Brilio.net - Salah satu tindakan kriminal yang paling mengerikan bagi setiap wanita tentu saja adalah pemerkosaan. Ibaratnya karena nila setitik, seluruh hidup wanita korban pemerkosaan akan hancur begitu saja. Belum lagi rasa malu yang harus ditanggung seumur hidup tentu akan menyesakkan dada.
Hal tersebut juga dirasakan oleh seorang penulis bernama Aspen Matis. Kejadian tersebut terjadi tepat 2 hari setelah dia masuk universitas. Kala itu dia mengundang mahasiswa lain, satu perempuan dan dua laki-laki untuk ke kamarnya menonton sebuah acara televisi.
BACA JUGA :
Derita LDR: Pria ini baper akut, pasangannya 2 minggu tak ada kabar
Setelah acara selesai, teman perempuan dan satu laki-laki pamit untuk kembali ke kamarnya. Sedangkan ada satu laki-laki yang masih berada di dalam kamar Aspen. Kejadiannya berlangsung begitu cepat, tiba-tiba saja anak laki-laki itu sudah menerkam Aspen dan memperkosanya.
"Saya sempat bilang hentikan, namun terlalu lirih. Seharusnya aku menendangnya, seharusnya aku berteriak, namun hal tersebut tak bisa kulakukan," ungkap Aspen seperti dikutip dari news.com.au, Rabu (14/10).
Namun yang lebih mengejutkan lagi, setelah si laki-laki memperkosanya, Aspen justru memintanya untuk tinggal. "Aku sendiri tidak sadar mengatakan itu, namun dia berpikir aku gila," lanjutnya.
BACA JUGA :
Jalinan cinta segitiga yang menghancurkan persahabatan
Seminggu setelah kejadian, Aspen kemudian melaporkan masalah tersebut ke pihak rektorat dengan tuduhan kekerasan seksual. Namun bukti yang dia berikan kurang kuat dan si laki-laki tidak mengakui perbuatannya.
Mendengar tuntutannya tak dikabulkan, Aspen menjadi sangat depresi. Dia kemudian memutuskan keluar dari sekolah dan melakukan perjalanan dari Meksiko ke Kanada sepanjang 4265 KM dengan jalan kaki untuk mendapatkan jawaban mengapa dulu dia malah meminta si pemerkosa untuk tinggal.
Dalam perjalanannya dia bertemu dengan berbagai wanita yang mengalami nasih serupa. Setelah mengumpulkan beberapa kasus, Aspen bisa menyimpulkan bahwa keputusannya untuk meminta laki-laki itu tinggal adalah sebuah tindak refleks untuk menghibur dirinya.
"Itu adalah sebuah reaksi yang umum, dengan meminta si laki-laki untuk tinggal, aku berharap dia mau bersikap baik terhadapku setelah memperkosaku," kata Aspen. "Jika dia baik kepadaku, aku tak akan pernah merasakan kejadian itu sebagai kasus pemerkosaan."
Menurutnya sebuah pemerkosaan baru bisa disebut tindak kriminal ketika si korban merasakan keadaan yang mengerikan dan trauma setelahnya. Pengalaman hidupnya ini kemudian dia tuangkan dalam sebuah buku yang diberi judul Girl in Woods. Dia berharap pengalamannya bisa memotivasi korban pemerkosaan berikutnya untuk bangkit lagi menatap masa depan.