Brilio.net - Nyekar atau tabur bunga ke makam merupakan salah satu budaya masyarakat Indonesia yang sering dilakukan setiap habis Lebaran atau sebelum Lebaran. Hal ini memberi peluang usaha penjualan bunga. Salah satu yang menggeluti usaha jual bunga tabur adalah Yani (40). Yani telah menekuni profesi tersebut selama 18 tahun. Dengan berjualan bunga, Yani dapat membantu penghasilan keluarganya.
Tuntutan ekonomi terhadap berbagai kebutuhan membuat Yani harus banting tulang bekerja berjualan bunga di jalan Sultan Agung, Yogyakarta. Yani berjualan bunga nyekar melanjutkan usaha orang tuanya. Sebelum meninggal dunia, ibunda Yani juga berprofesi sebagai penjual bunga nyekar.
BACA JUGA :
Suka duka para penjual bunga ziarah, hanya ramai menjelang Ramadhan
"Berjualan bunga nyekar adalah hal cukup sulit, sebab tidak semua orang membutuhkan bunga nyekar setiap harinya," ujar Yani saat ditemui brilio.net di tempatnya berjualan di Jalan Sultan Agung Yogyakarta, Kamis (13/8).
Diakui Yani, berjualan bunga sebenarnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Untungnya ini bukan satu-satunya sumber penghasilan keluarga mengingat suaminya juga bekerja. Satu keranjang bunga dijualnya seharga Rp 5.000 dan apabila ramai seperti Lebaran, satu keranjang dijualnya seharga Rp 25.000. Untungnya tidak seberapa, Yani lebih sering mengalami kerugian jika sedang sepi pembeli.
"Kalau lagi sepi, saya bisa merugi cukup banyak karena bunganya bisa saja layu dan tidak bisa dijual lagi," ujarnya. Bunga nyekar yang dijual Yani berasal dari Boyolali. Penyuplai bunga mengantarkan bunga dan Yani membelinya per kilogram.
BACA JUGA :
Penatmu bakal sirna dengan mengunjungi 10 taman terbaik Indonesia ini
Yani pun harus bekerja dari pagi hingga pagi lagi jika pembeli sedang ramai-ramainya. Tempat jualan Yani buka selama 24 jam. Yani bersuyukur dapat membantu sang suami dalam menopang ekonomi keluarga.
Sebagai seorang ibu, Yani pun berusaha memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Dia senantiasa berusaha sebisa mungkin bisa membagi waktu antara bekerja dan mengurusi rumah.
"Meski kerjaan ini sulit dan bisa saja mendapatkan kerugian, namun saya harus bersyukur bahwa masih memiliki pekerjaan dan bisa menyekolahkan anak-anak saya, semuanya hanya perlu disyukuri tanpa mengeluh, anak-anak dapat makan sudah menjadi kesyukuran buat saya, capeknya hilang kalau melihat mereka bahagia," ceritanya.