamah aplikasi sejenis.
Awal meluncurkan Picmix, targetnya adalah pengguna BlackBerry. Saat itu Calvin sudah melihat tren pasar dimana orang sedang gandrung menggunakan kamera dengan perangkat seluler. Dia melihat banyak orang senang bikin kolase foto. Peluang ini tak disia-siakan, lalu dia memutuskan membuat aplikasi fotografi dengan mengambil momentum saat Imlek.
Lalu dia membuat templateframe bernuansa Imlek dan orang suka. "Akhirnya berlanjut sampai hari ini. Aplikasinya sudah semakin canggih, sudah banyak fitur, sama seperti Facebook, WhatsApp, yang semakin canggih," ujarnya.
Calvin memilih aplikasi fotografi karena menurutnya, dengan foto orang bisa melukiskan ribuan kata. Bagi dia potensi foto lebih menjanjikan ketimbang membuat aplikasi teks seperti Twitter yang hanya dibatasi 160 karakter saja. "Kita melihat foto bisa bercerita lebih banyak dan secara bisnis itu lebih besar potensinya. Orang mau jualan barang pasti lebih menarik disertakan foto daripada hanya teks," tukasnya.
Sampai hari ini, di Picmix banyak orang yang sudah mulai jual beli barang, mereka nge-post produk-produk jualan, sama seperti Instagram. Bedanya, PicMix menawarkan fitur kolase dan template frame aneka ragam. Jadi ketika pengguna sudah mengambil foto, dia bisa menggabungkan beberapa foto dan memilih frame sesuai tema yang diinginkan sebelum di-posting. Kelebihan inilah yang membuat PicMix bisa menggaet sejuta pengguna hanya dalam dua bulan setelah diluncurkan.
Melihat respons yang begitu besar, tak pelak Calvin pun makin serius mengggarap PicMix dengan memperkaya fitur, termasuk bekerja sama dengan Kodak. Melalui PicMix, pengguna dengan sistem operasi Android bisa mencetak foto-foto mereka di gerai Kodak.
Di samping itu, PicMix juga menerapkan dua cara untuk bisa mendatangkan uang. Lewat pola business to customer (B2C) dan business to business (B2B). Dalam B2C, PicMix menjual stiker, frame, dan filter foto kepada pengguna. Jika menginginkan produk premium dan bermerek seperti Hello Kitty atau Spongebob, pengguna harus membayar.
Sementara untuk B2B, PicMix bekerja sama dengan sejumlah pemegang merek dan agensi dalam bentuk kontes foto. Pengguna yang ingin mengikuti kontes tersebut harus menggunakan frame dan stiker merek produk yang dipromosikan selain mesti menjadi pengikut (follower) akun Twitter perusahaan yang mengeluarkan produk itu, juga menconteng tanda "like" (suka) di akun Fan Page Facebook perusahaan itu. Model bisnis B2B inilah yang banyak menyumbang pendapatan PicMix.
"Kita sekarang juga bertransformasi, bukan hanya sebagai foto sharing semata. Melihat perilaku user, banyak yang menggunakan aplikasi ini untuk jual beli, jadi sejak awal tahun kita sudah mulai menyiapkan platform untuk bertransformasi. Dalam waktu dekat kita akan mengumumkan bahwa PicMix merupakan platform untuk socialcommers, bukan e-commers. Kita sudah buktikan sejak 6 bulan lalu, hampir 18 lebih e-commers di Indonesia sudah bergabung dengan kita," ujar pria yang mengidolakan, Steve Jobs ini.
Kisah Calvin membangun PicMix tak lepas dari perjuangannya selama ini dalam menerapkan strategi bisnis yang terinspirasi buku The Art Of War karya Sun Tzu. Dalam pemahman Calvin, jika kalah jumlah pasukan dan senjata, tentu saja akan konyol jika harus langsung menyerang benteng musuh. Yang mesti dilakukan adalah mengepung terlebih dahulu sambil mengatur strategi lain.
Karena itu ketika membuat PicMix, Calvin sengaja hanya menyasar pengguna BlackBerry dan tidak ingin bermain di sistem operasi Android atau IOS (iPhone). Sebab, jika di awal dia langsung main di Android atau IOS, boleh jadi aplikasi fotografi ini tak akan sebesar sekarang. Karena di kedua platform tersebut sudah banyak aplikasi serupa seperti Instagram. Sedangkan di Blackberry masih berkembang dan tidak ada Instagram. Jadi dia serang dulu di sana. Ini inspirasi dari salah satu perang yang dipahami Calvin.
Dengan keberhasilan PicMix di Blackberry, dia pun merasa seperti "raja" di kolam kecil. "Saya bilang ke teman-teman, nggak apa-apa kita main di BlackBerry. Harapan kita dalam waktu dekat bisa dapat jutaan user, satu hari kalau user pindah ke platform lain kita sudah siapkan yang ada di Android, iPhone, dan lainnya. Sehingga ketika mereka pindah, akan mencari aplikasi kita juga," kisahnya.
Dalam dua tahun ke depan Calvin menargetkan bisa meraih 50 juta pengguna PicMix dengan target utama perusahaan start up. Dia berharap akan lebih banyak masyarakat Indonesia yang menggunakan PicMix ketimbang produk asing. Dia sangat berharap produk-produk TI asli Indonesia mendapat apresiasi dari negeri sendiri.
Sementara Anda terinspirasi kisah-kisah mereka, ikuti tantangan kami di Facebook untuk mendapatkan kesempatan menjadi bagian dari pasukan Zero to Hero serta memenangkan PC berprosesor Intel Pentium setiap minggunya. Informasi detail silakan ke:https://www.facebook.com/IntelIndonesia