Brilio.net - Kedekatan mantan presiden RI Soeharto dengan mantan Perdana Menteri (PM) Singapura Lee Kuan Yew, yang meninggal karena pneumonia, Senin (23/3), berawal dari sejarah panjang persahabatan mereka.
Saking kentalnya persahabatan mereka, tak jarang sejumlah kebijakan-kebijakan yang dilakukan kadang mirip-mirip. Salah satu yang populer adalah saat Lee menerapkan kebijakan yang disebut Family Planning and Population Board (FPPB) pada tahun 1970-an.
Tujuan kebijakan tersebut adalah untuk menekan angka kelahiran dan mengatasi jumlah populasi Singapura yang nyaris tak terkendali pada waktu itu. Dalam kebijakan tersebut, pemerintah Singapura di bawah kepemimpinan Lee mengajak warganya supaya merasa cukup memiliki dua anak saja, laki atau perempuan sama saja.
Tak ketinggalan, kebijakan itu juga meliputi program sterilisasi bagi pasangan suami-istri yang sudah memiliki dua anak atau lebih. Gerakan nasional, yang sosialisasinya dilakukan secara masif tersebut terbukti ampuh mengurangi populasi. Buktinya, pertumbuhan populasi Singapura turun menjadi hanya 13,3% antara kurun 1970-1980 (selama program FPPB dilangsungkan) dari 90,8% pada kurun 1957-1970 dan 84,7% pada kurun 1947-1957.
Apa yang dilakukan Lee, hampir mirip dengan Program Keluarga Berencana (KB) yang dicanangkan Presiden Soeharto, juga pada sekitar tahun 1970-an. Di Indonesia, gerakan ini terbukti ampuh menekan jumlah penduduk.
Melalui program KB, dimana slogan terkenalnya juga "Dua Anak Cukup", pemerintah Soeharto ingin mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS). Seperti halnya FPPB, yang menjadi warisan penting Lee Kuan Yew bagi generasi pemimpin Singapura sekarang, KB juga menjadi peninggalan bersejarah pemerintah Indonesia di zaman Presiden Soeharto.