Brilio.net - Mendaki gunung menjadi aktivitas yang sangat digemari beberapa tahun ini. Terlebih hadirnya novel dan film bernuansa backpacker maupun pendakian membuat banyak orang merasa tertantang ingin mencicipi indahnya pemandangan dari atas gunung.
Untuk bisa mendaki gunung pun banyak perjuangan yang harus dihadapi. Kisah menarik pun kadang terjadi demi melakukan pendakian. Seperti yang dialami Makhbub Khumaidi (24) dan kawan-kawannya yang kini tinggal di Yogyakarta.
Makhbub dan teman-temannya seperti Alfan Miftahuddin, Badri Wahyu Nadhor, Ahmad Syukron, Rizki Andriawan, dan Ibnu Kholdun perlu membayar mahal perjalanan pendakiannya ke Gunung Semeru dan Gunung Rinjani dengan hukuman. Selain sebagai mahasiswa, Makhbub dan beberapa temannya adalah santri dari salah satu pesantren di Yogyakarta. Praktis karena hidup di pesantren, mereka harus mengikuti berbagai aturan dan tak bisa berbuat sesukanya.
BACA JUGA :
Cinta perdamaian, anak SMA ini kutuk aksi teror bom Sarinah
Kegemaran mendaki gunung para santri itu bermula dari obrolan iseng untuk mendaki gunung. Kebetulan di antara mereka ada dua santri yang ikut Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) sehingga sudah cukup pengalaman untuk mendaki gunung. Pendakian pertama pun terjadi pada tahun 2012 lalu ke Gunung Sindoro saat liburan pondok pesantren.
"Waktu pendakian pertama itu karena kesasar kita sampai kehabisan logistik, waktunya juga molor," kata Makhbub kepada brilio.net melalui layanan Story Telling bebas pulsa di nomor 0800-1-555-999, Selasa (19/1).
Karena merasakan asyiknya mendaki gunung, aktivitas itu pun sampai keterusan dan dilakukan setiap liburan pondok pesantren. Beberapa gunung yang pernah didaki seperti Gunung Merapi, Gunung Sumbing, Gunung Andong, dan Gunung Ungaran. bahkan karena sudah solidnya komunitas mereka, mereka pun sampai membuat komunitas underground bernama Sapala yang merupakan singkatan dari Santri Pecinta Alam.
Rasanya para pendaki gunung pasti sangat ingin mendaki Gunung Semeru yang merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa dan Gunung Rinjani yang sangat terkenal dengan pemandangannya yang indah. Hal itu juga yang dirasakan oleh Makhbub, Alfan, Nadhor, Syukron, Rizki, dan Ibnu. Mereka terpacu untuk bisa menaklukkan kedua gunung tersebut.
Terlebih dahulu mereka ingin mencoba menaklukkan Gunung Semeru yang terkenal dengan puncak Mahameru. Jauh-jauh hari mereka telah merencanakan kepergian mereka, mulai dari rute, anggaran, hingga logistik. Tak lupa mereka pun mencari waktu yang tepat. Dipilihlah hari setelah Idul Adha pada Oktober 2013 yang merupakan libur pesantren.
Hari yang ditunggu pun tiba. Mereka melakukan perjalanan dari Yogyakarta ke Malang dengan menggunakan motor untuk mengirit anggaran. Ada 8 orang yang ikut pada saat itu, yakni Makhbub, Syukron, Alfan, Nadhor, Ibnu, Rizki, Huda, dan Ali Vespa. Di Gunung Semeru, mereka pun bisa menikmati keindahan Ranu Pani, Ranu Kumbolo, tanjakan Cinta, Oro-oro Ombo, hingga puncak Mahameru.
"Rasanya perjalanan yang jauh terbayar dengan kepuasan batin melihat indahnya ciptaan Tuhan," ungkap Makhbub.
Tapi keindahan yang mereka dapatkan ternyata harus dibayar malah. Karena terlambat kembali ke pesantren saat liburan, mereka harus menanggung hukuman pesantren atau biasa disebut takziran. Apalagi memang perjalanan mereka itu dilakukan tanpa sepengetahuan pengasuh pesantren.
