1. Home
  2. »
  3. News
24 September 2015 18:07

Kisah Yoses dari pencuci piring sampai jadi produser musik

Prestasi bukanlah satu-satunya ukuran untuk berhasil. Hal lain yang penting adalah mampu kemauan untuk berusaha. Nur Romdlon

Brilio.net - Kesuksesan memang membutuhkan perjuangan. Saat-saat terpuruk menjadi cambuk untuk bisa lebih baik lagi. Prinsip bahwa kesuksesan tak bisa ditunggu tapi harus dijemput membuat harus ada perjuangan di atas kesuksesan.

Hal itulah yang ada pada Yoses Hartono (19). Berhasil bangkit dari kerasnya kehidupan, kini ia sering menghadiri berbagai acara untuk berbagi kisah hidupnya yang inspiratif.

Yoses adalah anak biasa. Orangtuanya hanya seorang penjual mie ayam. Lulus Sekolah Dasar, anak kelahiran Tangerang ini berniat untuk masuk salah satu sekolah favorit di Jakarta yang terkenal akan olahraganya. Maklum saja, Yoses mendambakan ingin menjadi pemain sepak bola terkenal.

"Tapi saat itu nilai Ujian Nasional SD saya hanya 13, padahal untuk bisa masuk minimal 25, kan jauh banget tuh," terang Yoses kepada brilio.net, Rabu (23/9).

Tak hanya gagal masuk sekolah dambaan, Yoses juga gagal masuk sekolah sepak bola lantaran ia tak lulus tes kesehatan. Kedua orangtuanya lalu memutuskan untuk menyekolahkan Yoses di sekolah di daerah Purwokerto Jawa Tengah menyusul kakaknya yang telah lebih dulu tinggal di sana. Umur 12 tahun, pemuda kelahiran Tangeran ini dilepas naik bus Tangerang-Purwokerto sendiri.

Di Purwokerto, anak pasangan Budi Hartono dan Priyanti ini mencoba untuk hidup mandiri. Mengamen, mencuci piring di restoran, hingga tidur yang tak menetap pernah ia lakoni untuk bisa bertahan hidup. Selain menjadi penyiar radio daerah Purwokerto, di sela-sela sekolah SMP, ia coba belajar berbagai alat musik secara otodidak agar bisa mengamen untuk mendapatkan uang.

Niat kuat belajar bermusik mengantarkan Yoses sukses belajar secara otodidak beberapa alat musik dalam dua tahun. Tapi nahas, karena asyik dengan aktivitasnya di luar, ia malah tak lulus Ujian Nasional SMP saat itu. Pemuda kelahiran 5 Nopember 1995 ini menjadi satu-satunya siswa yang tak lulus di sekolahnya. Padahal ia termasuk salah satu panitia acara akhir tahun sekaligus pengisi acaranya. Merasa malu karena tak lulus UN, Yoses memutuskan untuk kembali ke Tangerang.

Beruntung dia di sana bisa mendapatkan sekolah yang menerimanya tanpa mengulang kelas IX SMP lagi. Dari sekolah SMA itulah ia mendapatkan suntikan motivasi sekaligus menemukan passionnya.

"Di SMA ini saya benar-benar diajari tentang tujuan hidup hingga akhirnya saya tahu jika passion saya adalah bermusik," terang anak bungsu dari lima bersaudara ini.

Ia lalu memberanikan diri untuk mengajar musik dari rumah ke rumah dengan label Yoses Music Center bentukannya sendiri. Tak berselang lama ia juga diminta yayasan sekolahnya untuk mengajar di School of Art. Selain itu, ia juga sering memenuhi undangan mengisi acara di event-event maupun acara pernikahan.

Dari pengalamannya bermusik, Yoses kemudian mengembangkan diri dengan memproduseri albumnya sendiri. Dengan dukungan dari School of Art, ia bisa meluncurkan album rohani yang berisi 10 lagu ciptaannya.

Karena mempunyai kisah yang inspiratif, ia kemudian diminta untuk menceritakan kisahnya menemukan tujuan hidup di beberapa daerah. Bahkan dia juga dikirim ke Thailand dan Afrika untuk bermusik dan menceritakan pengalaman hidupnya.


SHARE NOW
EXPLORE BRILIO!
RELATED
MOST POPULAR
Today Tags