Brilio.net - Perjalanan menuju sukses tidak pernah mudah. Selalu ada pengorbanan yang dilakukan dalam menggapai cita-cita. Namun, semua itu harus disertai dengan ketekunan dan kesabaran sehingga bisa bernilai berkah bagi diri sendiri dan orang lain.
Pengalaman ini dirasakan Yudha Pangalila, pemuda asal Batulicin, Kalimantan Selatan sebelum menginjak usia 20 tahun. Berangkat dari niat tak ingin membebani orangtua yang mengandalkan pemasukan dari berjualan gorengan, anak keempat dari tujuh bersaudara tersebut memutuskan merantau ke Jakarta selepas lulus Sekolah Menengah Atas (SMA) pada 2011.
"Awal saya ke Jakarta cuma nekat. Niat kuliah nggak ada, tujuan awal untuk bekerja," kata dia kepada brilio.net melalui layanan story telling bebas pulsa ke 0-800-1-555-999, Selasa (12/1).
Berbekal uang tabungan selama SMA sebesar Rp 600 ribu dari hasil menyambi sebagai buruh, ia belikan tiket Rp 350 ribu dan sisanya Rp 250 ribu dijadikan pegangan. Pria yang kini berusia 22 tahun ini baru menyadari kenekatannya setelah tiba di bandara, sebab tidak tahu harus ke mana dan menemui siapa. Lalu ia berinisiatif menelepon beberapa teman untuk memperoleh tempat singgah sementara. Beruntung, ia mendapat informasi adanya Asrama Kalimantan Selatan di daerah Ciputat. Dia langsung berangkat ke tempat tujuan tersebut.
"Untuk tinggal di situ persyaratan harus sebagai mahasiswa. Jadi dihitung sebagai tamu, bukan penghuni tetap. Untuk sementara sambil saya cari kerja (boleh tinggal). Jalan 2 hari langsung dapat kerja, dibantuin teman-teman di sana," terangnya.
Kantor pos menjadi tempat pertama yang bersedia mempekerjakan Yudha. Satu bulan pertama bekerja menirimkan paket dan dokumen, Yudha selalu didampingi karyawan yang lebih senior. Namun, bulan kedua menjadi bulan terakhirnya kerja karena hasil yang didapat belum sesuai.
"Aku capek banget bekerja, malah sampai pukul 22.00 WIB itu masih. Pokonya kalau ada paketan aku jalan terus. Setelah itu jalan lagi cari kerjaan. Aku jualan tusuk sate. Itu juga jualan cuma 2 minggu. Sama, begitu juga masalahnya," tambah Yudha.
BACA JUGA :
Cinta membuat Agus sempat terpuruk, untungnya dia segera bangkit
Dia nggak putus asa, berbekal modal dari hasil pekerjaan sebelumnya, Yudha mengaplikasikan kemampuan dan pengalaman yang pernah diperolehnya selama di kampung semasa membantu ibunya.
"Jadi saya bikin peyek, masarinnya di warteg. Hampir 4 bulan, untuk pasarnya udah 25 warteg di daerah Ciputat. Saya mulai kelihatan hasilnya di peyek itu. Kerjanya santai, ya awal-awalnya susah juga nawarin di warteg. Ada yang ditolak, macem-macem," akunya.
Setelah 4 bulan berjalan, usaha ini diserahkan kepada temannya karena Yudha ingin membuka usaha baru. Memegang uang sekitar Rp 1 juta dari berjualan peyek, Yudha memulai bisnis handphone beserta aksesorisnya via online. Awal-awalnya Yudha menjual handphone second dan aku 3 unit per hari. Usaha ini diakui Yudha masih berlanjut hingga kini, dengan omzetnya per bulan sebesar Rp 1,5 juta.
Dari penjualan online tersebut, Yudha dapat membeli via online satu unit Play Station (PS) 2 dari tangan kedua pada tahun 2013. Dia sewakan per jam Rp 3.000 kepada anak-anak di asramanya.
"Alhamdulillah udah buka rentalan sendiri 4 unit, PS 2 sama PS 3. Per jamnya PS 2 Rp 3.000, yang PS 3 Rp 5.000. Per bulan awal buka dulu (pemasukan) satu setengah (juta) untuk satu PS. Itu bulan keempat penghasilan udah hampir Rp 5 juta (rupiah)," ujarnya.
Pada awal 2015 Yudha juga menangani bisnis angkutan kota (angkot) yang berasal dari tawaran seorang preman setempat. Satu unit angkot yang dijual seharga Rp 23 juta itu dicicil Yudha sampai satu tahun dengan uang muka Rp 7 juta.
"Kalau di angkot sistemnya setoran. Mobil di asramakan. Setiap sopir ngambil mobil, entah dia kerja atau nggak kami tahunya setoran, Rp 80 ribu per hari. Kami terima bersih aja delapan puluh ribu, untuk bensin segala macam urusan sopir," tuturnya.
Satu lagi usaha yang berhasil dirintis pria yang kini memasuki semester 7 ini adalah angkringan yang menghasilkan pemasukan Rp 1 juta per bulan. Usaha ini merupakan dorongan dari Islamic Economic Student Association (IESA) yang diikutinya. Secara berkelompok, perkumpulan ini juga membangun usaha bubur ayam, roti bakar, ternak lele, koperasi, serta Alquran digital yang dijual di playstore maupun VCD.
Sejak 2012, Yudha mencatatkan diri sebagai mahasiswa jurusan Ekonomi di Institut Perguruan Tinggi Ilmu Alquran (PTIQ) Jakarta dengan beasiswa dari kampus.
"Di akhir 2015, untuk pencapaian pendapatan saya kurang lebih udah sampai Rp 10 juta dari semua usaha. Jadi niat saya, tahun ini kan wisuda, pas waktu wisuda kami baru bilang terus terang biar jadi surprise. Oh ini lho hasil kami di sini. Rencana saya ada niatan menaikkan haji orangtua, jadi ada saya tabung juga," tuturnya.
Selama 4 tahun merantau ini, meskipun sering menjaga komunikasi dengan orangtua, namun dia berhasil untuk tak menceritakan sedikit pun usahanya. Yudha merencanakan pada 2016 ini membuka 2 usaha lagi, yaitu rental mobil dan bubur ayam sembari menunggu kelulusan yang ditarget akhir tahun ini. Usai lulus, dia ingin melanjutkan ke jenjang S2. Jika tak memperoleh beasiswa dia mengaku yakin bisa membiayai sendiri kuliahnya.
Cerita ini disampaikan oleh Yudha melalui telepon bebas pulsa brilio.net di nomor 0-800-1-555-999. Semua orang punya cerita. Ya, siapapun termasuk kamu punya kisah tersembunyi baik cerita sukses, lucu, sedih, inspiratif, misteri, petualangan menyaksikan keindahan alam, ketidakberuntungan, atau perjuangan hidup yang selama ini hanya kamu simpan sendiri. Kamu tentu juga punya cerita menarik untuk dibagikan kepada kami. Telepon kami, bagikan ceritamu!