Gara-gara tak izin, mereka harus menerima hukuman dengan melakukan zikir semalam suntuk di kediaman pengasuh pesantren. Hari berikutnya tiba-tiba pengasuh pesantren memanggil mereka dan mengatakan ingin diajak jalan-jalan oleh pengasuh. Tapi firasat mereka berkata lain, pasti hukuman yang sudah mereka jalani semalam belum cukup. Akhirnya dibawalah mereka berdelapan jalan-jalan menaiki mobil hingga terhenti di Alun-alun Kidul Yogyakarta. Ternyata mereka dibawa ke salah satu tukang cukur yang ada di situ.
"Kami digunduli satu-satu dan ditunggui oleh Bu Nyai," katanya.
Sesampainya di pesantren, mereka ternyata diminta untuk foto bersama dengan penampilan baru tanpa rambut sehelaipun di kepala. Mereka juga diwajibkan untuk berpose tanpa senyum. Foto tersebut lantas diunggag di Facebook agar menjadi pelajaran bagi santri lain. Lengkap sudah penderitaan mereka saat itu.
BACA JUGA :
Derita Nur, bayi meninggal di kandungan & tak didampingi suami
Ternyata hukuman itu tak lantas membuat mereka kapok untuk mendaki. Mereka merasa petualangan yang dilakukan belum lengkap jika belum bisa menikmati keindahan Gunung Rinjani. Rencana pun disusun diam-diam. Tapi tetap saja pengasuh pesantren mengetahui rencana mereka yang dilakukan pada liburan menjelang Ramadhan pada Juni 2015 lalu.
"Karena tahu kalau tak disetujui jika izin langsung, kami akhirnya izin pas sudah berada di kereta menuju Banyuwangi," cerita lulusan UIN Sunan Kalijaga itu
Saat itu, pendakian ke Gunung Rinjani diikuti oleh Makhbub, Alfan, Syukron, Nadhor, Ibnu, Rizki, dan satu orang dari luar pesantren bernama Alpong. Untuk bisa melakukan perjalanan itu, masing-masing orang harus mengeluarkan biaya sekitar Rp 1,5 juta. Selain bisa menikmati puncak Gunung Rinjani, mereka juga menikmati eksotisnya Danau Segara Anakan dan Gili Trawangan.
Tujuh hari pun berlalu hingga akhirnya mereka kembali ke pesantren lagi. Kebetulan waktu yang mereka rencaanakan pas hingga tetap bisa mengikuti acara ziarah wali ke Jawa Timur yang diselenggarakan oleh pesantren. Tapi setelah selesai ziarah ternyata hukuman sudah menunggu mereka. Hukumannya sih bukan digunduli lagi, melainkan tak boleh pulang saat liburan pesantren.
"Kita nggak boleh pulang saat liburan menjelang Ramadhan dan liburan Idul Fitri. Kita diwajibkan untuk lebaran di pesantren," kata pemuda asal Batang Jawa Tengah itu.
Mereka pun sudah merasa puas dengan petualangan yang sudah dilakukan sampai bisa mendaki dua gunung terpopuler. Seakan sudah tobat, kini mereka serius untuk mengelola bisnis persewaan alat-alat outdoor yang telah dirintis sejak 2013 lalu. Persewaan yang diberi nama Sapala Adventure pimpinan Alfan Miftahuddin itu kini menjadi salah satu persewaan outdoor terpopuler di Yogyakarta.
Wah, bisa buat cerita anak dan cucu tuh!
Cerita ini disampaikan oleh Makhbub Khumaidi melalui telepon bebas pulsa Brilio.net di nomor 0-800-1-555-999. Semua orang punya cerita. Ya, siapapun termasuk kamu punya kisah tersembunyi baik cerita sukses, lucu, sedih, inspiratif, misteri, petualangan menyaksikan keindahan alam, ketidakberuntungan, atau perjuangan hidup yang selama ini hanya kamu simpan sendiri. Kamu tentu juga punya cerita menarik untuk dibagikan kepada kami. Telepon kami, bagikan ceritamu!