Brilio.net - Daun kemangi telah mulai dimanfaatkan sebagai pengobatan tradisonal untuk diabetes mellitus (DM) oleh orang-orang tua zaman dulu. Kini, dengan maksud agar dapat dimanfaatkan secara luas dan praktis, lima mahasiswa Farmasi Universitas Islam Indonesia (UII) mencoba mengemasnya dalam wujud obat.
Kelima mahasiswa tersebut adalah Maya Aulia, Zynopsicha Arma Tazaka, Rizky Amalia Nur Fajriyanti, Hamdiasnov Adi Putra. Penelitian diketuai Areski.
Pada dasarya, DM disebabkan kurangnya produksi hormon insulin yang berfungsi memecah glukosa dalam tubuh. Akibatnya, glukosa dalam tubuh menumpuk dan inilah yang disebut penyakit diabetes mellitus. Daun kemangi mengandung minyak atsiri yang bisa menstimulus produksi hormon ini di pankreas.
Obat yang mereka ciptakan merupakan nanomemulsi. Emulsi menyatakan wujudnya yang berupa cairan kental namun tidak sampai seperti pasta. Sedangkan nano menyatakan zat aktif dalam obat ini yaitu ekstrak kemangi yang digunakan per satuan obat sangat kecil. "Biasanya zat aktif obat dalam ukuran mikro, nah ini kita coba dalam nano," ungkap Areski.
Snedds merupakan metode baru pembuatan emulsi yang lebih simpel dibanding metode-metode sebelumnya. Untuk mendapatkan minyak atsiri pada daun kemangi, Areski dkk menggunakan minyak wijen dan pelarut Poli etilen glikol (PEG). Minyak wijen berfungsi untuk menyerap atsiri karena sesama minyak sehingga mudah menyatu, kemudian sisanya yang tidak digunakan larut dalam PEG.
"Enaknya kalau snedds ini dicampur langsung bisa terekstrak, kalau yang lain masih ada tahap-tahapan lain lagi. Kita pakai minyak wijen karena lihat penelitian yang sudah ada sebelumnya pakai minyak wijen, tapi sebenarnya semua minyak bisa," aku mahasiswa asal Sumatera Selatan ini.
Tahapan pembuatan obat ini dimulai dengan mengekstrak daun kemangi dengan mencampur minyak wijen dan pelarut PEG tadi, kemudian membuatnya berwujud obat untuk selanjutnya dicobakan ke mencit. Setelah itu dicobakan ke manusia.
Jika berefek baik, maka dinyatakan lolos uji klinis dan dapat beredar luas ke masyarakat sebagai obat yang direkomendasikan oleh para tenaga medis. Namun pada umumnya, obat yang telah beredar ini tetap akan dimonitor selama 5 tahun sampai benar-benar tak ada efek samping yang membahayakan.