1. Home
  2. »
  3. News
18 September 2015 10:24

Jangan takut jadi dokter radiologi, dr Prasasti juga enjoy kok!

dr. Prasasti Purnandhiah menjalani pekerjaannya dengan tanpa beban. Fima Herdwiyanti
dr Prasasti Purnandhiah.

Brilio.net - Sebagai seorang dokter dan praktisi radilogi perempuan, dr. Prasasti Purnandhiah menjalani pekerjaannya dengan tanpa beban. Justru ada kenikmatan tersendiri yang dirasakannya semenjak terjun ke dunia radiologi.

Baginya radiologi itu asyik, karena bisa membantu pihak klinisi agar dapat memberikan treatment yang tepat kepada pasien. Dari situ dia mengaku bisa mendapatkan banyak teman baru dari berbagai bidang kedokteran. Ia mengaku tak ada beban pikiran sejak awal memutuskan untuk memilih radiologi sebagai studi spesialis yang kini ditempuhnya.

"Saya sudah tahu tentang efek samping radiasi. Memang pada awalnya sih sempat merasa takut, tapi lama-lama ya lillahi ta'ala aja deh," ujar dokter di RSU Bhakti Asih Tangerang yang sedang menempuh program spesialis di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta saat ditemui brilio.net, Rabu (16/9).

Selain itu dr. Prasasti Purnandhiah juga menjelaskan bahwa untuk para staf medis memang telah ada standar proteksi khusus berupa apron yang berbahan dasar timbal yang berfungsi sebagai penahan radiasi. Juga ada kacamata khusus yang diperuntukkan sebagai proteksi lensa mata dari efek radiasi agar tidak memicu terjadinya katarak.

BACA JUGA :
10 Bukti kesederhanaan Mark Zuckerberg yang layak kamu tiru


dr Prasasti menikmati pekerjaannya.


Apron dan kacamata tersebut akan dikenakan pada saat melakukan pemeriksaan. Ditambah lagi ada alat bernama dosimeter yang berfungsi untuk mengukur berapa radiasi yang sudah terpapar dalam tubuh. Prasasti mengungkapkan bahwa menjadi spesialis radiologi memang sudah menjadi pilihannya. Tetapi ada pertimbangan lain yang juga ikut mendasari pilihannya.

"Awalnya sebenarnya kepengen buat ambil spesialis kandungan, tapi setelah dipikir-pikir menjadi dokter spesialis kandungan akan banyak menyita waktu untuk bersama keluarga karena bisa sewaktu-waktu mendapat panggilan darurat dari pasien," ungkap ibu dari satu orang putri yang kini berusia 3,5 tahun.

Dan kenapa kemudian pada akhirnya memilih spesialis radiologi? Karena menurut Prasasti radilogi bisa menjadi penghubung tersendiri antara pasien dengan dokter. Ketika ditanya seputar pengalaman serta suka duka selama menjalani profesinya, Prasasti mengungkapkan bahwa sebenarnya berkecimpung di dunia radiologi itu justru asyik dan menyenangkan serta terkadang ditemui hal-hal yang tak terduga di mana tidak semua orang bisa mengetahuinya.

Salah satunya tentang kasus remaja yang secara fisik terlihat sehat dan baik-baik saja tetapi setelah diperiksa ditemukan adanya sel kanker dalam tubuhya. Apalagi pada saat itu si gadis sedang dalam keadaan hamil muda. Sehingga memunculkan dilema emosi tersendiri bagi dokter yang menangani.

BACA JUGA :
Mark Zuckerberg mendapat kejutan sederhana sambut buah hati

dr Prasasti saat mengamati layar untuk kepentingan pekerjaannya.


"Menjadi dokter radiologi itu berarti harus siap mempelajari banyak hal seputar tubuh manusia dari ujung rambut sampai ujung kaki bagaimana anatomi, patofisiologi dan fisiologis sehingga permintaan dari klinis (dokter) lain terjawab, mana yang normal dan tidak sehingga membantu pembentukan diagnosa," tutur dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah, Yogyakarta pada tahun 2008.


Dengan begitu imbuhnya, dengan diagnosis yang tepat, dokter bisa memberikan terapi yang tepat dan benar. Dari situ semakin banyak pengetahuan dan ilmu baru yang bisa saya dapat karena sebagian besar dokter pastilah membutuhkan radiologi terkait "pencitraan" untuk pemeriksaan dan diagnosa pasien.

Hal yang paling berkesan adalah ketika dia berhasil membaca dan menganalisis dengan benar serta akurat foto hasil pemeriksaan pasien sehingga klinisi bisa melakukan intervensi yang sesuai terhadap pasien.
Secara pribadi dia berharap ke depannya bisa ada koordinasi yang baik antara dokter-dokter dari berbagai bagian dalam menangani sebuah kasus sehingga tidak ada lagi pasien yang terlantar atau merasa terombang-ambingkan.

"Karena pada praktiknya sekarang ini ketika ada pasien yang patah tulang karena kecelakaan misalnya, maka hanya bagian patah tulang itu saja yang akan diperiksa. Tetapi ketika ada keluhan lain yang juga menyertai kemudian akan "dilempar" ke bagian lain untuk mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut," pungkasnya.

SHARE NOW
EXPLORE BRILIO!
RELATED
MOST POPULAR
Today Tags