Brilio.net - Buat kamu yang mahasiswa, apa yang terlintas di benakmu saat melihat seorang mahasiswa yang nyambi jadi asisten dosen (asdos)?. Mungkin sebagian dari kamu menganggap mahasiswa itu memiliki otak yang encer dan hobi banget bolak-balik perpustakaan buat baca buku-buku tebal. Ada juga yang mungkin beranggapan asdos adalah mahasiswa yang nggak pernah nongkrong di kafe, apalagi piknik.
Kalau kamu sempat berasumsi seperti itu, kamu salah. Dwi Andi Listiawan ini buktinya. Selama kuliah S1, Dimas Jogja 2009 ini membantu dosen untuk membimbing praktikum dari berbagai mata kuliah di Fakultas Biologi UGM Yogyakarta. Tak tanggung-tanggung, tercatat 10 mata kuliah yang pernah dia bantu. Wow!
Debutnya sebagai asisten dosen dimulai pada tahun keduanya kuliah. Setiap tahunnya dia bisa menjadi asisten praktikum dari 3 mata kuliah yang berbeda. Puncaknya adalah saat dia menapaki semester atas. Dia malah membimbing praktikum di 5 mata kuliah. Padahal di saat itu dia juga harus memutar otak untuk skripsinya.
Kesibukan membantu dosen yang mewarnai hari-harinya tak lantas membuatnya jadi mahasiswa kupu-kupu (kuliah pulang-kuliah pulang). Dimas yang biasa dipanggil Andi ini masih sempat dong berhaha hihi dengan teman-temannya.
Andi bisa menjaring banyak teman lewat organisasi mahasiswa tingkat fakultas sampai nasional. Bahkan dia juga ikutan Matala (mahasiswa pecinta alam) yang mengantarnya menjelajahi 16 gua di Gunung Kidul, Bukit Menoreh di Kulon Progo, dan tempat wisata menawan lainnya di Jogja.
Passion-nya untuk berbagi ilmu yang membuatnya tak lelah dan bisa membagi waktunya untuk hal-hal yang lain dengan baik. Kalau ngomongin soal gaji, jangan kira gaji asdos itu tinggi selangit yang bisa bikin tajir. Gaji asdos praktikum emang nggak seberapa, tapi bisa menjadi gerbang untuk meraih banyak hal yang tak ternilai harganya.
"Aku ngasistenin karena aku suka...suka berbagi ilmu. Aku suka duit sih suka banget, tapi jadi asisten bukan karena dapat duit. Tapi ternyata dengan berbagi ilmu itu kita akan nambah ilmu. Alhasil banyak banget ide penelitian muncul di kepala. Akhirnya pernah dapet hibah PKM 5 sekaligus, itu dapet dana hibah Rp 27 juta untuk penelitian. Nah setelah riset itu, hasil penelitian aku ikutkan berbagai macam kompetisi yang hadiahnya mulai dari puluhan juta sampai publikasi di jurnal LIPI. Jadi gaji asisten bukan menjadi tujuan, hanya ingin berbagi ilmu. Ternyata malah semakin banyak berbagi, semakin banyak rejeki," tuturnya panjang lebar.
Menurut Andi, track record asdosnya memiliki andil yang besar untuknya bisa keterima S2 di Universitas Tokyo. "Di statement of purpose-ku aku tulis itu 10 praktikum, bukan untuk pamer, tapi untuk menunjukkan pengalaman.Soalnya aku daftar beasiswa nggak pakai Toefl. Aku cuman modal nilai kuliah Bahasa Inggris semester dua, dapet A, dan ternyata lolos," tuturnya bangga.
Nah yang bikin decak kagum bertambah, Andi bisa menjadi asisten dosen di kampus terbaik Asia itu. Wow, keren kan? Gimana kamu mau ngikuti jejaknya Andi?